22

59 10 1
                                    

"Aku kira semuanya sudah sempurna. Semuanya baik-baik saja sampai umur aku berumur 6 tahun. Aku masih tidak mengerti apa-apa waktu itu, tapi appa berubah menjadi orang yang sangat berbeda. Suatu hari, tengah malam, aku terbangun karena bunyi dari luar kamarku. Aku yakin itu suara langkah kaki dan aku langsung keluar untuk melihat appa yang akan membuka pintu dengan koper yang cukup besar.

Aku mendekatinya, tapi dia mendorongku hingga terjatuh. Appa membentakku dan bilang 'kau bukan anakku menjauhlah dariku.' Aku tidak mengerti apa yang dikatakannya waktu itu jadi aku berdiri lagi dan memeluk kakinya. 'Yoonji anak appa, Yoonji sayang appa,' kataku sambil mengeratkan pelukanku. 'Menjauh dariku! Eommamu itu pelacur, dan kau bukan anak kandungku,' teriak appa sambil berusaha melepaskan kakinya. Aku pun mengalah dan melepaskan kakinya, membiarkannya pergi. Aku tidak pernah menyangka, kepergian appa waktu itu akan mengubah kehidupanku.

Eomma sangat sedih saat suaminya pergi begitu saja. Dia sedikit depresi tapi dia selalu bangkit lagi. Di sisi lain, appa sudah memiliki keluarga kecil lain. Dia punya seorang kekasih yang cantik dan juga anak yang seumuran denganku, iya itu Hyungseok. Appa sudah berselingkuh bahkan sebelum aku lahir. Saat aku berumur 7 tahun, appa memutuskan untuk bercerai dengan eomma dan menikahi kekasihnya.

Eomma kembali terpukul lagi saat itu. Bagaimana tidak? Mereka baru bercerai dan suaminya sudah menikah lagi. Tapi eomma tetap bisa bangkit lagi, dia wanita yang kuat. Dia bekerja semakin giat, walau dia pulang larut malam, aku dan oppa selalu menunggunya sambil menonton TV dan itu membuat dia senang. Dia selalu nampak senang di depan kedua anaknya, tapi siapa sangka dia menyembunyikan kesedihan yang begitu mendalam? Saat aku berumur 10 tahun, aku menemukan eomma tergeletak di lantai kamar dengan obat pil yang berceceran dimana-mana.

Aku takut sekali saat itu dan hanya bisa menangis di samping eomma sampai Yoongi datang. Sayang sekali wanita kuat itu tidak bisa diselamatkan. Saat pemakamannya pun, appa tidak datang sama sekali. Aku sudah menunggunya saat itu, dan aku sangat berharap dia bisa datang, tapi dia tidak kunjung datang. Saat itulah aku mulai membencinya. Aku benci segala hal yang berhubungan dengan appa dan juga muak memikirkan betapa palsunya appa waktu itu. Aku selalu berpikir appa adalah penyebab utama kepergian eomma.

Saat aku masuk SMP, aku punya banyak teman laki-laki. Aku cukup populer di sekolah dan didekati banyak siswa senior. Itu membuat beberapa perempuan iri dan membullyku. Itu adalah masa-masa yang sangat sulit, tapi teman-temanku selalu membela dan melindungiku hingga aku akhirnya mulai mempercayai mereka dan menjadi teman dekat. Aku bahkan sering berkunjung ke rumah seniorku bersama dengan teman-temannya. Tapi aku salah karena telah mempercayai mereka. Saat aku ketiduran, mungkin sekitar 3 orang menyentuhku.

Ah iya, itu bukan pertama kalinya aku diberlakukan tidak pantas. Jauh sebelum itu, pamanku sudah pernah melakukannya.

Aku tidak bisa lagi memikirkan hal baik tentang laki-laki. Aku benci laki-laki, kecuali Yoongi. Hanya dia yang benar-benar sayang dan peduli padaku. Aku mulai menjauhi senior itu dan pembullyan pun terjadi lagi, tapi kali ini tidak ada yang melindungik. Aku sangat ingin mengatakan semuanya tapi tidak bisa. Dengan bodohnya aku menerima perlakuan buruk mereka tanpa perlawanan.

Lalu saat SMA, aku mulai menemukan teman-teman baru yang tulus. Saat kelas 12, aku juga bertemu denganmu, orang yang kukira berbeda dengan yang lain dan dapat dipercaya, tapi sepertinya sama aja. Aku kecewa karena pernah percaya pada laki-laki untuk kesekian kalinya.

Kamu orang pertama yang tau sedetail ini, jadi aku harap kamu ga sebar cerita ini. Makasih buat semua yang udah kamu lakuin ke aku," Jimin terdiam sebentar di seberang sana.

"Makasih udah mau cerita ke gue. Ga akan gue sebar."

Selama beberapa menit, keheningan menyelimuti mereka berdua. Tidak ada yang mau membuka pembicaraan tapi juga tidak ada yang mau menutup telponnya.

"Yoonji?" ucap Jimin dari seberang sana.

"Hm?"

"Maaf," Yoonji menghela napas kasar mendengar perkataan Jimin.

"Aku udah bosan denger maaf itu. Jangan lakukan hal yang bakal kamu sesali. Kamu harus memikirkan semuanya terlebih dulu."

"Maaf. Gue bener-bener minta maaf," suara Jimin mengecil membuat Yoonji harus mendengar dengan seksama perkataan Jimin.

"Harusnya gue tanya lu. Harusnya gue sabar sebentar lagi. Apa gue ga bisa dapet kesempatan lagi?" tanya Jimin putus asa dan menyesal.

"Ngga. Aku udah banyak bersabar selama ini, aku udah sering kasih kesempatan, dan kali ini udah ga ada kesempatan lagi. Aku kecewa. Kamu ga bisa mengembalikan piring yang pecah seperti semula. Kalaupun piringnya berhasil disatukan lagi, tetap ada bekas pecahannya dan kamu ga bisa menghilangkan bekasnya. Udah ya? Aku ngantuk, besok masih ada acara lain," ucap Yoonji.

"Oke. Selamat tidur," ucap Jimin pada Yoonji dengan lembut.

Yoonji pun mematikan sambungan telponnya dan menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Sudah lama dia tidak melihat bintang yang sangat banyak.

"Eonni?" Jisoo mendatangi Yoonji sambil mengusap matanya.

"Ah Jisoo-ah, apa kamu terbangun karena eonni?" Yoonji langsung tersenyum dan menggandeng anak berumur 12 tahun itu kembali ke kamar.

"Tadi itu pacar eonni?" tanya Jisoo begitu berbaring di atas kasur.

"Eonni kira akan begitu. Tapi ngga, dia bukan pacar eonni," Yoonji mengusap rambut Jisoo pelan.

"Sini. Eonni harus tidur juga," Jisoo menarik pelan lengan piyama Yoonji.

"Iya iya, eonni tidur," Yoonji pun berbaring di sebelah Jisoo.

Anehnya anak berumur 12 tahun itu bisa menenangkan Yoonji dengan pelukan hangatnya.

"Aku ga ngerti itu siapa, tapi eonni jangan sedih karena dia ya? Aku tau kok eonni sedih sekarang, tapi eonni ga boleh nangis. Eonni harus kuat," Jisoo masih memeluk Yoonji dengan erat.

Entah kenapa Yoonji merasa tersentuh dengan sikap manis Jisoo padahal awalnya dia tidak terlalu ingin berhubungan baik dengan Jisoo.
_______________

Keesokan paginya mereka semua sarapan bersama. Hari ini adalah hari terakhir di tahun 2019. Hari yang seharusnya menjadi hari yang tidak terlupakan bagi Yoonji. Tapi Jimin menghancurkannya.

Perlu diakui Jimin cukup berhasil membuat Yoonji menjadi pendiam untuk beberapa hari. Tentu saja perubahan sikap yang tiba-tiba itu membuat kedua kakaknya khawatir. Walau tau Yoonji tidak selemah itu, mereka tetap takut Yoonji akan menjadi penyendiri. Rasanya memukuli Jimin saja belum cukup tapi Yoonji pasti akan marah kalau tau mereka melakukan hal yang berlebihan.

"Aish, bajingan itu bener-bener merubah Yoonji," Hyungseok berkata pada Yoongi.

Kini semua anggota keluarga sedang berada di taman belakang untuk bercengkrama. Kedua lelaki itu hanya duduk di gazebo sambil memperhatikan Yoonji yang duduk sendiri di tepian kolam renang. Bahkan saat Jisoo mendatanginya, Yoonji tetap terdiam dengan tatapan kosong membuat gadis kecil itu berlari ke arah Hyungseok dan Yoongi.

"Oppa, eonni masih sedih ya?" Jisoo pun duduk di antara mereka.

"Kamu tau dari mana dia lagi sedih?" tanya Hyungseok sambil mengusap rambut Jisoo.

"Waktu itu aku denger eonni ngobrol sama pacarnya. Pas mereka ngobrol, eonni keliatan sedih kayak sekarang," perkataan itu membuat Yoongi yang tadinya tidak peduli, langsung menoleh seketika. Mungkin dia tertarik dengan topik ini.

"Mereka ngobrol di telepon?" tanya Hyungseok yang dibalas anggukan dari Jisoo.

Hyungseok dan Yoongi bertatap-tatapan satu sama lain mungkin sekitar dua detik. Tentu saja mereka ingin tau apa yang dibicarakan Yoonji pada Jimin, setidaknya mereka cukup yakin orang yang dimaksud adalah Jimin.

"Aku ngomong sama Yoonji dulu," Yoongi mendatangi adik perempuan satu-satunya itu dan duduk di sebelahnya.

Evanescent || Jimin✔️ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang