Sapporo, Jepang
Jaemin sibuk di kamarnya sejak tadi pagi. Mengabaikan eksistensi Jaehyun, Johnny, dan Yuta. Ketiganya tak berani mengganggu Jaemin yang sedang dalam mode serius. Saat mengatakan itu pada Jeno, namja tampan bermata sipit itu segera menghampiri Jaemin di kamar.
"Kau sudah menghadap laptopmu sejak tadi pagi, Lysie. Ayo keluar dan makan dulu." Jaemin menggeleng.
"Sebentar saja Jeno-ya, ini harus diselesaikan segera." Ujar Jaemin yang kini mulai berkutat pada senapannya.
"Xander, apa kemarin kau berhasil membawa Desert Eagle?" Tanya Jaemin tanpa menoleh pada Jeno, membuat si tampan mendengus.
"Iya"
"Kau ke BM atau gudang senjata?" Tanya Jaemin masih tak menatap Jeno.
"Gudang senjata"
"Kau bawa satu atau dua?"
"Satu"
"Baiklah, aku akan mengambil yang lain, tolong jaga member lainnya ya, aku keluar dulu!" Jaemin segera membereskan senjatanya dan mengambil jaket masker dan topi miliknya, lalu berjalan pergi melewati Jeno.
GREP
"Xander?" Jaemin menatap tak paham tindakan Jeno yang mencengkram lengannya.
"Apa yang terjadi padamu?" Tanya Jeno dingin. Jaemin menghela nafas pelan.
"Tidak ada, Xander, lepas ya?" Jeno tak mengindahkannya, dia semakin mengeratkan cengkramannya membuat Jaemin meringis.
"Sakit" ringis Jaemin, namun Jeno tidak menghiraukan itu dan tetap menatap Jaemin lekat dan tajam.
"Kita mengenal tidak sehari dua hari, Lysie, kita mengenal sudah lama, dan aku harap kau tak lupa jika aku sangat tau kapan kau berbohong dan tidak." Jeno menarik nafas dan menghambuskannya perlahan, mencoba meredam emosinya, namun cengkramannya pada Jaemin tidak melonggar sedikitpun.
"Jadi, katakan padaku, apa yang kau sembunyikan, hm?" Jaemin lagi-lagi menggeleng. Ia memilih bungkam daripada masalahnya makin runyam nanti.
"Lepas ya? Aku tak bisa mengatakannya padamu, tapi yang pasti ini untuk kebaikan kita semua." Jaemin melepaskan cengkraman Jeno. Dia yakin lengannya pasti merah. Setelahnya dia berjalan pergi.
"Mau kemana?" Tanya Haechan padanya. Jaemin mendekati Haechan dan tersenyum manis.
"Haechan-ah, maafkan aku ne membuatmu seperti ini. Setelah ini semuanya akan selesai, dan kau tak perlu merasakan ketakutan karena teror." Ujar Jaemin lembut sembari mengusap kepala Haechan sayang.
"Aku pergi dulu, aku kembali saat makan malam, paipai" Jaemin melangkah keluar. Meninggalkan Haechan dan Yuta yang tadi mencuri dengar, diam di tempatnya. Jeno keluar kamar Jaemin dengan tatapan geram. Matanya melirik satu orang yang kini asyik berbicang dengan Kun dan Winwin. Namun Jeno tak melakukan apapun, ia lebih memilih menuju kamar dan mengurung diri di sana hingga Jaemin pulang.
Yuta yang ada di ruang tamu bersama Haechan, lalu mendengar perkataan Jaemin tadi, kini hanya terdiam. Dia memikirkan banyak hal, dan perasaan tak tenang menggerogitinya.
"Yuta hyung, kenapa aku merasa Jaemin akan pergi dariku?" Tanya Haechan sembari mendekati Yuta.
"M-mwo? Haechan-ah, jangan katakan hal seperti itu, Jaemin akan selalu bersama kita" ujar Yuta dengan nada... ragu. Dia sejujurnya sejak kemarin sudah merasakan hal itu. Bahkan pagi tadi Johnny pun merasakan itu juga saat si namja Chicago itu terbangun dengan Jaemin yang memeluknya. Johnny mengatakan padanya, hanya padanya, jika ia merasa pagi itu adalah pelukan terakhir yang akan Johnny rasakan dari Jaemin. Yuta tadi reflek menampar pipi Johnny karena perkataannya. Akibat tindakannya itu hari ini dia dan Johnny saling tidak berbicara.
"Haechan, jangan katakan apa yang baru saja kau katakan padaku ke Jeno, kau bisa habis nanti." Peringat Yuta yang diangguki Haechan dengan lemas.
"Tapi aku-" Yuta segera memeluk Haechan.
"Haechan, Jaemin akan tetap bersama kita, dia namja yang kuat kan?" Haechan hanya mengeratkan pelukannya pada Yuta.
"Kenapa kalian berpelukan seperti itu?" Tanya Jungwoo yang lewat.
"Oh? Jungwoo-ya? Tidak tidak ada apa-apa, Haechan baru saja bercerita sedih, dan yahh~ dia butuh pelukan" bohong Yuta. Jungwoo percaya saja, lantas kemudian dia menuju kamar, namun-
"AAAA! YAK LEE JENO!" Jungwoo terkejut saat baru membuka pintu, senapan laras panjang Jeno mengarah padanya.
"Oh, mian" ujar Jeno tanpa dosa. Jungwoo menghembuskan nafasnya kesal. Lalu melangkah masuk untuk mengambil ponselnya.
"Kau suntuk, eh?" Tanya Jungwoo, Jeno menggeleng.
"Hanya banyak pikiran, keluar sana hyung! Mengganggu saja." Jungwoo meremat ponselnya, dia menghembuskan nafasnya pelan, untuk meredam emosi kekesalan pada sang adik.
"Untung dongsaeng, untung sayang" gumam Jungwoo, lalu namja bertubuh tinggi itu melangkah keluar dari kamar, daripada ia terus berlama-lama di sana, yang ada darah tinggi nanti.
.
.
Di sisi lain Jepang
Seorang pria paruh baya, bertubuh tambun dan sedang menyesap rokoknya itu kini tengah duduk sembari menatap layar laptopnya.
"Jadi? Anak itu ada di Jepang juga sekarang?" Anak buah di depannya mengangguk.
"Ya, sudah seminggu ini, letaknya di Sapporo, posisinya jauh dari daerah padat penduduk. Lokasinya ada di sini tepatnya." Pria muda berusia sekitar kepala tiga itu menunjukkan lokasi dimana targetnya berada.
"Bagus, lalu sudah kau kirim ke yang lain mengenai posisinya?" Pria muda itu mengangguk.
"Seminggu ini kami telah mengirim teror pada mereka" pria tambun itu mengangguk puas.
"Siksa mental mereka semua, buat kacau lalu hancurkan." Pria muda itu mengangguk.
"Mengenai pesawat-" pria tambun itu menghentikan perkataan si pria muda.
"Masalah pesawat aku akan abaikan karena kau sudah menggantinya dengan cara menunjukkan lokasinya padaku dan mengirim teror padanya. Pergilah dan tetap awasi dia. Lalu, tidak lama lagi kita buat serangan kejutan, kau mengerti....
'manager hyung'?"
.
.
.
-tbc-
Yahoooo~ sebentar lagi ff ini tamat, terima kasih atas vote dan komennya.
Maaf di ff ini aku buat Renjun agak menyebalkan🙏
Dan jangan terlalu berharap pada endingnya😏
*Vote dan komennya selalu kunanti
KAMU SEDANG MEMBACA
[NOMIN] The Secret
FanfictionLee Jeno dan Na Jaemin, siapa yang tidak mengenal dua idol yang namanya tengah naik daun di bawah naungan SM Entertaiment di bawah payung NCT? Tentu saja tidak ada yang tidak kenal. Dibalik persahabatan 7 tahun lebih mereka, banyak kisah yang harus...