F R E Y A J U G A
I N G I N T E M A N.
💌💌💌
"Geee!"
Gebby menoleh mencari pemilik suara cempreng yang memanggilnya barusan. Tersenyum hangat melihat seorang gadis memakai softlens abu-abu berlari menghampiri dirinya seraya merentangkan kedua tangan.
Kaos putih polos dengan celana hotpants terlihat sangat cocok ditubuh bak porselen itu. Namun senyumnya sedikit memudar ketika melihat seseorang yang baru saja masuk, berdiri di depan pintu—bersedekap dada. Gadis itu memicingkan mata, memastikan bahwa ia tidak salah mengenali orang.
Theo.
Gebby memalingkan wajah, jantungnya mulai berdetak tak karuan kala Theo membalas tatapannya, secuil senyum namun terlihat sangat tulus.
Setelah sampai di hadapan Gebby, Freya langsung memeluknya erat. "Kita ketemu lagi, yeaaay."
Gebby tersenyum, tangannya terangkat membalas pelukan Freya. "Kebetulan banget."
Ralat. Di rencanakan. Tidak mungkin jika ini adalah sebuah pernyataan yang katanya "kebetulan". Theo tahu dengan sangat jelas bahwa dirinya bekerja di kafe ini, sebodoh-bodohnya orang juga pasti mengerti, apalagi masih banyak kafe lain yang dapat dikunjungi.
"Tempat biasa atau te—"
"Ayo kita duduk." Belum sempat melanjutkan ucapannya Freya terlebih dulu menarik tangannya untuk ikut duduk bersama, memasang wajah innocent seolah tidak ada orang lain di sana.
Reno menatap gadis itu sengit. Berani-beraninya gadis tidak dikenalnya ini duduk di meja yang sama dengannya tanpa izin atau hanya sekadar basa-basi.
Freya merasa dirinya sedang diperhatikan mulai mengangkat wajah yang semula sibuk memainkan ponsel. "Oh, hai. Duduk di sini juga? Seriously? Oh, iya, boleh kok, Ah ... thankyou. Sama-sama ...."
"Gue gak izinin lo duduk di sini!"
"Gak pa-pa, lo cukup diam aja, soal izin gue yang wakilin," jawabnya santai.
"Meja lain masih banyak yang kosong!" sewot Reno.
"Ren, udah." Gebby harus segera membungkam salah satu dari keduanya. Reno. Tidak mungkin sekali jika Freya mau diam dan berhenti berdebat.
"Dibilang diem aja ya diem aja!"
"Frey—"
"Kok jadi lo yang bossy di sini?" Reno memotong perkataan Gebby.
Freya melotot mendengarnya. "Emang gue bos di sini."
"Frey—" Gebby menghembuskan nafas jengah, lagi-lagi Freya memotong ucapannya.
"Ge, bilang ke dia kalau gue yang punya kafe ini," kata Freya seraya mengedipkan mata beberapa kali, memberi tatapan memohon seolah berkata ikuti saja permainannya.
"Oh ya?" Sebelah alis Reno terangkat. "Buktinya?"
Sontak Freya gelagapan. Mana buktinya?!
"Tanya aja sama Gebby." Nadanya terdengar sangat percaya diri, angkuh, tak ingin tertandingi, tapi berbeda dengan matanya. Lihat saja, gadis itu kembali menatap Gebby, mengemis.
Reno tersenyum miring. Mengeluarkan dompet dari saku celananya.
"Gak usah ih, duit gue banyak kok."
Cowok itu berdecak. Menarik kembali dompet yang tadi ia ulurkan ke arah Freya, mengeluarkan selembar kertas dari sana. Mau tidak mau Freya mengangkat kertas itu dan membacanya dalam hati. Sontak ia tercenung beberapa saat, kemudian memandang Theo meminta pertolongan. Gadis itu meringis, "Yo ... dia yang punya, tolongin gue ...."

KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Datang Lagi, Cinta!
Fiksi RemajaFOLLOW SEBELUM MEMBACA Theo Dirgantara. Kehilangan cinta pertamanya, perempuan yang dulu memberinya sebuah diary dan menghilang begitu saja membuat Theo menjadi cowok dingin, ketus, dan pemarah. Theo mengabaikan semua cewek yang mencoba mendekatiny...