Chapter 24 - Kebenaran

30 7 0
                                    

Aku segera masuk ke dalam mobil untuk menelpon Kim, kembaranku. Aku yakin ini pasti ulahnya karena ia satu-satunya orang yang membenci In Jeong. Aku melajukan mobilku dengan kecepatan di atas rata-rata menuju tempat pertemuan kami.

Sesampainya di Yangjaecheon, aku terkejut dengan keadaan Yeon Ji saat itu. Aku berusaha untuk berpikir bahwa itu bukan dia, tetapi ada suara kecil dalam hatiku yang berkata bahwa fakta yang kulihat sudah berhasil membuktikan bahwa ia pembunuh. Yeon Ji terihat berantakan hari itu. Ia mengenakan jeans hitam dan kaos abu abu dengan jaket hitam dan topi. Mukanya penuh darah dan tangannya memegang sebuah kapak berlumuran darah. Aku benar benar marah saat itu, aku berteriak dan menangis tidak percaya bahwa kembaran ku sudah membunuh orang yang paling kucintai. Aku sempat berlari ke arahnya dan mencekik nya, "kenapa kau melakukannya? Aku sudah memberikan semuanya untukmu, ku korbankan cita cita ku menjadi musisi hanya demi menemanimu di Korea, sekarang kau.." napas ku sesak, ingin rasanya ku bunuh kembaranku saat itu juga. Air mataku terus mengalir deras, sembari sesenggukan aku melanjutkan kata kata ku, " kau membunuh In Jeong, orang yang kucintai. Aku akan membunuhmu."

"silakan saja kau bunuh aku sekalian. Jika mati saat ini pun aku tidak akan menyesal."

Cengkeraman ku di lehernya menguat ketika ia berkata seperti itu. Napas Yeon Ji sudah mulai habis, ia sudah kesulitan bernapas, hanya tinggal sedikit lagi, Yeon Ji pasti sudah tewas malam itu. "tidak, aku sudah kehilangan orang yang kucintai. Aku tidak akan kehilangan lagi. "

Aku mengambil kapak yang Yeon Ji pegang dan membersihkan nya dengan tissue yang ada di mobil. Aku mengambil jaket dan topi dan memasukkan segala hal yang dapat menjadi bukti ke dalam kantong plastik putih. Aku memasukkan nya dengan terburu buru sehingga tidak sadar DNA ku tertinggal di kapak tersebut. Aku menaruh kapak yang sudah ku masukkan ke kantong plastik hitam di bawah pohon, dekat aliran sungai. Dengan begitu kejahatan Yeon Ji tidak akan terungkap.

Beberapa hari kemudian, detektif Katherine mendatangi ku sebagai reporter. Aku merasa aneh saat itu karena ia bertanya mengenai In Jeong. Karena kecurigaanku, aku ber-akting sedih ketika ditanyai mengenai In Jeong, sebenarnya aku memang sedih jika ditanyai masalah orang yang kucintai. Tetapi aku tidak boleh membongkar semuanya, aku sudah kehilangan In Jeong, orang yang kucintai, aku tidak akan kehilangan orang yang kucintai lagi dengan mengorbankan kembaranku meski di satu sisi aku juga ingin ia mendapat ganjaran atas perbuatannya.

Suatu hari, aku mendapat telepon dari Yoon Si Jeon, partner In Jeong dalam berjualan narkoba, ia mengajak ku bertemu di rumahnya untuk berbicara serius. Dengan polosnya aku menurut dan pergi ke rumah nya. Ketika sampai disana, aku terkejut ketika ia memperlihatkan sebuah video ketika aku dan Yeon Ji berada di Yangjaecheon. Ia mengancam akan melaporkan aku ke polisi jika aku tidak mau menuruti permintaannya. Aku benar benar tidak bisa berpikir jernih kala itu, di satu sisi aku tidak mau jika harus menuruti permintaan kotornya, tetapi aku juga tidak mau jika rencanaku gagal. Si Jeon perlahan mendekat ke arahku, pada awalnya aku mengikuti permainannya, aku memintanya menunggu di kamar sedangkan aku akan bersiap-siap. Bukannya bersiap, aku berjalan menuju kantornya dan mengambil suntikan dan botol yang berisi narkoba yang di buatnya, meski aku tidak mengerti akan obat, tapi aku tahu bahwa jika orang overdosis pasti akan mati. Aku mengambil botol tersebut dan menyimpan 25 ml di dalam suntikan. Untuk berjaga jaga aku mengisi penuh 2 jarum suntik dan total aku membawa 50ml narkoba yang ia racik.

Yoon Si Jeon terlihat senang karena aku menuruti permintaan kotornya, ia berkata bahwa ia menyukai ku sejak kali pertama bertemu, tetapi aku milik sahabatnya, Park In Jeong. Ketika ia terlentang di atas kasur, aku mengeluarkan jarum suntik ku, sementara Si Jeon tidak sadar karena dipenuhi rasa bahagia dan tidak sadar. Aku segera menyuntikkan cairan yang ada di kedua jarum suntik itu. Tak lama kemudian dugaan ku benar bahwa ia overdosis, ia kejang kejang dan mulutnya berbusa, wajahnya pucat bukan main. Aku segera membersihkan segala jejak ku dari rumah itu dan pergi dari rumah itu. 

The Hidden Truth of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang