Salon

20 2 0
                                    

"Wow, aku suka potongan rambut ini, kekinian sekali. Billy, kamu suka tidak?" kubertanya pada ahli khusus rambutku di salon langganan.

"Aku tidak suka, karena ini kan seleramu dan permintaanmu," jawab Billy.

Aku tidak pernah paham ia selalu berkata demikian. Selalu tak pernah menyukai hasil potongannya sendiri. Walaupun itu adalah permintaanku, seharusnya ia tidak menjawab seaneh dan semenyebalkan itu.

Satu minggu kemudian aku ingin mengganti gaya rambutku lagi, dan terpikir, bagaimana kalau kali ini potongannya sesuai kesukaan Billy. Aku penasaran, bagaimana seleranya.

"Loh sudah kemari lagi. Kenapa? Suamimu gak suka ya model potongan yang kemarin?" tanya Billy kebingungan.

"Tidak kok, dia suka, tapi aku mau mengganti modelnya, dan inginku adalah, potongan kali ini harus sesuai kesukaanmu ya."

"Wah? Tumben sekali. Kamu yakin? Kalau benar, kamu adalah orang kedua loh yang memintaku demikian," jawab Billy dengan senyum yang sumringah.

"Loh, orang pertamanya apa kabar sekarang?"

"Justru itu, dia tidak kesini lagi, mungkin dia menyesal karena minta selera potonganku."

"Kupastikan tidak begitu. Ayo Billy," ucapku memangkas percakapan yang berlarut jauh dan jadi sedih.

"Baiklah kalau maumu begitu."

Jari Billy mulai menunjukkan kelihaiannya yang kali ini nampak lebih semangat dan sumringah dari biasanya, lalu Billy mengeluarkan pisau cukur yang selama ini tak pernah kulihat, benar-benar spesial ternyata.

"Aaaaaaaaarrghhh!" teriakku merespons belaian horizontal pisau tadi pada leherku. Ruangan ini terlalu kedap suara hingga tak terdengar keluar. Darah segar bercipratan ke tembok dan cermin di depanku. Billy tampak sunyi sambil terus mengoyak lembut namun pasti. Hanya suara napasnya yang terengah-engah. Lalu kudengar dengan setengah sadar ia berkata,

"Satu hal yang perlu kau tahu, ketika menyukai sesuatu aku akan benar-benar memilikinya."

Cerita Tapi Singkat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang