Es Krim

2.1K 112 4
                                    

Sepuluh menit membelah jalanan, akhirnya mobil Jevin berhenti di salah satu restoran cepat saji. Sesuai permintaan Salsa. Sekarang, mereka berada di bangku pojok restoran itu.

"Jevinnn, gue kan udah bilang sambelnya banyakinnnn." Salsa mengeluh. Pasalnya, Jevin memberi sedikit sekali sambal pada makanan Salsa.

"Lo udah maag, jangan aneh aneh deh! Ntar perut lo perih lagi!" kentara sekali Jevin sedang kesal.

"Nggak bakal, Jevinnnn." Salsa berusaha memohon.

Jevin melotot. "Mau gue robek tuh perut?!"

Akhirnya Salsa menyerah. Ia mulai memakan makanannya sambil merengut. Sementara setelah Jevin selesai memakan makanannya, ia mengeluarkan ponselnya dan mengabari Kevin bahwa Salsa akan langsung pulang. Kevin terdengar agak panik saat tau bahwa Salsa sakit.

"Jevinn?"

Jevin menoleh.

"Sebelum pulang beli es krim dulu, boleh ya?" Jevin mengangguk.

"Tunggu di mobil. Gue yang pesenin."

"Nggak usah, gue bisa kok."

"Bacot. Tar lo pingsan, gue yang ribet. Nih!" Jevin menyerahkan kunci mobilnya dan langsung beranjak pergi umtuk mengantri.

"Itu mulut pengen gue gampar aja!" gerutu Salsa. Ia bergegas ke mobil Jevin dan menunggu disana. Setelah sepuluh menit, Jevin datang membawa segelas es krim vanila. Sepanjang perjalanan, Salsa mengomel mengenai Jevin yang meninggalkannya saat sekarat tadi. Jevin hanya diam. Fokus menyetir.

"Jevin, lo tau gak kalo es krim bisa bikin tenang?"

"Nggak."

"Ih gue serius!"

"Gue juga serius."

"Lo tau kenapa?"

Dahi Jevin terlihat agak mengkerut," Kenapa?"

"Karena dingin! Kalo orang stress kan otaknya panas, jadi didinginin deh pake es krim. HAHAHHAA."

Jevin menoleh sekilas lalu memutar bola matanya.

"Jevin."

Jevin menoleh lagi. Kali ini dengan raut wajah yang kentara sekali masih kesal.

"Makasih, ya!" Salsa tersenyum lebar hingga matanya pun ikut melengkung.

Jevin hanya mengangguk.

***

"Lo sih, Han! Gue jadi dimarahin nyokap gue bangsat!" Dirga menjitak kepala Yohan yang baru saja mendaratkan pantatnya di bangkunya.

"Lah apaan anjir?! Gue baru juga dateng!"

"Gara gara lo make lipstick nyokap gue trus lo patahin, bulanan gue dipotong njirr!" Dirga tidak sadar kalau suaranya sudah mendominasi ruang kelasnya.

"Mampus! Lagian duit lo kan banyak, Dir. Katanya panci di rumah lo gede? Jual aja noh! Hehehehehe,,," Yohan nyengir tanpa dosa.

"Lo aja yang kurang kerjaan! Ngondek lo ya?!" Dirga menatap Yohan ngeri.

"Iya nih, abang Dirga nggak mau sama saya, Bang?" Yohan mengedipkan sebelah matanya genit.

"Sentuh gue dikit, gue bacok lo!" Dirga terlihat mengepalkan tangannya diudara, mengancam Yohan.

"Bacot banget sih pagi pagi!" Olin menatap tajam Dirga dan Yohan. Paginya yang seharusnya tenang selalu dirusak oleh ocehan kedua manusia itu. Siapa yang tidak sebal?

Dimas mendaratkan pantatnya dibangkunya. Ia membawa beberapa lembar kertas berisi hasil TM kemarin. "Semua duduk dulu dong!" tidak ada yang mendengarkan. Semua mahkluk disana masih sibuk dengan urusan mereka masing masing. Terutama Dirga dan Yohan yang masih bergelut perihal patahnya lipstick nyokap Dirga. "EH BANGSAT! DUDUK!"

Semua orang otomatis duduk dibangkunya masing masing.

"Gue mau ngomongin acara sekolah yang dibilang Pak Gun. Disini ada lomba basket buat cowok sama cewek antar kelas. Jadi, kita mau milih sendiri anggotanya atau mau dipilihin Bu Dea?"

"Pilih sendiriii!!" ucap mereka semua serempak.

"Anggota cowok udah gue yang pilih. Tapi untuk tim basket cewek gue gak tau mau milih siapa. Sekarang, siapa yang mau aja deh."

Tidak ada yang mengangkat tangannya.

Dimas menghela nafasnya pasrah. "Kalo gitu gue yang tunjuk. Gak ada bantahan!"

***

Salsa mendengus kesal. Bagaimana tidak? Dengan entengnya Dimas menunjuknya sebagai salah satu tim inti untuk lomba basket antar kelas. Salsa benar benar benci olahraga. Ditambah lagi, ia sama sekali tidak tahu menahu tentang basket.

Olin terlihat membawa dua mangkuk bakso dan dua gelas es the dengan nampan. "Pesenan lo," Olin duduk di hadapan Salsa. "Udah sih, jalanin aja. Jangan dibawa ribet. Lagian lo juga gak di haruskan menang juga kan sama mereka."

"Tapi gue kan nggak ngerti basket sama sekali, Lin." Salsa menambahkan kecap, saos dan sambal pada baksonya.

"Kan latihannya sama tim cowok, Sa. Pasti diajarinlah. Bego." Olin tampak tenang memakan baksonya.

"Tapi kan—" belum sempat Salsa menyelesaikan bicaranya, sebuah pantat mendarat di kursi sebelah Salsa.

"Ribet amat sih lo! Nanti kita ajarin, tinggal ikut aja susah amat! Nanti habis tanding, gue nikahin deh, Sa. Janji!" Kali ini bukan Olin. Tapi Yohan yang sudah asik melahap batagor yang dibawanya tadi. Tidak lama, Kevin, Dirga, Steve, dan Jevin juga memenuhi meja Salsa.

"Kayak Sasa mau aja lo nikahin!" Dirga menoyor kepala Yohan hingga Yohan tersedak.

"Maulah! Iya kan, Sa?" kata Yohan sambil melotot mengancam Salsa.

Salsa hanya tertawa. Ia menoleh pada Jevin yang tengah memainkan hpnya. "Jevin tumben ke kantin?"

Yang disebut hanya menoleh. Lalu kembali terfokus pada hpnya.

"Bekalnya dimakan Yohan, Sa. Emang gak ada adab si Yohan, gue sumpahin mulut lo sariawan sampe nanahan!" Kevin tertawa diikuti yang lainnya kecuali Jevin.

"Jahat lo!"

"Nanti latihan kan, Jev?" kali ini Steve akhirnya bicara. Steve memang jarang ikut kumpul karena sibuk membantu ayahnya mengurusi perusahaan. Ayah Steve itu galakkkk bangetttt!!

Jevin mengangguk.

"Dimana?"

"Belakang rumah Kevin." Semua mengangguk. Kecuali Salsa dan Olin pastinya yang masih sibuk melahap baksonya.

"Ajak tim cewek ya, Sa. Nanti bawa makan banyak banyak juga jangan lupa. Jam 4 bilangin." Kevin nyengir lebar tanpa dosa. Sedangkan yang diajak ngobrol hanya mengangguk sambil kewalahan meniup bakso yang masih panas itu.



CUDDLES : The Warmest Hug Ever!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang