Marah

1.2K 102 0
                                    


Drama korea yang biasanya selalu berhasil membuatnya lupa akan dunia kini tak lagi berfungsi demikian. Sudah tiga puluh menit Salsa berusaha memfokuskan diri pada layar laptopnya, tapi ia tidak kunjung paham apa yang dilakukan aktor aktor tampan kesukaannya itu.

Suara teriakan teman teman Dava membuat decakan kesal keluar dari bibir Salsa. Jika teman teman Dava datang, keadaan rumah memang jadi seramai ini. Biasanya Salsa akan dengan senang hati ikut memporak porandakan kamar Dava, tapi kali ini Salsa justru menjadi orang yang terganggu akan keramaian itu.

Salsa menoleh ketika sebuah pesan menggetarkan ponselnya lalu mengerutkan dahi setelah membacanya.

Jeju<3

Bukain pintu

"Pintu? Maksudnya?" gumaman Salsa bingung.

Beberapa detik berikutnya, terdengar ketukan pada pintu kamarnya, Salsa beangkit dan membuka pintu sambil menggerutu sebal, "Gue lagi nggak mood, Da—" ucapan Salsa terhenti saat sadar siapa yang sedang berdiri didepannya bukanlah Dava.

"Kenapa nggak mood?" tanya Jevin.

Mata Salsa masih membulat sempurna diikuti dengan bibirnya yang masih terbuka lebar. Ia terpaku menatap wajah pucat Jevin yang kini sedang terkekeh menatapnya.

Jevin mengusap puncak kepala Salsa, "Mau disini terus?"

Salsa mengerjapkan matanya dan menoleh kesamping. Ia mendapati tiga mahkluk yang diam diam mengintip dari pintu kamar Dava. Salsa membalas mereka dengan delikan tajam lalu menarik tangan Jevin untuk masuk ke kamarnya. Terdengar dengan jelas teriakan nyaring Dava yang berkata, "Jangan macem macem!"

Salsa menarik tangan Jevin hingga ke balkon kamarnya, ia lalu duduk di salah satu sofa dan menepuk bagian kosong sofa disebelahnya, "Duduk."

Jevin menurut, ia duduk di sebelah Salsa lalu bersandar padanya, "Kenapa?"

Salsa mengerutkan keningnya, "Apanya?"

"Kenapa nggak mood, Sayang," jelas Jevin.

Salsa menggeleng, "Ngapain kesini?"

"Kenapa?"

Salsa berdecak, "Jangan balik nanya."

Jevin menghembuskan nafasnya, "Kenapa nggak ikut ke rumah aku?"

"Kamu kesini cuma gara gara itu?"

Salsa dapat merasakan anggukan dipundaknya. Beberapa detik kemudian, ia terlonjak kaget merasakan dahi Jevin yang menyentuh kulitnya terasa hangat, "Kamu masih demam!"

Jevin diam dan memejamkan matanya, menikmati aroma tubuh Salsa yang benar benar menenangkan.

Salsa menepuk pipi Jevin lalu dengan jutek berkata, "Kita masuk aja, anginnya kenceng."

"Kalo mau marah, marah sekarang."

Salsa menoleh, "Gimana mau marah kalo lo sakit gini?" gerutu Salsa.

Jevin terkekeh lalu memeluk tangan Salsa sedangkan Salsa memutar bola matanya malas, "Giliran sakit manjanya kek bayi baru lahir kemarin, giliran sehat guenya dicuekin mulu!" sewot Salsa.

Salsa kembali berceloteh, "Tau nggak lo, orang orang bilang kita tuh nggak cocok. Hiihh kesel banget gue! Kata mereka lo cocoknya sama Olin, yang lebih dewasa terus pinter. Pengen gue buang aja tuh orang orang!" curhat Salsa menggebu gebu.

"Biarin."

"Enak aja! Lo juga ngapain bilang izin sakit lewat Olin?!"

Jevin terkekeh lalu memeluk Salsa erat, "Pusing."

Salsa menggerutu kesal, "Iyalah! Siapa suruh lagi sakit malah kesini."

"Cari obat."

Semburat merah tercetak jelas dipipi Salsa, dalam hati ia bersyukur dengan posisinya yang tengah berada di pelukan Jevin sehingga Jevin tidak dapat melihat wajah meronanya.

Pelukan Jevin masih hangat dan menenangkan, masih menjadi candu Salsa yang mungkin akan sulit terobati.

***

Hanya dengan sebuah pelukan, Salsa bisa mengubur dalam dalam kekesalannya. Seperti sekarang, Salsa sedang mengelus rambut Jevin yang menidurkan kepalanya dipaha Salsa sambil memainkan game di ponselnya.

"Tadi aku telat, terus dihukum Bu Sada. Gila! Untung banget Nathan langsung dateng, jadi aku nggak perlu lanjutin hukuman deh! Nathan penyelamat banget!" cerita Salsa heboh.

Jevin hanya mengangguk anggukkan kepalanya tanpa menoleh.

"Ju," panggil Salsa.

Kini Jevin menoleh, "Kenapa?"

"Ini pertama kalinya aku nggak percaya sama diri aku sendiri."

Kerutan di dahi Jevin bertambah.

"Kenapa aku? Kenapa nggak Olin?"

Jevin menghembuskan nafasnya berat, "Jangan mikirin omongan orang."

"Tapi kan—"

"Kita yang jalanin."

"Jawab, Ju."

"Karena itu lo, Alika Salsabila."

Salsa mendengus, "Yang bener!"

Jevin terkekeh, "Bener."

Mata Salsa memutar malas, "Terserah lo deh!"

Lalu Jevin tertawa kencang.



CUDDLES : The Warmest Hug Ever!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang