EMPAT BELAS

27 9 0
                                    

[Author]

Sudah lima belas menit Nadir menunggu Jonathan menjemputnya. Selama itu juga ia menunggu Jonathan dengan memainkan ponselnya dan duduk di halte sendirian. Suara deru motor membuat Nadir menoleh ke arah barat. Ia melihat Jonathan yang menaiki motor datang ke arahnya. Kemudian Jonathan pun berhenti dan turun dari motornya.

Nadir memukul helm yang Jonathan pakai, "lo kemana aja sih, lama banget. Daritadi gue nungguin lo sampe lumutan!"

Jonathan melepas helm nya lalu menyugar rambutnya, "kebiasaan lo mah geplak-geplak gue. Maaf tadi gue nongkrong dulu sama temen."

"Lo tau kan harusnya lo jemput gue daritadi, terus kenapa malah nongkrong dulu? Ah nyebelin banget sih, gue kesel sama lo!" gerutu Nadir sambil memukul lengan Jonathan.

"Maaf, Dir. Jangan kesel dong, maafin gue ya."

"Gue bakal maafin lo asal beliin gue ice cream vanilla."

"Gampang itu mah. Ayo naik, kita beli ice cream sekarang," ucap Jonathan sambil mengacak-ngacak rambut Nadir.

"Ih berantakan, Jojon!" Nadir mendengus kesal.

"Peace, Dir," ucap Jonathan dengan cengirannya dan mencubit pipi Nadir.

"Jojon!" teriak Nadir. Mereka berdua pun pergi meninggalkan sekolahan.

Dari kejauhan, Zenith duduk di motornya sambil menyaksikan keakraban yang terjadi antara Nadir dan Jonathan. Kemudian ia memukul motornya untuk meluapkan kekesalannya.

"Ada hubungan apa sih mereka berdua, pake mesra-mesraan segala lagi." Zenith mendengus kesal menatap kedekatan Nadir dan Jonathan.

"Makanya, kalau gak mau di tikung, lo harus gercep, Nith," ucap seseorang yang tiba-tiba muncul di dekat Zenith.

"Alby, lo ngapain disini?" tanya Zenith heran karena tiba-tiba Alby muncul di hadapannya.

Alby terkekeh kecil, "lo lupa? Ini kan sekolah gue. Harusnya gue yang nanya sama lo, lo ngapain disini?"

"Astaga gue bisa lupa ya lo sekolah disini. Sorry. Gue disini... emm... anu cek bensin motor gue!" kata Zenith gelagapan.

"Lo gak bisa bohongin gue, Nith. Kita sahabatan udah berapa lama sih? Sebelas tahun, Nith. Gue tau persis kalau lo lagi bohong. Keliatan banget gugupnya."

Zenith meringis pelan, "ah gue lupa, lo adalah orang yang gak bakal bisa gue bohongin. Dasar nyebelin."

"Ngapain lo liatin Nadir kayak gitu? Cemburu lo?" tanya Alby to the point.

"Lo kenal Nadir, Al?"

"Dia temen gue, yang kebetulan juga sahabat pacar gue. Jadi pasti lah gue kenal banget sama Nadir."

Zenith menghela nafasnya, "dunia emang sempit."

"Lo belum cerita sama gue tentang Nadir. Lo punya utang cerita sama gue!" papar Alby jelas.

"Aih, Al, lo kepo banget sih," decak Zenith.

"Bukan kepo, Nith. Lagian masa lo gak bakal cerita sama gue? Cerita sama gue, Nith. Kalau ada apa-apa gue bakal bantu, gue bakal kasih solusi. Jangan diam-diam pendam sendiri. Gue tau lo cemburu sama cowok tadi yang deket sama Nadir."

"Rese lo jadi orang. Lo emang sahabat gue yang paling bijak. Yang paling kalem. Yang paling pinter. Yang selalu bisa kasih solusi tiap ada masalah--"

"Yang paling ganteng ya, Nith," potong Alby tertawa.

"Nah narsisnya susah hilang lo mah," desis Zenith mendelik pada Alby. Sedangkan Alby tertawa kencang melihat kekesalan Zenith.

"Kalau itu bukan narsis, Nith. Tapi kenyataan."

ZENITH & NADIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang