Keesokan harinya, sepulang sekolah, Yoonji mengajak Jimin untuk menemaninya bertemu eommanya. Jimin pun hanya mengikutinya tanpa tau kalau eomma Yoonji sudah meninggal. Jimin terkejut tentu saja saat Yoonji membawa dia ke pemakaman. Yoonji berhenti di sebuah pohon besar yang agak jauh dari makam lainnya.
"Eomma dikubur di sini. Sengaja kepisah dari yang lain. Waktu itu kita kubur abu eomma sama benih pohon. Ga kerasa pohonnya udah segede ini aja," Yoonji mendongak melihat betapa tingginya pohon itu.
"E-eomma kamu..."
"Iya. Dia udah meninggal pas gw umur 10 tahun."
"Maaf, gw kira dia masih hidup."
"Ga apa-apa," Yoonji tersenyum pada Jimin sebelum kembali menghadap pohon besar itu.
"Eomma apa kabar di sana? Aku di sini bahagia kok jadi eomma ga usah khawatir ya? Aku juga bawa temen aku ke sini, kenalin namanya Jimin. Ayo Jim kasih salam," Jimin agak ragu tapi dia langsung menunduk.
"Sa-saya Jimin," Yoonji tersenyum melihatnya.
"Tapi eomma tau ga? Ah eomma pasti tau segalanya. Appa dateng lagi. Aku ga suka kalo appa sering dateng dan bilang dia nyesel. Kenapa dia ga nyesel dari dulu sih? Bahkan pas eomma dikubur, mungkin dia lagi seneng-seneng sama wanita lain. Aish pokoknya aku benci appa!" Yoonji membicarakan semuanya pada eommanya.
"Appa bilang dia mau aku sama oppa tinggal di rumahnya. Cih dia mungkin udah gila. Apa aku harus bawa dia ke rumah sakit jiwa sesekali? Buat ngecek kejiwaannya aja. Sumpah deh aku kesel banget. Udah gitu aku selalu mimpiin dia lagi, gimana makin ga kesel?" Yoonji menghela napas kasar.
"Kalo aja ada eomma di sini, eomma pasti ikut ngerasain semuanya kan? Tapi eomma udah bahagia di sana. Jangan khawatir, aku sama oppa bakal bisa nanganin ini. Tapi kalo aku udah nyerah, bantuin ya? Hehehe," Yoonji tersenyum.
"Pulang yuk Jim, gw cuman mau ngomong itu doang," Yoonji berpaling ke Jimin.
"Itu aja?" Yoonji mengangguk.
"Bye eomma," Yoonji berjalan mendahului Jimin dan diikuti Jimin.
"Selama ini lu ngerasa kayak gitu?" tanya Jimin begitu mereka keluar dari area pemakaman.
"Kayak gitu gimana?"
"Kesel, capek. Selama ini lu mendem semuanya sendiri?"
"Ngga, gw kadang cerita ke oppa gw. Gw jarang cerita ke temen gw."
"Termasuk Jihyo sama Yeri?"
"Iya. Mereka cuma tau kalo gw benci appa gw, tapi mereka ga tau detailnya. Mereka juga ga tau kalo appa gw dateng lagi."
"Lain kali jangan ragu buat cerita ke gw. Lu bisa cerita ke gw kapan aja lu mau," Jimin mengelus kepala Yoonji lalu menggandeng tangannya. Mereka memang belum berpacaran, bisa dibilang hubungan mereka sedikit rumit. Lebih dari sekedar teman tapi tidak pacaran.
"Mau pulang aja?" tanya Jimin di tengah jalan.
"Iya, gw mau istirahat," Jimin hanya mengangguk lalu mengantar Yoonji ke rumahnya. Saat Yoonji sudah dekat dengan rumahnya dia melihat appanya di depan pintu rumah seperti sedang menunggu.
"Aish, mau sampe kapan sih nungguin?" Yoonji berhenti sebentar memandangi appanya. Jimin juga menyadari ada appa Yoonji di situ.
"Lu mau masuk?" tanya Yoonji.
"Boleh?"
"Boleh. Yuk," Yoonji sengaja menggandeng tangan Jimin dan akhirnya appanya menyadari mereka berdua.
"Yoonji?" appanya terlihat bingung saat Yoonji membawa Jimin masuk ke rumahnya tapi appanya tidak bisa melakukan apa-apa, dia hanya terdiam antara bingung dan kaget putrinya berani membawa masuk laki-laki ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent || Jimin✔️ [COMPLETED]
FanfictionKatanya, SMA adalah masa terindah jadi jangan sia-siakan masa SMA. Katanya, kalau SMA tidak dilalui dengan baik maka kita akan menyesal di kemudian hari. Semua hanya berdasarkan 'katanya' bagi Yoonji. Menurutnya tidak ada yang spesial di masa SMA, s...