DELAPAN

36 15 2
                                    

Aku terlalu bahagia ketika di dekatmu. Hingga aku tak sadar, berada di dekatmu aku selalu merasa tersakiti.
_________________________________________________

Hari ini adalah tepat hari dimana kompetisi puisi itu dimulai. Lima hari sebelumnya aku sudah berbicara pada Frau Wulan untuk bisa ikut dalam kompetisi puisi ini, dan Frau Wulan menyetujuinya. Akhirnya hari ini aku bisa mengikuti kompetisi puisi di SMK Grahita. Aku, Frau Wulan, dan dua teman dari sekolah ku sudah berada di SMK Grahita.

Disini cukup ramai. Banyak yang mengikuti kompetisi puisi. Jajaran orang yang mendaftar cukup banyak. Aku dan kedua temanku yang mengikuti lomba puisi ini menunggu Frau Wulan yang sedang antre untuk pendaftaran.

Lama menunggu, mataku tak sengaja menangkap siluet orang yang ku kenal. Aku memicingkan mataku untuk lebih mengamati apa yang baru saja aku lihat. Orang itu sedang berjalan bertiga sembari tertawa. Dua orang lelaki dan satu orang perempuan. Salah satu laki-laki diantara mereka adalah Zenith. Ia tampak dekat dengan perempuan disampingnya. Entah kenapa rasanya seperti ada yang terbakar. Hatiku panas melihat kedekatan mereka.

Mereka terus berjalan sampai hampir tiba didekatku. Saat aku hendak menyapa Zenith, dia melewatiku tanpa menoleh ke arahku. Dia tak melihatku sama sekali. Dia terlalu fokus berbicara dengan perempuan yang ada disampingnya. Semakin sesak hatiku karena diabaikan oleh Zenith. Hampir saja aku menangis, tapi untung teman lomba dari sekolah ku, Citra, mengajakku untuk pergi ke kantin SMK Grahita. Aku pun mengiyakan ajakannya.

“Nad lo kenapa diem terus?” tanya Citra padaku. Aku tak membalas ucapannya, aku terus melamun mengabaikan pertanyaan Citra.

“Woy Nad! Lo ditanya Citra tuh!” timpal Marsela—teman lombaku juga, yang membuyarkan lamunanku.

“Ha? Iya kenapa Cit?” sahutku pada Citra.

“Lo kenapa daritadi diem, terus barusan ngelamun. Lo ada masalah?”

“Engga kok Cit, lagi gak enak badan aja makanya diem,” kilahku pada Citra sembari pura-pura tersenyum.

“Beneran Nad?” tanya Marsela.

“Iya Sel, beneran.”

“Mau ke UKS aja gak? Mumpung lombanya belum dimulai,” ajak Marsela.

“Engga usah ah, lagian gue gak papa kok cuma gak enak badan aja,” tolakku.

“Yaudah deh Nad kalau gitu.”

Aku, Citra, juga Marsela sedang berada dikantin sambil menunggu Frau Wulan. Lomba dimulai lima belas menit lagi, jadi aku bisa diam dikantin dulu. Citra membeli minum, aku dan Marsela menunggu. Saat sedang berbicara dengan Marsela, ada seseorang yang menyentuh bahuku.

“Hai Nad,” sapa Zenith padaku yang datang bersama perempuan yang tadi kulihat.

“Eh hai Zenith,” sapaku juga masih tetap menatap perempuan itu.

“Kamu ngapain disekolah aku? Ikut lomba disini?”

“Iya nih kebetulan aku ikut lomba disini. Gak nyangka bakalan ketemu kamu,” seruku dan melihat kalau perempuan yang bersama Zenith malah bergelayut manja dilengan Zenith. Aku geram melihatnya. Ingin kucabik wajahnya itu.

“Nan diem dulu sih, gue lagi ngomong,” tukas Zenith pada perempuan yang disebutnya ‘Nan’.

“Ih Nitho, aku pengen kayak gini,” rengek perempuan itu yang masih saja tetap bergelayut dilengan Zenith.

“Nanda lepas! Gue lagi ngomong sama temen gue. Bisa sopan gak sih? Cepet lepas!”

“Iya iya!” lalu perempuan yang baru kuketahui namanya Nanda itu langsung melepas Zenith.

“Maaf ya Nad barusan. Oh jadi beneran lomba disini. Wah semangat ya, semoga kamu menang. Aku dukung kamu!” jelas Zenith.

“Dih bukannya dukung sekolah kita malah dukung sekolah lain,” cibir Nanda.

“Hm makasih Zenith buat dukungannya. Tapi bener tuh kata temen kamu, harusnya kamu dukung sekolah kamu, bukan sekolah aku,” balasku.

“Si Nanda mah jangan didengerin Nad. Oh iya kenalin ini temen aku, namanya Nanda.”

“Nanda, calon pacar Zenith,” papar Nanda dan mengulurkan tangannya untuk mengajak bersalaman.

“Nadir,” jawabku rada ketus. Apa-apaan sih perempuan ini, pake ngenalin diri jadi calon pacarnya Zenith. Memang dia siapa. Pantas saja daritadi nempelin Zenith terus.

“Apaan sih Nan, pede banget lo. Siapa juga yang mau sama lo,” dengus Zenith pada Nanda.

“Ih kamu mah!” rengek manja Nanda yang terdengar menyebalkan ditelingaku.

“Zenith, aku tinggal pergi ya. Kayaknya bentar lagi lombanya mau mulai. Permisi.” aku pun pamit pada Zenith karena jengah melihat kelakuan Nanda.

***

Lomba puisi telah selesai. Kini saatnya aku menunggu pengumuman siapa yang menjadi pemenang. Aku, Citra, juga Marsela saling berpegangan tangan. Dengan tangan gemetar dan rasa was-was akan hasil yang akan didengar. Frau Wulan berdiri disamping kami sembari berdoa untuk kemenangan kami. Aku berdebar menunggu hasilnya.

Aku loncat kegirangan dan teriak secara spontan kala mendengar hasil perlombaan puisi ini. Aku yang menjadi juara! Aku langsung memeluk Citra, Marsela, juga Frau Wulan. Mereka turut bahagia mengetahui kemenanganku. Frau Wulan memelukku dan mengucapkan kata bangga atas kemenanganku.

Setelah acara selesai, aku beserta rombongan pun pulang menggunakan mobil dari sekolah. Namun, saat hendak naik ke mobil aku tak sengaja melihat Zenith pulang dengan Nanda. Nanda yang berada diboncengan memeluk pinggang Zenith mesra. Dan Zenith sama sekali tak menyingkirkan lengan Nanda yang melingkar di pinggangnya. Haruskah mereka seperti itu? Bikin aku cemburu saja.

Aku pun melenggang pergi masuk ke mobil. Hari ini Zenith benar-benar merusak mood ku. Selama perjalanan pulang aku mendengus kesal. Sebal bukan main. Kemarin dia begitu romantis padaku, hari ini dia bermesraan dengan perempuan lain. Mau nya dia apa sih. Tak cukup kah menetap pada satu perempuan. Nanda lagi. Kecentilan, genit pada Zenith. Dasar tak tahu malu. Kalau saja aku berani, sudah ku timpuk dia menggunakan sepatuku. Ah hari ini menyebalkan!

Authornya lagi usil pengen bikin Nadir misuh-misuh😂

Jangan lupa Vote & Comment😉

See you next chapter😘

Tap ⭐ dipojok kiri😄

Salam hangat dari author😊

Instagram: @syarasabilla

Jumat, 29 Mei 2020

ZENITH & NADIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang