Halooo, sudut pandang orang ketiga cerita ini di ganti jadi sudut pandang tokoh pertama (aku, kamu) dan akan ada banyak hal yang di revisi.
Semoga suka!!!
Revisi ✓
🌊.ೃ࿔🌊

Aku memandang lautan luas dihadapanku. Laut yang bergelombang namun juga tenang, menikmati hembusan angin pantai yang terasa sejauh menerpa wajahku.Tatapanku terpaku pada keperbatasan antara air dan langit yang begitu jauh di hadapanku. Setidaknya hal ini dapat mengalihkan pikiran di benakku dari seluruh masalah yang telah menimpaku beberapa hari belakangan.
Aku tidak percaya bahwa papa menjodohkan ku dengan anak rekannya hanya untuk kepentingan bisnis. Dan aku ingin hal itu terjadi. Itulah sebabnya aku datang kemari.
Masalah ini terlalu rumit, ditambah dengan perasaan kesepian yang mendalam hingga rasanya ingin sekali aku membenturkan kepalaku ke tembok.
Melarikan diri dari Jakarta adalah langkah paling berani yang pernah ku lakukan seumur hidup.
Sendirian di Eropa, sendirian di negara orang ─apalagi sekarang aku baru berumur 20 tahun memang bukanlah sesuatu yang mudah dan menyenangkan.
Namun karena memiliki pengalaman tinggal di pesisir barcelona, tepatnya bersama nenek ku waktu kecil membuat aku diwarisi tempat tinggal disana.
"Setidaknya untuk sementara waktu aku akan menetap disini, aku kan mandiri." lirihku pelan, lebih bermaksud untuk menghibur diri.
Aku membenamkan wajahku pada lutut kaki yang ditekuk didepan dada. Beberapa menit setelahnya hanya ada suara ombak pantai yang bergantian datang ke bibir pantai, lalu suara seseorang yang menyapa ku membuat ku tersentak kaget.
"Hai,"
Aku mengangkat wajahku. Segera ku rapihkan helaian rambut yang berantakan karena tiupan angin laut cukup kencang.
Saat aku mendongak, seorang laki-laki berperawakan khas orang Eropa muncul dihadapanku. Wajahnya tegas dan hidungnya mancung, jangan lupakan manik matanya yang berwarna biru cerah, seperti laut dangkal menenangkan.
Tangan laki-laki itu bertumpu pada ujung decker kayu. Hanya terlihat tubuh atasnya yang tidak dibalut sehelai benang pun.
Sedangkan tubuh bagian bawahnya berada didalam air. Sepertinya lelaki itu sedang berendam di pantai, dan tidak sengaja melihatku disini, sendirian.
Lelaki asing itu tersenyum hangat. "Apa kau baik-baik saja?" suaranya begitu tenang dan dalam, tegas tapi santai.
Aku refleks memalingkan wajah dan mengangguk ragu. Aku bahkan juga dapat merasakan tatapan tajamnya menusukku. Lalu kurasakan senyumnya sedikit memudar melihat reaksiku, mungkin lelaki itu akan pergi setelah ini. Seperti orang-orang yang meninggalkanku.
"Kamu bohong, anggap saja aku bisa membaca pikiranmu," celetuknya.
Aku hanya bisa terkekeh canggung.
Memangnya dia siapa?
Peramal yang bisa membaca pikiranku?
"Aku Liam, siapa nama mu?" laki-laki itu akhirnya mengajak ku berkenalan.
Walaupun terlihat sopan dan tidak ada gerak-gerik yang mencurigakan, tapi tetap saja gadis mana yang tidak risih saat seorang laki-laki asing mencoba menarik perhatiannya.
Jadi, aku dengan ragu membalas tautan tangannya yang terasa lebih dingin dan basah oleh air laut. "Nama ku Katrina,"
Lelaki bernama Liam itu mengangguk singkat. Dia kembali menatap mataku dengan curiga. "Aku dengan senang hati mau mendengarkannya,"
Aku tentu saja kebingungan dengan pertanyaannya. "Apa?"
"Cerita mu, aku ingin mendengarkannya,"
Bodoh!
Mana bisa aku menceritakan masalah hidupku yang bahkan lebih pahit dari ampas kopi kepada seorang lelaki asing bernama Liam itu.
"Aku tidak bisa menceritakannya padamu. Kita bahkan baru saja berkenalan," balasku seraya menolak sopan.
"Baik. Tidak masalah," jawab Liam masih santai. "Kalau begitu aku ingin menemanimu disini,"
Aku mengangguk, sama sekali tidak merasa keberatan, justru merasa senang.
Kini kami memandang matahari tenggelam bersama dalam diam. Langit perlahan menggelap seiring dengan matahari yang tenggelam kedalam lautan.
Aku sadar jika hari sudah menjelang malam, itulah sebabnya aku berdiri, kemudian merapihkan celanaku sambil memandang Liam yang masih betah berada didalam air.
Aku menyerit, bukankah tidak baik berendam lama-lama dipantai? Apalagi, laki-laki itu sudah menemaninya selama dua jam disini. Menyaksikan sunset bersama, apakah ia tidak bosan?
"Kamu gak mau keluar dari air?" tanyaku kebingungan.
Bukannya menjawab, lelaki itu justru berbalik badan sehingga aku dapat melihat punggungnya yang kekar itu.
"Aku masih ingin berlama-lama disini. Dan kamu lebih baik pulang, sudah malam."
Mendengar balasannya, aku mengangguk. Ku langkahkan kakiku menjauh dari decker pantai itu, namun belum terlalu jauh dari sana, pikiranku berubah ─toh, dirumah aku juga tidak tahu harus ngapain. Jadi lebih baik aku menemani Liam bukan?
Ketika aku hendak berbalik melangkah kearah decker tadi, aku melihat Liam menyelam ke dalam laut ─yang ku tebak airnya pasti sangat dingin.
Mataku dengan tidak sengaja melirik bagian bawah tubuh Liam, yang seharusnya kaki, disana malah ada ekor ikan berukuran besar.
Bersinar, sisiknya memantulkan warna biru gelap yang indah. Aku termangu, terkejut dengan apa yang barusan ku lihat. Aku menampar pipi ku dengan kedua tangan saking tidak percaya.
Sungguhan.
Ini nyata.
Liam itu... seorang Merman?!
Aku tidak menyangka Liam adalah makhluk yang sering dibicarakan orang-orang, dan biasa ku temui didalam dongeng.
To be continued...
🌊.ೃ࿔🌊
Gimana? Semoga suka dengan cara penyampaian barunyaaa
Oh iya, kamu bisa tinggalkan jejak dengan memberi vote atau komen, bisa juga beri kritik dan saran di sini >>>
Jangan lupa juga follow Instagram @jjarkvs !!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Merman
FantasyApa yang akan kamu lakukan ketika mengetahui bahwa laki-laki yang mengajakmu mengobrol di tepi pantai adalah seorang makhluk mitologi yang biasa disebut sebagai Merman. Takut? Atau justru berkenalan dengannya layaknya manusia biasa seperti yang dila...