Hubungan suami-istri bukan sekadar milik mereka saja.
"Masuk," titah Bian saat mendengar ketukan pintu.
Arisetya tersenyum dari balik pintu lalu mendekati kakaknya. Sebenarnya ia enggan melakukan ini, tetapi rasa penasaran juga takut benar-benar sudah menguasai.
Di keluarga Soejarmoko sudah tercipta satu kondisi yang menjadi kesepakatan bahwa tidak berhak bertanya bila memang si Empunya masalah tidak mau bercerita.
Dalam kasus ini, rasa khawatir Arisetya mengalahkan tradisi itu. Ia sudah duduk di hadapan Bian, memasang wajah serius, berharap kali ini kakaknya mau menjawab semua secara jujur.
“Ada apa, Ris? Tumben, jam segini kamu sudah ke kantor pusat,” tanya Bian.
“Mas, lagi sibuk, ya? Begini, Mas,” ujarnya ragu.
“Kenapa? Enggak biasanya kamu kaya gini,” tanya Bian sementara matanya tetap terpaku pada lembaran dokumen.
"Mas, begini, katanya dua hari yang lalu istri direktur Jaya Konstruksi buat keributan di sini. Benar, Mas?" tanya Arisetya sembari memainkan ujung meja Bian.
Bian sedikit menurunkan kacamata, menatap adiknya dengan curiga. "Kamu tahu dari mana?" tanyanya.
Seperti petasan yang tersulut. Arisetya mulai membombardir Bian dengan banyak pertanyaan.
"Kejadian Erika labrak Mbak Marissa, benar. Lalu, soal bayi itu, tentu saja salah,” jawab Bian dengan tegas.
Arisetya diam.
Bian berusaha untuk tersenyum, matanya kembali pada helai kertas yang masih digenggam. Ia sedang meninjau ulang kontak kerja sama dengan pihak Jaya Konstruksi. Setelah kejadian kemarin, tentu saja ia enggan berurusan lagi dengan Samuel. Walau ini mencederai prinsipnya tentang sikap profesionalisme. Namun, hal ini layak untuk dipertimbangkan. Ia tidak ingin, kelak Samuel masih bisa mondar-mandir di perusahaannya.
"Soal bayi itu, apa ... Mas yakin?" Arisetya memelankan suaranya, khawatir Bian akan merasa tersinggung.
Bian meletakkan kembali helai kertas itu lalu melepaskan kacamata untuk menatap Arisetya secara langsung. Tepat beradu mata.
“Maksud kamu apa?”
Arisetya menelan ludah, khawatir Buan akan murka. “Maksud aku, tuduhan Erika tentang bayi Mbak Rissa,”
"Sekarang, Mas tanya balik. Kamu enggak percaya sama Mbakmu? Kamu ragu sama dia?" cecar Bian.
"Maksud aku, kadang ada kesalahan yang enggak sadar kita lakukan," lirih Arisetya.
Bian mengernyit. "Maksudnya? Kamu ngomong muter-muter. Maksud kamu apa, Ris?” desak Bian.
"Mas, ingat enggak pesta ulang tahun Peter Smaug beberapa bulan yang lalu?” tanyanya.
Bian terdiam kemudian kembali menatap Arisetya. “Ya, Mas ingat,”
“Dulu, Nastiti hadir, dia sempat lihat Mbak Marissa minum wine yang disajikan!"
Rahang Bian mengeras. “Maksudnya?”
"Mas, sayangnya Nastiti enggak ketemu lagi sama Mbak Rissa, hanya saja ada yang bilang kalau Pak Samuel bantu Mbak Rissa kembali ke kamar.”
Satu jawaban akan pertanyaan yang selama ini dibisikkan hati Bian seakan menemui jalannya. Ia menatap Arisetya, tak percaya.
“Enggak yakin, sih, tetapi malam itu sepertinya mereka tidur satu kamar," Arisetya memelankan suaranya di ujung kalimat. "Aku khawatir mereka enggak sadar dengan apa yang sudah dilakukan,” tambahnya.
Bian sungguh berusaha keras untuk berpikir serta memaksa tubuhnya berhenti gemetar. Sejenak ia memejamkan mata, lalu kembali menatap Arisetya.
“Ris, Mas ... enggak tahu soal itu, soal ....” Bian kembali tertunduk. Jantungnya seakan dihunus ribuan pedang.
“Mas, Aris enggak tahu, ini semua baru gosip, Mbak Rissa bisa kasih jawabannya,” lanjut Arisetya.
Berkali-kali Bianenarik napas dalam-dalam. “Kalau hal itu benar terjadi, Marissa pasti cerita sama Mas dan soal wine, dia melakukan itu untuk menjaga kredibilitas Soejarmoko Grup,” bela Bian, “kamu tahu perangai Peter Smaug, ‘kan?” tambahnya berusaha menstabilkan deru napas.
“Mas, tapi—“
"Ris, kalau kita sebagai keluarga enggak mau percaya, siapa lagi yang bisa percaya?” potong Bian..
“Ya, maksud aku, Mbak Rissa bisa klarifikasi, minimal ke Mas,” tegas Arisetya.
"Untuk apa? Aris, apa Nastiti dengar ini dari Erika? Kamu yakin ini benar atau hanya karangan saja? Mas tahu mereka cukup dekat, tapi itu bukan satu alasan kalian untuk menyalahkan Marissa!" lanjut Bian yang mulai terpancing emosi.
![](https://img.wattpad.com/cover/224932735-288-k517979.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandaran Hati (End)
Romance"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu! Mari kita bercerai!" ****** Tahun ini pasangan Marissa dan Bian merayakan hari jadi pernikahan mereka yang ke-15. Satu saja yang mereka inginkan, yaitu kehadiran si buah hati. Mengungkapkan sebuah rahasia di ten...