Usai merapikan gelimpangan kertas dan berkas ke tiap saku-saku penyimpanannya, ku beralih untuk memastikan seluruh pegawai telah kembali ke peluk pasangannya masing-masing, tersisa seorang satpam di ruang petakan yang acap kali membekaliku sebuah senyum hati-hati di jalan pulang.
Kini aku yang ditodong angin malam dengan pijak becek trotoar. Tiada masalah, sudah ku hatamkan diri dari gemetarnya.
Malam selalu kalut oleh rindu, di pojok jalan itu selalu kutemui singgahan merupa obatku.
Tujuh tahun lalu persis di sana ku pukuli dan ku terjangi setiap manusia yang mau menepikannya, memindahkannya, bahkan memusnahkannya, hari ini tak perlu lagi, telah ku beli sepetak tanah yang berdirikan meja reot itu dengan harta yang ku punya.
Di seberang, dari rongsok bangku dan meja sekolah dasar itu lah meja ini ku akali sehelai kayu tipis dengan paku karat hasil kemis-ku ke penambal ban.
Reotnya, mengantar memori pada kerut pipi mamak menyambut pelanggan.
Lapis kayu yang menganga menyadarkan aku yang kurang teliti menyeka bekas minyak.
Lalu sebilah pisau karat di selanya, menjadi kenangan terakhirku pada mamak yang terhujam tepat di lambung kala seorang pria kelaparan tiada uang merenggut seluruh gorengan kami.Pria itu kujumpai tiap pulang kerja sampai hari ini, membekali sebuah senyum hati-hati di jalan pulang dari ruang petakannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Tapi Singkat
LosoweKusuguhi rekan-rekan pembaca dengan yang ringkas-ringkas saja. Semoga suka. Jangan lupa berkomentar, kutunggu kritik dan sarannya, kalau suka, jangan lupa bilang-bilang, eh maksudnya masukan ke reading list atau perpustakaannya, supaya bisa terpanta...