Chp. 8

769 63 75
                                    

Gak bosen ngingetin, tinggalin jejak kalian!

Aku maksa, soalnya lelah 😏
.
.
.
.
.
.
.
.
.















Braakkk ...

Pintu apartemen terbanting cukup kencang menandakan seseorang telah menutupnya dengan tidak berperasaan. Jiyong hanya menghela napas panjang melihat kepergian Seungri dengan perasaan kesal. Ya inilah kesalahan Jiyong, terlalu gegabah. Sudah pasti dia akan mendapat penolakkan jika begitu caranya. Jiyong bahkan tak sanggup untuk mengejarnya, hanya akan memperburuk keadaan jika itu dia lakukan. Dia sendiri tidak tahu harus bersikap bagaimana besok.

Seungri sendiri sudah menghempaskan tubuhnya di atas sofa dalam apartemennya sendiri. Dengan mata yang menerawang ke langit-langit, ingatan kejadian tadi seperti sebuah rol film yang terus berputar di benak Seungri. Apa yang harus dia lakukan besok? Sudahlah lihat esok saja apa yang akan dia lakukan, pikirnya.

Jelas sekali pagi ini telah terjadi kecanggungan antara Jiyong dan Seungri. Jiyong yang disapa seadanya oleh sekretarisnya itu, begitu juga dengan Jiyong yang menanggapinya dengan senetral mungkin, meski hatinya ingin mengatakan sesuatu.

"Seungri-ah ...," panggil Jiyong kaku.

"Ne?"

Jiyong sempat terdiam menatap Seungri, ragu ingin mengatakannya.

"Ah tidak apa-apa, kau lanjutkan saja kerjamu."

"Baiklah."

Jiyong pun masuk ke ruangannya dengan perasaan gundah gulana. Ternyata situasi ini disadari oleh wakilnya Jiyong yang tak lain Taeyang.

"Kalian sedang ada masalah?" tanyanya saat sedang berkunjung ke ruangan Jiyong.

"Ani ... kami baik-baik saja," jawab Jiyong sekenanya.

"Tapi kalau dilihat dari mana pun sepertinya tidak seperti itu?!" Taeyang tetap bersikeras jika Jiyong dan Seungri ada masalah.

"Ya, sedikit."

"Ada apa, Ji? Kau memaksanya?"

"Aisshhh ... kau ini sudah seperti dukun saja. Sudah aku tak mau membahasnya. Jadi bagaimana urusannya dengan hotel Accord?"

"Semua sudah selesai."

"Heroin yang kemarin?"

"Sudah kuserahkan pada detektif Park."

"Dia percaya itu bukan barang kita?"

"Tentu saja. Dia sudah lama mengenal kita, jadi sudah pasti percaya."

"Baguslah."

"Aku kembali ke ruanganku dulu."

"Hm ..." Jiyong hanya membalasnya dengan singkat saja.

Taeyang keluar dari ruangan Jiyong dan sudah pasti bertemu dengan Seungri. Sejenak dia berpikir sampai dia memanggil Seungri.

"Seungri-ah ..."

"Ne, pujangnim?"

"Jangan terlalu keras dengan Jiyong. Dia hanya tidak tahu bagaimana harus mengungkapkannya padamu."

"Ne? Maksud pujangnim?"

"Kau pasti mengerti maksudku. Aku pergi dulu."

"Ne, pujangnim."

Otak Seungri pun masih mencerna nasihat Taeyang. Apa pujangnimnya sendiri sudah tahu masalah semalam? Mana mungkin Jiyong menceritakan semuanya. Sungguh memalukan jika itu memang terjadi.

Love Or Glory (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang