Alasan

3.1K 400 15
                                    


You do the most
Adorable things without
Realizing.
.
.
.
.
.


"Appa dengar kamu ikut tawuran lagi?"

"Salah satu orang yang kamu pukul, sekarang ada di UGD. Kalau dia kenapa-kenapa bagaimana? Bisa-bisa kamu dituntut dan dikeluarkan dari sekolah!"

Laki-laki yang sedang diberi teguran itu hanya membisu. Terdiam sambil menggerak-gerakkan kakinya, terlampau santai.

"Jangan dikira Appa tidak tahu apa yang kamu lakukan selama ini! Appa tau, semuanya! Sebenarnya apa jalan pikiran kamu?!"

Melihat seseorang didepannya tak kunjung menjawab, pria paruh baya itu menggertakkan rahangnya penuh amarah.

Meraih dokumen yang  ia gulung kemudian dilemparkannya dengan begitu kencang.

"JIKA ORANG TUA BERTANYA ITU DIJAWAB JUNGKOOK! KAMU PIKIR INI CANDAAN?!"

Setelah bentakan yang cukup keras itu keluar, Jungkook baru mengadahkan kepala, tak ingin masalah menjadi lebih parah.

Memasang wajah seakan-akan ia benar-benar menyesal, mulai berancang-ancang mengeluarkan air mata buaya.

"Maafkan aku, Appa.." Lirihnya. 100% terlihat seperti seseorang yang benar-benar putus asa.

Karena sebenci apapun Jungkook kepada seseorang di depannya, ia tahu bahwa pria tua inilah satu-satunya orang yang akan membantunya untuk keluar dari masalah.

Ayahnya memiliki koneksi dimana-mana. Semua tunduk, tak terkecuali. Memandang dengan wajah penuh puja juga ketakutan sekaligus. Tinggal sebutkan nama Ayahnya, semua orang pasti tau. Lantas pada di tingkat selanjutnya, bertekuk lutut.

Keluarga Jeon, keluarga terpandang. Pusat keputusan dan keadilan. Memilih A jika mereka mengatakan A, meski itu sebuah kedustaan dan kesesatan.

Tuan Jeon menghela nafasnya, duduk kembali. Menatap Jungkook lamat-lamat, seseorang yang sedang memasang wajah seakan-akan ia adalah orang yang paling bersalah sedunia.

"Kamu tak akan mengulanginya lagi?"

Jungkook mengangguk mantap.
"Tidak akan. Aku janji." Jawabnya seakan ia bersungguh-sungguh. 

"Baiklah. Nanti Appa bantu."

Jungkook tersenyum penuh kemenangan, Tangannya mengepal puas di bawah meja cokelat yang menjadi pembatas antara tempat duduknya dan Ayahnya.

"Selain itu Jungkook,"

"Appa sudah memutuskan."

"Memutuskan?"

"Kamu, Jeon Jungkook. Menjadi penerus perusahaan."

.

.

.

.

.

Jungkook masih ingat hari itu. Meski sebagian dirinya dihiasi bercak darah dan kepalanya cukup pening. Sore itu di ruangan Ayahnya, Jungkook dengan air mata buayanya,

Menjadi penerus perusahaan.

Dengan kelakuannya yang semena-mena dan senang mempermainkan orang lain. Berada di sebuah lingkaran dimana ia sama sekali tidak pantas untuk duduk di bangku ketua perusahaan terbesar se-Asia. Ia tahu diri dan telah mengubur mimpinya itu.

Namun, siapa sangka?

Hal yang ia impikan, berada di depan mata. Euphoria menjalar ke segala bagian tubuhnya.

Other Part (KookV) || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang