All about calculator.
Stevia Almira Gustav.
***
HAPPY READING!
Hari ini gadis berlesung pipi itu kembali terlambat bangun dari tidurnya, mengingat ia baru tertidur sehabis subuh tadi.
Flashback
"Matematika, Bahasa Sunda, Akuntansi Dasar," monolog Via seraya memasukkan buku-bukunya kedalam tas dengan tergesa-gesa.
Inilah kebiasaan buruk Via yang sulit sekali untuk diubah, menyiapkan semua peralatan sekolah pada pagi hari.
Bus melaju seperti pada umumnya. "Ish, kalkulator gua kemana sih?" Monolog Via seraya menggeledah semua yang ada di dalam tasnya.
Tiba-tiba saja Via teringat akan satu hal. "Astagfirullah, ketinggalan di atas laci," monolog Via saat dirinya mengingat bahwa kalkulator miliknya masih tertinggal di atas laci meja belajarnya dan tak mungkin ia harus kembali kerumahnya, mengingat lima belas menit lagi bel sekolah akan berbunyi.
***
"Kenapa sih hari ini gua sial banget. Mana si Lele ikut ke kawinan sodaranya lagi, gua kan jadi ngga bisa nebeng, untung aja masih dibolehin masuk sama Mang Tarno," gerutu Via.
"Muka lo kusat amat, kenapa?" Tanya Zura seraya menaburkan bedak pada wajahnya.
"Lo bawa kalkulator ngga Zur?" Tanya Via.
"Bawa lah, gila aja kalo ngga bawa mah," jawab Zura.
"Gua ngga bawa, gimana dong?" Bingung Via.
"Hah? Serius lo? Siap-siap aja noh dijemur di tengah lapangan," celetuk Zura.
"Woy, yang ngga bawa kalkulator siapa aja?!" Teriak Via pada seluruh penghuni kelasnya.
"Pada bawa semua Vi, mending lo pinjem ke kelas lain aja deh, nanti gua izinin ke guru kalo lo lagi di UKS," saran Nako sang ketua kelas.
"Nah bener juga noh kata si Nako. Ayo buru gua temenin," ajak Zura langsung menarik tangan Via. Hitung-hitung bolos pikirnya.
***
"Siapa gurunya?" Tanya Via pada Zura yang sedang mengintip lewat jendela kelas X Akuntansi 2.
"Untung Bu Niken, ayo!" Ajak Zura.
Seluruh kelas X akuntansi telah Via dan Zura kunjungi namun hasilnya tetap nihil, tak ada satu pun orang yang mau meminjamkan kalkulatornya untuk Via. Entah mereka benar-benar memang tidak membawanya atau mereka saja yang pelit.
"Masa kita harus ke kelas kakel sih Zur, malu anjir," tutur Via.
"Ya mau gimana lagi, emangnya lo mau dihukum sama Bu Dina? Gua sih terserah lo aja maunya gimana," jawab Zura.
Tak berbeda jauh dengan kelas sepuluh, anak-anak kelas sebelas pun berperilaku demikian. Ya memang sih, kalkulator bisa dikatakan sebagai aset terbesar bagi seorang anak Akuntansi. Jika kalkulator hilang ataupun rusak, bisa tamat riwayat mereka karena harus menghitung angka-angka yang begitu memusingkan otak dengan cara manual, mencoret-coret di atas kertas lembar.
"Tinggal kelas XI akuntansi 1 nih Vi, kalo mereka ngga ada yang mau minjemin juga kita balik ke kelas ya? Gua ngga berani anjir kalo pinjem ke kelas dua belas," cerocos Zura.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMIT (END)
Teen FictionPertemuan klise pada saat tahun ajaran baru, membuat Varo menaruh hati pada gadis bernama Via. Varo mendekati Via dengan caranya sendiri. Cara seorang laki-laki dingin, yang sebelumnya tak pernah merasakan jatuh cinta. Saat keduanya tengah dimabuk a...