Jauh di dasar hatiku, engkau masih kekasihku.
Hatinya meragu saat mobil Bian terlihat di area parkir rumah sakit. Namun, Marissa memantapkan hati, membulatkan keputusan. Dilihatnya Bian menumpu wajahnya di atas kemudi. Marissa memberanikan diri mengetuk jendela mobil lalu masuk tanpa dipersilakan.
Sekilas Bian melirik istrinya yang juga kikuk memosisikan diri sendiri.
"Sudah dengar semuanya?" tanyanya pelan. Marissa mengangguk pelan. "Masih yakin dia adalah anakku?" tanyanya lagi.
Marissa diam lalu menatap Bian. Ingin sekali memeluk pria itu dan menangis dalam dadanya.
"Kenapa ... menyembunyikan semua sendirian, Mas?" tanya Marissa menahan sesak.
Bian tertawa lepas. Bulir bening terlepas dari mata, mengalir di pipi, tumpah ruah seiring derai tawa menyedihkan.
"Alasan yang sama. Mungkin sama dengan apa yang coba kamu sembunyikan dariku. Enggak! Kamu menyembunyikan ini untuk melindungi Samuel. Apa sebenarnya yang dia katakan benar? Apa kamu menerima lamaranku hanya untuk melarikan diri darinya?" cecar Bian.
Marissa terdiam. Hatinya menjerit-jerit. Ia harus coba memahami perasaan Bian. Namun, tidak sepatutnya Bian mengatakan hal itu.
"Setelah mendengar semuanya dari Dokter Mieke, enggak ada lagi keraguan dalam hatiku. Anak ini adalah darah dagingmu, Mas," lirih Marissa.
"Bagaimana mungkin?"
"Semua yang terjadi, kehamilan setelah kejadian itu, memang menyudutkan kemungkinan anak ini milik Samuel. Hanya saja, firasatku mengatakan bahwa anak ini milikmu, Mas," tutur Marissa.
"Firasat? Hanya firasat?" cibirnya.
"Mas, aku yakin, semua usahamu ... anak ini adalah bukti kebesaran serta kasih sayang Tuhan padamu, Mas," bujuknya lagi.
"Pendirian juga keputusanku tetap sama, syarat yang aku ajukan tetaplah sama!" tegas Bian.
"Aku enggak bisa menyerah akan bayi ini, anak kita, cinta kita," lirih Marissa.
"Aku mandul!! Aku enggak akan bisa memberikan kamu anak!! Kenapa kamu tetap meminta aku mengambil jalan perpisahan?!" bentak Bian."Perceraian memang dibenci Allah, tetapi dengan aku menurutimu, selamanya kita akan mendapatkan laknat-Nya, Mas," sanggah Marissa.
"Jangan berkhotbah di hadapanku!" sentak Bian.
"Aku minta sama kamu, aku mohon dengan sangat, jangan curigai rasa cintaku sama kamu, Mas. Demi Allah, aku menyesali semuanya, Aku enggak akan mencecar kamu akan alasan kamu menyembunyikan masalahmu dariku. Aku percaya itu semata untuk membuat kita lebih bahagia," lirih Marissa.
Bian menggigit sedikit bibir. Sungguh, entah apa yang membuatnya begitu terluka, ia sama sekali tidak meragukan kesetiaan Marissa. Hanya saja itu terjadi, kebodohan Marissa. Kesalahan terbesarnya adalah memilih menyembunyikan fakta Samuel sudah merudapaksa dirinya.
"Aku enggak akan mengubah keputusanku! Perceraian akan terjadi bila kamu ingin tetap bersama anak itu!"
"Inikah yang kamu mau, Mas? Benarkah ini caramu?"
Bian terdiam.
Marissa menunduk, air matanya kembali jatuh bercucuran. "Aku ikhlas akan semua keputusan yang akan kamu ambil, Mas, semuanya. Kamu adalah orang yang selalu bisa bijak dalam mengambil keputusan dan aku akan selalu menunggumu," lanjutnya lalu keluar dari mobil Bian.
Penantian itu ... sia-sia.
***
Lusi hampir terjengkang dari kursinya saat menerima email pengumuman dari presiden perusahaan yang tak lain adalah Rakabian Soejarmoko.
Email itu menegaskan bahwa Marissa Aprilia Yuswandari mengundurkan diri dari jabatannya lalu mengangkat Arisetya sebagai pengganti sementara dan ia sendiri sebagai asisten pribadi Arisetya.
Hampir setengah berlari, Lusi bergegas menuju ruangan Bian yang ternyata sudah dipenuhi beberapa manajer lain. Beberapa hari belakangan, Bian tampak sangat berbeda dari sifatnya yang dulu terkenal lembut penuh kasih sayang. Sekarang dia tampak seperti seekor singa liar yang kelaparan.
Sejenak Bian mengedarkan pandangan pada semua yang sudah duduk terdiam di ruang rapat. Untuk sesaat matanya berhenti di salah satu kursi kosong tepat di sampingnya. Kursi Marissa.
"Mulai hari ini, Ibu Marissa bukan lagi bagian dari Soejarmoko Grup!" tegasnya yang dijawab bisikan semua. "Seperti yang sudah saya umumkan, untuk sementara Bapak Arisetya akan dibantu Ibu Lusi mengurus semua yang diperlukan. Kondisi Ibu Marissa enggak lagi memungkinkan untuk bekerja dengan maksimal di perusahaan ini," ungkapnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/224932735-288-k517979.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandaran Hati (End)
Romance"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu! Mari kita bercerai!" ****** Tahun ini pasangan Marissa dan Bian merayakan hari jadi pernikahan mereka yang ke-15. Satu saja yang mereka inginkan, yaitu kehadiran si buah hati. Mengungkapkan sebuah rahasia di ten...