Kini tiba lah hari nya. Jam delapan pagi Jefri lebih dulu menjemput Anjani dirumah, baru lah setelah itu mereka pergi ke kostan Narendra.
Kantong dengan jumlah 200 itu sudah disusun dengan rapi di mobil Jefri dan Jeno. Tujuan awal mereka adalah tempat anak-anak yang biasa ngamen di lampu merah dibawah jembatan. Lalu anak-anak yang bekerja sebagai tukang angkut di pasar.
Dan tempat yang terakhir adalah mereka akan pergi ke dunia Neverland. Anak-anak Neverland dengan sengaja mereka undang untuk datang. Selain ingin membagikan kebutuhan untuk anak-anak itu, mereka juga akan melakukan pertunjukan kecil.
"Sudah siap semua kan?" Tanya Jefri memastikan.
"Sudah bang" ucap Jeno setelah mengecek barang-barang.
"Eh tunggu..hampir aja lupa gue bawa gitar" Ecan balik lagi kedalam kost untuk mengambil gitar milik nya.
"Untung belum jalan" Anjani menggeleng kepala.
Tidak lama Ecan datang dengan tas gitar dipunggung nya.
"Ayok jalan"
Mobil Jeno di isi dengan Jeno, Ecan dan Rendy. Lalu di mobil Jefri diisi dengan sang pemilik mobil sendiri Anjani dan Narendra. Anjani duduk di belakang atas perintah Narendra, dia bilang ia tidak mau jadi nyamuk.
Butuh waktu satu jam lebih untuk meraka sampai ditempat tujuan awal karena pagi ini Jakarta kembali macet.
Sangat mengesalkan memang, namun mau bagaimana mana lagi. Inilah dunia dan segala macam sesak didalam nya.
Setalah berhasil melewati kemacetan itu, mereka sampai. Meski agak riwet untuk mencari tempat memarkir kan mobil. Salah-salah memarkirkan mobil yang ada nanti malah kena tilang. Makin runyam urusan.
Matahari sudah setengah naik, sudah hampir jam sepuluh pagi. Debu dan polusi dimana-mana. Tapi semangat mereka semakin berkobar seperti panas nya matahari.
"Yok kumpul dulu" Narendra memberi arahan.
Mereka berkumpul membuat bulatan kecil. Narendra menatap satu-satu teman-teman nya dan tersenyum.
"Mari kita berdoa dulu minta kelancaran dan keberkahan dari Allah. Ini semua terjadi atas kehendak Allah, semoga apa yang kita tanam bisa menuai hasil yang baik..berdoa mulai"
Mereka semua menadahkan tangan sambil memejam kan mata. Berdoa dalam hati kepada sang pencipta.
"Selesai.." ucap Narendra.
"Ayok kita mulai misi rahasia nya...semangat!"
"SEMANGAT!!" Ucap mereka serentak sambil mengepalkan tangan.
Satu persatu kantong telah dibagikan kepada anak-anak yang membutuhkan. Senyum manis tertoreh di wajah anak-anak itu masing-masing. Kata syukur dan terima kasih selalu terucap dari bibir kecil mereka.
Sekuat tenaga Anjani menahan air mata nya agar tidak tumpah. Anak-anak ini bahkan diantara mereka ada yang belum menginjak umur sepuluh tahun. Masih terlalu kecil untuk mereka merasakan keras nya dunia beserta isi nya ini.
Umur yang sepatut nya merasakan indah nya masa sekolah, masa kanak-kanak, bermain bersama teman sebaya hingga lupa waktu, tertawa dengan bahagia.
Tapi semua itu sirna hanya karena keterbatasan ekonomi yang mereka alami. Tawa memang masih ada diwajah mereka. Tawa palsu untuk menutupi lelah nya batin dan fisik.
Syukur. Kata itu tercantum dengan baik dibenak Anjani. Itu bersyukur hadir dikeluarga sederhana yang setidak nya mereka tidak mengalami kesulitan finansial.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuliah [REVISI]
أدب الهواة[SELESAI] Ini tentang Kuliah. 𝘑𝘶𝘨𝘢 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘪𝘴𝘢𝘩 𝘬𝘦-"𝘜𝘞𝘜"-𝘢𝘯 𝘑𝘦𝘧𝘳𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘈𝘯𝘫𝘢𝘯𝘪. Ⓒ Rinai Senja, November, 2019.