Bahkan menyesal pun sudah tak akan ada artinya.
Varo Aldric Mahatma
***
HAPPY READING!
Hari ini Varo tengah menunggu Agnes di kedai ice cream tempat biasanya ia dan Agnes bertemu.
"Sorry Kak kalau nunggu lama." Agnes menarik salah satu kursi yang nantinya akan ia gunakan untuk duduk.
"Lo mau ngomong apa?" Agnes menatap manik mata Varo lalu meraup oksigen dari sekitarnya dengan sebanyak mungkin. "Gua mau kita putus."
"Lo diancem apa sama cewek itu?"
"Cewek itu?"
"Via."
"Gua sama sekali ngga diancem sama Via dan gua, mau buat suatu pengakuan yang mungkin akan terdengar sangat menyakitkan buat lo, Kak."
Gadis itu mulai mengungkap semua kebenarannya. Dimulai dari ia yang mengidap sakit gagal ginjal, tentang Ayahnya yang ingin meraup semua kekayaan milik Varo melalui dirinya, serta Via yang sudah menyelamatkannya beberapa waktu yang lalu.
Varo tersenyum hampa. "Selamat, selamat karena lo udah berhasil buat gua terlihat sangat bodoh."
***
Kening Varo berkerut, Mang Hasan, supir pribadi Papahnya dahulu tiba-tiba saja berkunjung ke rumahnya kembali.
Tata yang melihat kedatangan anak laki-lakinya langsung meneteskan air matanya. "Mah? Mamah kenapa nangis?"
"Biar Mang Hasan yang akan menjelaskan semuanya ya."
Flashback
"Pah, Varo mau beli handphone yang ini dong."
"Nanti dulu ya Var, Papah kan baru pulang dari kantor."
Varo beranjak dari duduknya lalu bersedekap dada. "Papah pilih kasih, kalo Dena yang minta aja pasti langsung dibeliin." Laki-laki itu langsung berlari menuju kamarnya berada.
Papah Varo memakai kembali jas yang tadi sudah ia lepas. "Biarin lah Pah, paling Varo ngambeknya cuman sebentar aja."
"Ngga apa-apa Mah, biar Papah belikan aja dulu buat Varo." Tata menyalimi tangan sang suami sebelum suaminya pergi kembali.
"Udah hampir jam sebelas malam kok Papah belum pulang ya, Den?"
"Mungkin di jalan lagi macet kali, Mah."
"Mana mungkin udah hampir jam sebelas gini masih macet."
"Mending Mamah susul Papah kamu deh, takutnya terjadi sesuatu." Tata menyambar kunci mobilnya dari atas nakas. "Dena ikut, Mah."
Sementara di lain tempat. "Ayo Mang Hasan kita ngebut, udah larut malam soalnya."
Tin! Tin! Brak!
Sungguh naas, mobil yang Papah Varo tumpangi kini sudah menabrak pembatas jalan.
"Pak! Pak!" Tutur seseorang yang mencoba membangunkannya dan sang supir.
Papah Varo tersadar dari pingsannya, tak lama Mang Hasan pun ikut tersadar. "Astagfirullah, itu kepala anda mengeluarkan darah."
"Apa kalian baik-baik saja?"
"Iya, kami baik-baik saja. Justru anda dan perempuan itu yang terluka."
"Tak apa, sa-saya akan ke rumah sakit sekarang. Ini kartu nama saya," tutur Papah Via seraya menyerahkan kartu namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMIT (END)
Teen FictionPertemuan klise pada saat tahun ajaran baru, membuat Varo menaruh hati pada gadis bernama Via. Varo mendekati Via dengan caranya sendiri. Cara seorang laki-laki dingin, yang sebelumnya tak pernah merasakan jatuh cinta. Saat keduanya tengah dimabuk a...