16

331 42 34
                                        

M E M E C A H K A N

T E K A - T E K I

💌💌💌

Bel masuk berbunyi, menandakan pelajaran akan segera dimulai. Theo beserta keempat temannya berpisah ke kelas masing-masing, Devano merangkul tubuh mungil Utari menuju kelasnya begitu pula dengan Theo, Arsen, dan Yoan yang saling merangkul sembari melemparkan umpatan.

"Theo aku mau ngomong."

Si empunya terdiam sejenak di ambang pintu kemudian mengangguk menghampiri Resti yang duduk di kursi milik cowok itu. Gadis itu menatap Arsen dan Yoan bergantian. Keduanya menjauh mengerti maksud dari tatapan itu.

Theo duduk di kursi milik Yoan. Resti tersenyum cerah mengeluarkan sekotak bekal yang ia bawakan khusus untuk Theo. "Selamat pagi."

Theo mengangguk menerima bekal pemberian gadis di sampingnya—melahapnya tanpa sungkan. Resti tersenyum melihat sikap Theo kepadanya.
"Aku udah tau tentang kamu dan Gebby."

"Ya kalau udah tau bagus lah," jawabnya santai kembali menyendok makanannya.

"Yo, dia anak orang miskin. Hidupnya jauh di bawah kamu. Gak seharusnya kamu dekat sama dia."

"Apa urusan lo? Lo gak ada hak untuk ngatur hidup gue."

Resti menggeleng, memegang erat tangan Theo. "Coba kamu liat aku, aku selalu ada buat kamu Yo. Gak pernah kah kamu liat perjuangan aku untuk mendapatkan hati kamu? A-aku sayang sama kamu, Yo. Sekali ini, sekali iniiii aja, kamu kasih kesempatan buat aku," ujarnya lirih, suaranya gemetar menahan tangis.

"Keluarga kita bahkan udah saling mengenal Yo, kalau kita bersama pasti kita akan bahagia." Resti tersenyum kecut mencoba menepis kenyataan.

"Orang tua kita hanya sekadar rekan bisnis, Res. Kita gak bisa bersama, kecuali mereka yang meminta. Itu pun tanpa rasa," akhirnya, melangkah pergi meninggalkan Resti yang menangis di tempat duduknya.

💌💌💌

"Lo udah selangkah lebih dekat dengan cewek itu."

Mendengar penuturan Devano, sontak Theo menoleh mengerutkan kening menatap adik kelas sekaligus temannya yang duduk tepat di samping Arsen.

"Serius?" tanya Arsen sedikit berbisik.

Devano mengangguk.

"Langsung aja. Kasih tau siapa nama cewek itu sebenarnya," ujar Theo pelan namun tajam, ada nada tak terbantahkan di sana.

Namun sayangnya nada suara itu tidak berpengaruh bagi Devano. Ia tersenyum miring. "Untuk itu gue gak bisa."

"Bangsat! Apa untungnya lo sembunyiin identitas dia? Hah?!" Emosi Theo meledak.  mencengkeram erat kerah seragam adik kelasnya.

Yoan langsung memisahkan. "Lo yang lebih bangsat! Tahan emosi lo! Devano cuma bertugas ngasih clue. Bukan identitas!" Masih sedikit berbisik seraya memperhatikan sekeliling kantin yang sudah ramai siswa-siswi—kepo dengan apa yang sedang terjadi.

Cengkeramannya melemas, cowok itu terduduk menutup mata mengatur deru napasnya. Ada rasa sesak di sana. Butuh berapa lama lagi dirinya akan bertemu gadis itu?

"Lebih baik kita coba tebak siapa cewek itu sebenarnya," ujar Arsen menengahi.

Semuanya mengangguk setuju dengan ide Arsen, kecuali Devano. Cowok itu tetap diam memasang wajah tidak peduli.

Jangan Datang Lagi, Cinta! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang