"Kalau begitu kita pisah aja ya kak"
Jefri menatap Anjani tidak percaya. Jefri menyentuh kedua belah pipi Anjani membawa wajah itu untuk menatap mata nya.
"Dek...." lirih Jefri.
Luka. Dimata mereka berdua tersirat kata luka. Anjani balik menyentuh pipi Jefri dan tersenyum. Kali ini senyuman tulus seperti biasa.
"Jadwal berangkat nya kapan?" Tanya Anjani.
Jefri tidak langsung menjawab, lidah nya terlalu kelu.
"...tiga hari lagi" jawab Jefri pelan.
"Makasih ya kak udah bersama aku selama dua semester ini. Udah mau jadi teman ngombrol, makan bersama, maaf ngerepotin karena sering minta diantarin pulang, makasih untuk perhatian dan kasih sayang kakak ke aku selama ini"
Anjani terkekeh pelan saat mengingat kembali momen awal mereka bertemu hingga detik ini. Kemudian Anjani menghapus air mata Jefri. Air mata Anjani sudah tidak menetes lagi, meski sekuat tenaga Anjani menahan diri agar tidak egois dan menangis lagi depan Jefri.
"Kakak nggak mau kita pisah..kita masih bersamakan, Hm? Iya kan sayang?" Ucap Jefri mendesak.
Anjani menggelengkan kepala nya dan memeluk Jefri membenamkan diri kedalam pelukan hangat seorang Jefri untuk yang terakhir kali nya.
Bohong kalau Anjani tidak sakit saat meminta mereka untuk berakhir. Tapi Anjani tidak ingin egois, Jefri harus mengejar impian nya. Impian yang ia perjuangkan mati-matian. Anjani tidak ingin impian Jefri hancur karena dirinya yang egois ini.
Biarkan lah bintang, bulang, langit dan seisi semesta diranca upas ini menertawakan dirinya. Menertawakan dirinya yang bodoh karena melepas seseorang seperti Jefri.
—-
Pukul sebelas malam mereka sampai di jakarta. Tidak ada pembicaraan selama perjalanan pulang. Anjani memilih untuk pura-pura tidur dan Jefri fokus menyentir.
Mobil Jefri berhenti didepan pagar rumah Anjani. Jefri melirik Anjani yang menyenderkan kepala di jendela kaca, sebenarnya dirinya tau jika Anjani tidak benar-benar tidur.
Hening. Untuk beberapa saat hanya ada kesunyian diantara mereka. Anjani menegakkan kepala dan melepas sabuk pengaman.
"Makasih buat hari ini kak, hati-hati nyetir nya. Selamat malam" Ucap Anjani sambil membuka pintu mobil namun pergerakannya terhenti ketika mendengar ucapan Jefri.
"Kakak tunggu kamu di bandara hari minggu pukul tujuh malam, semua tergantung sama kamu, kalau kamu milih untuk datang hubungan kita nggak akan berakhir. Tapi, kalau kamu milih untuk tidak datang berarti....hubungan kita memang benar-benar berakhir" ucap Jefri tegas.
Tanpa membalas perkataan Jefri, Anjani turun dari mobil tanpa menoleh sedikit pun kearah Jefri. Genggaman erat pada setir mobil membuat buku-buku jari Jefri memerah. Dan setalah Anjani menutup pintu Jefri melajukan mobil nya tanpa meninggalkan lambaian, senyuman, dan bunyi klatson mobil seperti biasa nya.
Setalah mobil Jefri hilang dari padangan. Anjani terduduk diatas aspal. Seluruh tubuh nya lemas seperti mati rasa.
"Hiks.hiks..maaf kak...hiks"
Isakan yang terdengar pilu itu terdengar jelas. Anjani bahkan sampai memegangi bagian dada nya untuk menahan rasa sesak dihati.
Ditatapnya jalanan depan pagar rumah. Tempat dimana Jefri menyatakan perasaan kepada Anjani enam bulan yang lalu.
Anjani bangkit dari duduk nya dan menghapus air mata meski isakan kecil masih keluar dari bibir. Ketika melewati pagar rumah dapat Anjani lihat dua burung merpati putih dalam didalam kandang yang tergantung di depan teras rumah.
![](https://img.wattpad.com/cover/204953917-288-k312231.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuliah [REVISI]
Fiksi Penggemar[SELESAI] Ini tentang Kuliah. 𝘑𝘶𝘨𝘢 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘪𝘴𝘢𝘩 𝘬𝘦-"𝘜𝘞𝘜"-𝘢𝘯 𝘑𝘦𝘧𝘳𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘈𝘯𝘫𝘢𝘯𝘪. Ⓒ Rinai Senja, November, 2019.