TUJUH

43 15 2
                                    

Bantu aku temukan typo🙇

Setiap kebahagiaan datang, kesedihan selalu mengikuti dibelakang. Pun sebaliknya.

_________________________________________________

Zenith mengantarku sampai rumah. Baru saja aku melepas helm, aku sudah mendengar pecahan barang-barang yang terlempar dari dalam rumah. Aku juga mendengar suara Papah yang sepertinya lagi-lagi bertengkar dengan Mamah. Kalau seperti ini, rasanya aku enggan untuk pulang ke rumah. Sepertinya malam ini aku harus menginap dirumah Lennie atau Kemala supaya aku bisa menenangkan pikiranku.

Aku menoleh menatap Zenith. Dia pasti mendengar semua yang terjadi didalam rumahku. Dia bertanya melalui tatapannya. Aku menjawab dengan gelengan lemah. Pasti setelah ini dia meminta penjelasan dariku.

"Zenith, tolong bawa aku pergi dari rumah. Aku pengen tenangin diri," ujarku parau.

"Ok. Aku bakal temenin kamu."

Zenith membawaku ke sebuah Cafe yang tak ramai pengunjungnya. Dia mengajakku ke atas rooftop. Dia pun menyuruhku duduk di sebuah sofa panjang yang berada diatas rooftop ini. Dia sepertinya kenal dengan pemilik Cafe ini.

Zenith datang dengan dua gelas green latte ditangannya. Kemudian ia memberinya satu kepadaku. Aku pun menerimanya.

"Kamu tahu tempat ini darimana?" tanyaku penasaran. Karena sungguh, tempat ini indah sekali. Dari atas sini aku bisa melihat keramaian Kota Bandung. Kerlap-kerlip jalanan yang begitu padat dengan banyak kendaraan bisa terlihat dari sini.

"Kebetulan Cafe ini punya sepupu aku, jadi aku suka kesini. Lumayan lah suasananya bisa bikin tenang. Apalagi kayak kamu sekarang yang butuh ketenangan," jelasnya padaku dengan tersenyum.

"Bener kata kamu, tempatnya bikin tenang, aku suka. Makasih ya udah bawa aku kesini," ujarku tersenyum.

"Gak masalah, aku seneng bisa bantu kamu. Maaf kalau aku lancang, boleh aku tahu ada apa sama kamu? Kalau kamu punya masalah kamu bisa cerita ke aku. Aku pasti bakalan denger cerita kamu. Jangan di pendam sendiri, nanti malah nyesek. Kamu pernah denger gak? Banyak orang yang bilang, kalau kamu punya masalah dan kamu cerita sama orang lain itu bisa bikin kamu lega. Itu juga yang aku mau. Aku mau kamu cerita ke aku, biar kamu ngerasa lega, gak sedih lagi. Setidaknya kalau gak ada yang mau denger cerita kamu, kamu bisa berbagi cerita itu sama aku. Ada aku disini buat kamu," ucapnya menenangkan. Kemudian dia menatap manik mataku. Menggenggam tanganku seolah memberiku kekuatan untuk aku agar tetap tegar.

"Jadi Papah kan jarang pulang ke rumah. Papah bilang kerja diluar kota. Pas Papah pulang, Mamah sama Papah berantem. Mamah nuduh Papah selingkuh, sedangkan Papah yang dituduh kayak gitu marah sama Mamah. Aku gak tahu mana yang bener. Waktu kemarin kamu antar aku pulang, Papah langsung marah-marah sama aku karena pulang malam. Papah lampiasin kemarahannya sama aku. Papah bentak aku. Aku kebawa emosi, akhirnya aku juga marah sama Papah. Aku nangis, aku langsung pergi ke kamar karena aku gak sanggup buat nangis didepan mereka. Zenith aku harus kayak gimana. Aku gak mau kayak gini." pertahananku runtuh. Aku menangis sejadi-jadinya dihadapan Zenith. Zenith pun merengkuh tubuhku dalam dekapannya.

"Syut. Jangan nangis Nad. Aku tahu ini berat buat kamu. Kamu juga gak boleh emosi sama Papah kamu. Beliau juga kan lagi emosi makanya mungkin dia gak sengaja bentak kamu. Kamu harus berpikir positif thinking kalau orang tua kamu bakal baik-baik aja. Mereka bakal baikan. Jangan nangis lagi, kamu kuat, kamu bukan orang yang lemah. Kamu bisa hadapin ini. Aku bakal selalu ada disisi kamu. Udah jangan nangis." dia tetap menenangkanku. Mengusap puncak kepalaku dengan tenang.

"Makasih ya kamu udah bersedia denger cerita aku. Kata-kata kamu emang bener, berbagi cerita sama orang lain bisa bikin aku lega. Sekali lagi makasih Zenith," ucapku menangis dalam pelukannya.

"Iya sama-sama. Coba liat mata aku," pintanya. Aku pun menatap matanya masih sambil menangis. "mata kamu yang cantik ini gak boleh terus-terusan ngeluarin air mata. Mata kamu ini harus memancarkan kebahagiaan yang bisa semua orang lihat. Jangan nangis lagi ya. Kamu harus senyum, ayo senyum." Zenith pun mengusap kedua mataku yang memerah akibat menangis. Menghapus air mata yang sedari tadi keluar. Aku pun tersenyum karena ucapannya.

"Nih aku udah senyum," ucapku terkekeh kecil karena ulahnya.

"Nah gitu dong, kan kalau kamu senyum keliatan cantiknya," kata Zenith tertawa. Aku pun menguraikan pelukannya.

"Masih sempet-sempetnya gombal ih." aku cengengesan dan memukul lengannya pelan.

"Janji ya, kalau ada masalah mbo harus cerita," ucap Zenith tersenyum dan mengacungkan jari kelingkingnya padaku.

'mbo' adalah panggilan yang diberikan Zenith padaku. Sedangkan aku memanggilnya 'mbing. 'mbo' diambil dari kata 'dumbo'. Dan 'mbing' diambil dari kata 'kambing'. Hubunganku dengannya memang aneh. Kami mempunyai panggilan kesayangan, namun status kami hanya sebatas teman.

"Mbo janji bakal cerita apapun sama mbing." aku pun tersenyum dan menautkan jari kelingkingku dengannya.

"Nad liat deh keatas langit." aku pun menengadah. "kamu tahu gak kenapa malam ini bintangnya gak ada?"

"Gak tahu. Emang kenapa?"

"Soalnya semua bintang aku usir, kecuali ada satu bintang yang tetap aku sisain."

"Kok gitu?"

"Iya, aku sisain satu. Aku cuma sisain kamu."

"Aku?"

"Kan kamu itu bintang dihati aku," ujarnya cengengesan sembari mengedipkan mata.

"Ya ampun kenapa aku baru nyadar kamu lagi ngegombal?" ucapku berpura-pura memukul dahi. Kemudian tertawa terbahak-bahak bersama Zenith.

Tuhan, terimakasih karena engkau telah mengirim Zenith untuk selalu berada disisiku. Aku sangat bersyukur karena telah mengenal dia. Tuhan, jangan biarkan Zenith meninggalkanku. Aku tetap ingin berada disamping Zenith seterusnya. Dia adalah penyembuh lukaku yang selama ini kucari. Aku ingin membuat dia juga bahagia. Biarkan kami tetap bersama. Karena sejak saat ini, aku berjanji tak akan meninggalkannya.

Udah berapa hari aku gak up? Wkwk maaf ya

Jangan lupa Vote & Comment😉

See you next chapter😘

Tap ⭐ dipojok kiri😄

Salam hangat dari author😊

Instagram: @syarasabilla

Rabu, 27 Mei 2020

ZENITH & NADIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang