05.

954 124 4
                                    

"Halo kenapa mah?"

"N-nak kamu dirumah echan?"

"iyaa, ini dirumah echan aku ga kemana mana kok mah, tenang aja " sepertinya bunda haechan telah menceritakan mengenai kebiasaan baru haechan dan membuat mamanya khawatir.

"Echannya mana jen.." suara mama jeno terdengar bergetar, yang membuat jeno menyadari sesuatu dari situasi ini.

"Echan bobo mah, mama kenapa?"

".......Ayah dan bundanya echan kecelakaan nak" hampir saja jeno berteriak kaget, tapi untung bisa ditahan menggunakan salah satu tangannya. karena ia tidak mau membangunkan haechan walau seharusnya haechan orang pertama yang tau mengenai hal ini, bukan dia.

"Mobilnya kecelakaan di tol km 97 pas mau arah kesini, jungkir balik ke jurang.. terus barusan mamah dikabarin lagi....." terdengar hening, lalu hanya suara isak tangis yang muncul dari perempuan paruh baya disana.

Jeno ikut menitikkan air mata, ia begitu dekat dengan orang tua haechan. Entah bagaimana ia akan mengatakan ini pada haechan yang masih tertidur dengan nyaman di sofa di hadapannya.

Suara laki laki menyambung telfon yang masih berlangsung "nak, papa otw kesana sama mama, kamu bangunin haechan ya nak ya.. kamu harus kuat, biar bisa bantu haechan tetep kuat" jeno mengangguk tanpa bersuara dan setelahnya sambungan terputus.

Jeno menatap haechan tidak tega, matanya masih berair dan merah, siap untuk menangis kapan saja.

.

"Chan.." suara parau jeno yang berkali kali memanggilnya akhirnya membuat haechan terbangun.

"Apaan?" Jawab haechan dengan mata masih terpejam, mendengar tidak ada jawaban, haechan terpaksa membuka matanya dan melihat sahabatnya sudah terduduk di lantai dengan mata berair.

Haechan refleks duduk dan memegang bahu jeno "jen.. woi.. kenapa nangis? Lo mimpi buruk?" Tanya haechan, ia menghapus air mata jeno.

Jeno menggeleng pelan, dalam hatinya ia berteriak seharusnya bukan ia yang menangis dan ditenangkan.

"Terus kenapa jen?? Masa iya sih lo kangen mama... kan udah gede gini...., apa lo mau balik??? Gue telfonin tan--"

"--chan.. dengerin gue" potong jeno sebelum haechan mengambil handphone di meja kecil didekat sofa. Merasakan tangan jeno di lengannya membuat atmosfir di ruangan terasa lebih menegangkan.

"Kita abis ini pergi dulu.., nanti kita pastiin disana sama sama.." haechan masih terdiam merangkai perkataan jeno, dibalik itu hatinya sudah berdegup tidak karuan, sebelum ia tidur tadi, sejujurnya ia juga merasakan perasaan tidak enak menghinggapi hatinya dan sungguh haechan tidak ingin perasaan tidak enak itu jadi kenyataan.

"Bunda sama ayah ya jen?" Tanya haechan, tetapi sebelum jeno menjawab, percakapan mereka terpotong oleh ketukan pintu rumah haechan.

.

.

.

.

.

"Sayang.. yang kuat ya.."

beberapa orang menghampiri haechan yang sudah berdiri mengenakan kemeja serba hitam ditemani dengan jeno disampingnya. Semua yang datang rata rata adalah kolega ayah dan bundanya. Mereka datang, menepuk pundak haechan pelan dan mengucapkan kata yang sama. Bagimana anak sekecil ini bisa kuat ditinggal oleh kedua orang tuanya?

Kemana keluarga besar haechan? Kedua orang tuanya adalah anak tunggal, apalagi setelah adik bundanya meninggal. begitupula dengan kedua kakek dan nenek haechan yang sudah tiada semenjak haechan kecil, yang tersisa hanyalah mantan istri dari adik bundanya. Tante mina namanya. Jadi secara tidak langsung sebenarnya haechan sudah tidak memiliki keluarga lagi di dunia ini.

Pandangannya menatap kosong kearah foto kedua orang tuanya yang berjejer di atas gundukan tanah. Jeno disampingnya terus memperhatikan haechan dalam diam.

Haechan tidak menangis semenjak perjalanan tadi malam ke rumah sakit, bahkan tidak mengucapkan sepatah katapun. Membuat jeno semakin kebingungan

"Echan.., kuat ya nak ya.. echan punya jeno" haechan menatap ibu jeno dibelakangnya sambil meremas bahu kecil haechan lembut. berusaha menenangkan anak berumur 15 tahun itu. Haechan mengangguk pelan.

.
.

"Bunda bilang bakal pulang kok jen" itu merupakan kalimat pertama yang diucapkan oleh haechan setelah hampir semua orang meninggalkan haechan disana dengan jeno yang masih setia disampingnya.

"Bunda bilang, mau dengerin cerita dramanya jen" kali ini suaranya mulai parau, jeno mengencangkan genggamannya pada bahu haechan

"Besok echan mau nonton balap sama ayah kan jen.. ayah mau ajarin echan naik motor kok... ayah boong sama echan yah?" Haechan terduduk bertumpu pada kedua lututnya, air matanya sudah tidak terbendung lagi kali ini. ia menangis ditemani jeno yang sedang berusaha menenangkan haechan dari samping

"Echan belom minta maaf yah!!!" Teriak haechan diiringi dengan suara tangis, baik tangis haechan maupun jeno.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

1 tahun berlalu begitu saja..

Haechan sekarang sudah menduduki bangku SMA, bersama dengan jeno dan juga kawan kawan lamanya di SMP yaitu Jaemin dan Renjun. Haechan kembali menjadi anak yang banyak omong dan sering bersenda gurau , bahkan seringkali bertengkar saat membela teman temnnya. Jarang terlihat raut sedih dari wajah haechan, terutama saat berkumpul bersama.

Tapi dibalik itu jeno tau, sahabatnya memendam rasa sepi dan luka yang sangat dalam. setidaknya, itu yang selalu jeno lihat sampai hari ini..
.
.
.
.

Kritik dan saran diterima :))

Potret haechan dan jeno saat SMP

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Potret haechan dan jeno saat SMP

SUN WITHOUT SHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang