14. | Hakikat Huruf Nun

41 17 14
                                    

(Nailil Ulya Wafiyyah)

Happy Reading..
.
.
.

Terlihat kedua gadis yang berbisik mencari jawaban. tak heran saat bangun ditengah malam yang menjadi kebiasaan ketiga remaja dikamar ini yang selalu berusaha melaksanakan ibadah sholat Tahajjud berjamaah. Sekarang pun sedikit berubah dan canggung, pasalnya nailil dan ara yang bingung antara membangunkan jiwa yang tadi malam menangis tersedu pada mereka atau membiarkan gadis yang masih menutup matanya itu menjelajahi mimpi dalam selimutnya.

"Udah, bangunin aja.. Waktunya doa dihijabahin nih jam segini.. Ntar dia nyesel kalo gak bangun" terang nailil berbisik.

Ara mengambil sepasang mukenah dan membalutkan dalam tubuhnya, segera ia menghampiri dan membangunkan partner belajarnya itu.

Ara yang sedikit ragu mengayunkan tangannya pelan, "dede.. Dede.. Tahajjud dulu yukk" katanya dengan mengelus bahunya halus.

Terlihat mata sembab dewi yang sedikit terbuka, segera ia mengambil posisi duduk dan menatap wajah ara dipagi yang petang ini penuh cahaya dengan balutan mukenah bermotif bunga berwarna merah muda.

"Tahajjud yukk, nailil masih wudhu" tambahnya sambil tersenyum.

Dewi tak menjawab, hanya anggukan dan senyum sendu miliknya lah ia keluarkan. Segera ia berdiri menuju kamar mandi dalam ruangan itu, dengan tak lama kemudian mengambil sepasang alat sholat dan menggelar sajadah sebelah nailil, dan dibelakang ara. Posisi ini sangat jarang ia lakukan, pasalnya ara sangat jarang mau mengimami mereka sholat berjamaah, biasanya pun yang menjadi imam dalam sholat mereka bertiga tidak lain nailil atau dewi sendiri.

Setelah melakukan berbagai sholat sunnah malam tahajjud, hingga berakhir dan ditutup dengan sholat Hajad yang selalu rutin mereka lakukan. Kiri terlihat dari ketiganya sama sama menengadahkan tangannya seraya berdoa kepada Allah.

Nailil dan ara selesai memanjatkan doanya hingga ara yang menoleh pada dewi yang mendapatinya menangis diam dan memejamkan matanya, tangannya masih pada posisi sama menengadahkan didepan dada dan telapak menghadap atas.

Melihat itu, ara tak menyadari bahwa ia ikut larut dalam kesedihan yang dirasakan temannya. Ara mendekatinya dan melengkungkan lengannya pada tubuh dewi yang sedikit bergetar. Nailil yang mengetahui suasana haru tak tinggal diam, iapun ikut merangkul kedua temannya.

"Sabar ya de" kata nailil, "mungkin ini jalan terbaik buat kamu. Allah menjauhkannya demi kebaikan kamu" tambahnya.

Dewi kembali meraupkan tangannya dan berkata lirih "Aminn". Membuka matanya dan tersenyum sendu pada kedua sahabatnya.

Ara merenggangkan pelukannya, "dewi yang kita kenal dia kuat, hebat, gak pernanh mengeluh. Jadi belajar terima apa yang menjadi goresan hidup kamu ya!" katanya.

"Bener kamu ra, kamu inget gak dulu ustadzah rafika pernah jelasin waktu jam ngaji kitabnya, katanya kita itu harus belajar dari huruf nun, inget nggak hakikat huruf nun dalam kehidupan itu apa??" tanya nailil

Ara mengangguk, "boleh aku yang jawab??" sambil tersenyum lebar.
Nailil hanya mengangguk, mengiyakan perkataan ara.

"Dalam dunia tajwid, katanya ustadzah rafika huruf nun adalah huruf yang paling mudah berbaur dengan huruf lainnya. Selain itu huruf nun juga banyak sekali jenisnya, seperti nun tasniyah, nun sukun, dan masih banyak lagi. Nah, contoh nya huruf nun sukun. Dalam kitab tajwid menjelaskan hukun nun sukun atau tanwin itu ada 6 yakni idzhar, idgham bigunnah, idgham bilagunnah, iqlab, dan ikhfa'. Pasti dari situ kita tahu kalau nun sukun mudah sekali berbaur dengan suasana. Dari sini katanya ustadzah rafika bisa kita ambil hikmahnya dan diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Seperti kalanya saat ini yang dewi jalani, dia harus bisa menyesuaikan keadaan dan suasana seperti layaknya huruf nun yang bisa memposisikan dirinya sebagaimana baiknya" kata ara yang sangat panjang.

Date And Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang