Dari Awal

236 15 1
                                    

Bahkan setengah tahun masih belum cukup buat gua buka hati untuk orang baru lagi.

Stevia Almita Gustav.

***

HAPPY READING!

Dua bulan berlalu...

Varo tengah mempersiapkan dirinya menuju Bandara, cowok itu lebih memilih pindah ke Amerika dan meninggalkan Ibu Kota guna sedikit menenangkan hatinya, ia juga memilih melanjutkan pendidikannya di sana.

Tata menatap anak sulungnya yang sudah tumbuh semakin dewasa. "Kamu hati-hati ya Var, jaga diri kamu baik-baik di sana."

Varo memeluk tubuh sang Mamah dengan penuh kasih sayang. "Pasti, Mah."

"Jaga Mamah." Pesan Varo kepada adik perempuannya. Dena mengangkat kedua ibu jarinya.

"Take care, Bro," tutur Rama. Memang untuk kali ini, hanya Rama yang turut mengantar Varo ke Bandara, sementara yang lain sudah sibuk degan urusan masing-masing. Seperti Bima dan Cici yang melanjutkan pendidikannya di Bandung, Zura yang melanjutkan sekolahnya menjadi siswi kelas dua belas dan Agnes yang baru saja satu Minggu lalu meninggalkan Ibu Kota untuk menjalani pengobatan ke luar negeri bersama sang Bunda.

***

Setibanya di Apartement, Varo langsung meregangkan otot-ototnya seraya membereskan semua baju serta peralatan yang ia bawa dari Indonesia.

Laki-laki itu berjalan ke arah balkon kamarnya, melihat ramainya kota pada malam hari. "Udah hampir setengah tahun, Vi. Sebenarnya, lo ada di mana?" Varo bergumam lalu menghela napasnya.

***

Kring! Kring! Kring!

Varo bangun dari alam mimpinya, tak lupa menjalankan kewajibannya terlebih dahulu sebagai seorang muslim sebelum nantinya ia pergi untuk kuliah.

Memakai hoodie hitam, dipadukan dengan celana jeans berwarna senada, Varo menyugar rambutnya yang masih sedikit basah, agar sedikit tertata rapih.

***

"Udah tau Hilmi Bahasa Inggrisnya belum lancar, Papah kenapa kuliahin Hilmi di US tahun ini sih?" Protes laki-laki yang memanggil dirinya Hilmi itu.

[...]

"Ya walaupun nanti satu kelas isinya orang Indonesia semua, tapi seenggaknya Hilmi tetep harus lancar Bahasa Inggris dulu kali, Pah."

[...]

"Udah lah, ngga ada gunanya debat sama Papah, Hilmi ngga akan pernah menang." Laki-laki itu langsung mematikan teleponnya secara sepihak.

"Ex-excus me." Merasa ada yang mengajaknya berbicara, Varo melepaskan earphone yang ada di telinga sebelah kanannya. "Gua orang Indonesia."

"Alhamdulillah, akhirnya gua ketemu sama orang yang satu habitat," tutur Hilmi, mendramatisir keadaan, sementara Varo langsung melenggang pergi entah ke mana.

***

"Lo mau makan apa, Var?" Tanya Hilmi.

1

2

3

Tak ada sautan sama sekali. "VARO, LO NGGA BUDEK KAN?" Teriak Hilmi tepat di dekat telinga Varo. Varo yang sempat terkejut hanya menatap tajam ke arah Hilmi lalu pergi keluar dari kelasnya.

RUMIT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang