02.

1.4K 154 1
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam saat Haechan berdiri didepan pintu rumahnya yang berwarna coklat. ia awalnya tidak menyangka kalau ternyata pertandingan hari ini selesai lebih lama dari biasanya dan juga Chani yang tidak sempat mengantarkannya balik hingga depan pintu rumahnya membuat Haechan harus berjalan kaki dari depan komplek rumah yang tentu saja tidak dekat. Maka dari itu Haechan sangat lelah hari ini, rasanya ia ingin mencium kasurnya lebih cepat.

Setelah mengeluarkan kunci cadangan yang memang dibawa untuk berjaga-jaga dari dalam tas, ia segera memasukkan kunci tersebut. tetapi selang beberapa lama mencoba ia menyadari bahwa pintu tidak terkunci dan kunci lain masih tersangkut di lubang yang satunya.

"Mati deh" umpat Haechan dalam hati. Ia tahu, apabila tidak dikunci seperti ini, orang tuanya pasti masih terjaga untuk menunggu kehadirannya.

Dengan perlahan ia memutar knop pintu tersebut. Tepat seperti dugaannya, pemandangan yang ia lihat pertama kali ialah sosok bunda yang duduk di sofa dengan kondisi mata terpejam tidak nyaman. 

Haechan mencoba menutup pintu besar itu kembali. Meminimalisir suara agar bundanya tidak terbangun. Namun, sepertinya bunda juga menyadari samar samar pergerakan didepan matanya.

"Haechan! Ya tuhan nak! Kamu dari mana aja???!" bunda terbangun kaget, tepat setelah Haechan menutup pintu itu rapat rapat. Dengan langkah tergesa, bunda menghampiri Haechan. Memegang pundak putranya lalu turun ke tangan, mencoba memeriksa kondisi Haechan.

"Kamu tau kamu bikin bunda khawatir???, kamu dari mana aja.. kenapa ga cerita sama bunda? Kenapa kok ga menghubungi bunda? Kamu ada masalah apa?" bunda merentetinya dengan beberapa pertanyaan yang sungguh, tidak ingin Haechan jawab sekarang. Ia lelah dan ingin tidur setelah hampir setengah jam berjalan kaki. Oh, ralat. Berlari mungkin lebih tepat.

"Echan gapapa bun, udah ya echan capek mau langsung bobo" jawab Haechan sambil sesekali mengedarkan pandangnya. Jujur saja, Haechan tidak tega melihat bundanya mengkhawatirkan dia seperti ini. tapi apabila Haechan mengaku juga, ia pasti akan melihat wajah kecewa bunda lebih cepat dan Haechan tidak ingin melihatnya sekarang.

"Gapapa gimana chan! Udah beberapa hari ini kamu pulang malem! Kamu abis dari mana? Kamu main sama siapa? Jeno bilang sama bunda kalau dari kemarin gaada kerja kelompok dan aktifitas futsal sampe malem! Jeno bilang dia udah jarang main sama kamu! Echan ini sebenernya nyembunyiin apa dari bunda?!" Emosi bunda meledak sudah. Tadi sembari menelfon Jeno, bunda sesekali bertanya tentang rutinitas mereka. Betapa terkejutnya bunda mengetahui Haechan sekarang sudah sering berbohong padanya. Terutama tentang aktifitas di malam harinya.

Di lain sisi, Haechan juga terkejut mendengar ucapan bundanya. Bunda jarang sekali menaikan nada bicaranya dan dengan penyebutan nama Jeno berkali kali membuat emosi Haechan ikut memuncak. Bundanya tidak tau apa yang dialaminya. Kali ini Haechan merasa terintimidasi oleh bundanya sendiri

"Echan cuman main bun! jeno lagi jeno lagi! Bunda lebih percaya sama jeno? Temen echan kan ga cuman jeno!" Haechan gantian menaikkan nada bicaranya.

Tanpa merespon ucapan Haechan, bunda mengendus enduskan hidungnya. Tiba tiba tercium bau asing yang cukup menyengat mampir ke indera penciumannya. Awalnya bunda mau meragukan bahwa itu memang benar bau nikotin yang biasa ia cium dari tubuh adiknya tiap kali bertemu. Namun melihat Haechan dengan kondisi seperti ini, membuat pikiran tentang Haechan pergi merokok dan tidak menepati janjinya 2 tahun yang kemudian membuat emosi bunda terus meningkat.

"Haechan..... kamu ngerokok??" tanya bunda dengan tatapan tidak percaya. yang ditanya malah membulatkan matanya terkejut. Ya memang salah Haechan karena tidak membawa baju ganti. Tempat seperti tadi pasti penuh dengan orang yang merokok. Bau itu akan menempel pada pakaiannya untuk waktu yang lama

"Nteu bunda.. sumpah" jawab haechan refleks. Pupil matanya tampak membesar, kali ini ia lebih takut disangka berbohong saat ia memang mengatakan yang sejujurnya. Haechan bukan anak yang suka ingkar janji. Kalian ingat kan waktu pertama kali Haechan disuguhi rokok hal apa yang terpikirkan olehnya?

Rasa curiga bunda tidak berhenti disitu. Ia menggenggam kedua tangan Haechan dan menciumnya. Tangan usil yang sedari tadi asik memainkan rokok pemberian Hwiyoung pun memancarkan aroma yang sama. Aroma yang biasa bunda cium dari tangan adiknya yang sudah tiada.

"tapi ini tangan kamu juga bau rokok!! Kok bisa kamu udah kenal rokok? Siapa yang ajarin kamu haechan! Kamu udah ga sayang bunda ya?!!" bunda benar benar marah kali ini. genggamannya pada tangan Haechan di lepas begitu saja. Ia kaget melihat anak semata wayangnya ini mulai menyentuh dunia per-nikotinan, sudah cukup ia kehilangan adiknya karena rokok sialan itu.

Perasaan Haechan pun semakin terasa menggebu gebu, rasa rasanya ia sudah kehilangan kepercayaan dari bundanya yang biasanya selalu mendengarkan cerita yang ia sampaikan tanpa ada rasa penghakiman seperti ini

"Echan ga ngerokok bunda!!! Kan tadi echan udah bilang! mungkin di angkot ada yang ngerokok, kenapa sih bunda sekarang gabisa percaya sama echan! echan udah jujur sama bunda, echa--"

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, tubuh Haechan sudah terhempas ke bawah. Ia merasakan rahangnya berdenyut. Walaupun sebenarnya tidak begitu kencang, pukulan dari ayah Haechan yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan kedua anggota keluarganya itu cukup membuat tubuh kecil Haechan tersungkur dalam sekali pukulan.

Ayah sedari tadi mendengarkan keduanya dalam diam. Ia sadar diri, apabila ia yang menegur Haechan di awal, emosinya tidak akan terkendali. Makanya ia membiarkan bunda yang menangani Haechan. Tapi kali ini ia merasa sikap Haechan sudah diluar batas. Ayah sangat yakin bahwa Haechan salah pergaulan. Sebelumnya Haechan tidak pernah pulang malam tanpa kabar, apalagi berbohong dan sampai membentak bundanya seperti ini.

"Ayah!!!" Teriakan istrinya membuat ayah haechan tersadar seketika. Benar dugaannya, emosi sudah menguasai dirinya, kini emosi sesaatnya itu telah melukai anak satu satunya yang saat ini sedang tersungkur di lantai. Menatapnya dengan pandangan penuh ketidak percayaan sambil memegang sebelah pipinya.

Tanpa berbicara lagi, Haechan mengambil tas yang juga ada di lantai, lalu berlari menjauhi ayah dan bunda menuju kamarnya.

"Haechan!!" teriak bunda melihat sosok haechan yang menjauh dan menutup pintunya kencang, lalu melontarkan pandangannya pada suaminya "Yatuhan ayah!!! Kamu kenapa bisa lepas kendali gitu!! anak seumur haechan harus diomongin baik baik gabisa dengan kekerasan kayak gini"

"maaf, aku kelepasan. Aku gasuka lihat dia bentak bentak kamu kayak gitu! Jelas jelas kamu khawatir" jawab ayah yang sekarang malah meraup wajahnya kasar lalu mengacak-acak rambutnya. Istrinya benar, anak seumur Haechan pasti sedang mengalami masa puber. Bahkan dulu iapun sempat mengalaminya. Ada masanya ia belum siap menceritakan masalahnya kepada orang tuanya

"biarin dia sendiri dulu. Nanti aku yang ngomong sama haechan, kamu istirahat aja" balas ayah singkat dan meninggalkan bunda yang berdiri terdiam.

.

kritik dan saran diterima kak

potret haechan beberapa tahun lalu 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

potret haechan beberapa tahun lalu 

tepatnya sebelum masuk SMP

SUN WITHOUT SHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang