0.9 ; couple-an

128 17 0
                                    

"Tinggal ke tempat percetakan langganan, kan?" tanya Wonwoo saat Wonra datang setelah membeli seplastik besar penuh kokarde.

Wonra mengangguk lalu menaiki jok belakang motor Wonwoo. "Emang disitu, ya, Won, toko langganan sekolah?"

"Hooh. Tahun lalu juga disana nyetaknya," jawab Wonwoo sembari memakai helmnya. "Siniin plastiknya. Biar digantung."

"Yah, jangan digantung dong. Kasian gak diberi kepastian," balas Wonra seraya mengoper kantong plastik itu ke depan.

"Baperan lo."

Wonra terkekeh. Jika kalian bertanya apa yang membedakan si kembar, Woozi dan Wonra, jawabannya adalah kadar humor mereka. Wonra itu orangnya receh banget, suka ngelawak, terus humoris. Makanya banyak adkel cowoknya yang merasa nyaman buat sekedar berbincang ataupun curhat dengannya.

Wonwoo melajukan motornya di jalanan beraspal. Membiarkan panas terik matahari membakar wajahnya, pula membiarkan tangan Wonra berpegangan pada ujung jaketnya.

Jangan kalian kira selama 3 tahun di dalam satu kelas, duo Won akan selalu bertengkar—ya walaupun dominannya begitu. Karena telah cukup lama berteman, membuat mereka terlihat seperti saudara.

Bahkan, ada beberapa orang yang mengira jika Wonra sebenarnya adalah saudara kembar Wonwoo, bukannya Woozi. Itu karena sifat, sikap, dan perilaku mereka berdua yang sangat mirip.

Jika hal itu sampai terdengar di telinga Wonra maupun Wonwoo, mereka pasti akan langsung mengelak, yang kemudian membuat teman-temannya gemas dan malah berdoa semoga mereka berdua ditakdirkan berjodoh.

Habis, jika mereka tidak ingin dibilang seperti saudara, mengapa tidak didoakan untuk menjadi pasangan saja? Toh, kebanyakan orang bilang jika jodoh adalah cerminan diri sendiri, kan?

"Ra, gue ngisi bensin dulu, ya," ucap Wonwoo saat motor yang dikendarainya  hampir dekat dengan salah satu pom bensin.

Wonra mengangguk sembari melirik Wonwoo dari balik kaca spion. "Pakai uang yang dikasih Rose aja, Won. Katanya buat uang transport."

"Woah, rezeki anak sholeh," celetuk Wonwoo. "Uang konsumsi ada juga, gak, Ra?"

Wonra tersenyum kecut. "Gak ada."

"Ah, sayang banget," keluh Wonwoo lalu menghentikan motornya saat tiba di pom bensin.

Wonra mendelik. "Kan, lo udah nyantai di warung kopi juga, Jaelani."

"Kan, cuman ngopi doang, Maemunah," balas Wonwoo. "Buruan turun. Bentar lagi giliran motor gue."

Wonra berdecak sebal sembari turun dari motor Wonwoo. Dia selalu ingin mengalahkan Wonwoo dalam adu mulut, namun kali ini harus terpotong karena antrean di pom bensin.

Wonra mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Biasanya ada ahjussi yang jualan cangcimen di pom bensin, tapi yang tertangkap oleh mata Wonra justru seorang nenek yang terduduk di pinggiran dekat toilet umum. Di depan nenek itu, terhampar berbagai aksesori yang cukup menarik perhatian Wonra.

Ada gelang, kalung, bros, maupun ganci yang terbuat dari manik-manik sederhana. Wajah nenek itu terlihat letih, membuat hati Wonra terketuk untuk membantu beliau.

Hareudang ; [JWW] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang