Farah?

1.6K 104 4
                                    

Kevin, Yohan, Dirga, Steve, dan Dimas sedang membolos jam pelajaran Matematika. Iya, itu Dimas, si ketua kelas legendaris. Ketua kelas idaman. Selama Dimas yang menjabat sebagai ketua kelas, absensi kelas akan tetap lancar tanpa ada keterangan alfa. Sekalipun yang bersangkutan membolos. Berani Dimas jamin, ia akan menjadi ketua kelas selama tiga tahun berturut turut.

"Jevin gak ikut lagi 'nih?" Kevin membuka bungkus rokoknya, mengambil sebatang rokok.

"Katanya mau ke kantin dulu." Kevin hanya membalas ucapan Steve dengan anggukan. "Tanding basketnya seminggu lagi kan?"

"Iya anjir! Duhh jadi nggak sabar deh gue!" Yohan memasang wajah sumringahnya.

"Nggak sabar ngapain lo? Jangan aneh aneh deh!" Dirga memberi pelototan tajam kearah Yohan.

"Aneh aneh apaan sih? Kayaknya gue kalem kalem aja dari dulu."

"Kalem pala lo bengkok! Lo nggak inget pas SMP dipanggil kepsek gara gara nyoretin poster muka kepsek pake spidol? Gak ada akhlaknya lo emang. Isi bawa bawa nama gue lagi!" sahut Dimas penuh emosi.

"Itu si Rara aja tuh yang mulutnya kayak ember bocor. Mangap sana sini. Lagian ya, Dim. Temanya itu kreativitas tanpa batas. Berarti gue bener dong!" Yohan melirik Kevin. "Vin! Diem baek lo. Ditempelin dedemit baru tau rasa."

Kevin yang sejak tadi fokus pada ponselnya sekarang tengah memelototi Yohan. "Lo demitnya!" Ia kembali mengalihkan pandangannya ke layer ponselnya. "Jevin diparkiran. Pada mau ikut nggak?" Kevin berdiri dan memasukan ponselnya ke saku celananya.

"Bangke! Itu orang atau tahu bulat? Dadakan banget! Gue kan udah pw disini." Yohan menggerutu.

"Lah? Lo belok?" ucapan Dirga membuat mata Yohan hampir menggelinding keluar.

"Enak aja lo, Babi! Maksud gue posisi wenak anjir!"

"Bacot! Buruan deh!" Kevin yang sedari tadi menahan makian untuk kedua sohib tersebut akhirnya meledak.

***

Kini Dimas, Jevin, Kevin, Yohan, Dirga, dan Steve sudah berada di basecamp mereka. Letaknya hanya sepuluh menit dari sekolah. Basecamp ini sebenarnya adalah studio foto pribadi milik Dimas. Namun mereka berenam merenovasinya menjadi tempat mereka berkumpul. Disana terdapat satu buah mini guitar, ukulele, dan gitar akustik. Terdapat juga beberapa novel milik Steve. Tak lupa Dirga membawa PS dan beberapa permainan lainnya.

"Lo kenapa sih, Jev?" Dimas memulai percakapan. Pasalnya sejak mereka tiba di basecamp, raut wajah Jevin terlihat sangat gusar dan tatapannya menyala. Bahkan Yohan dan Dirga tak berani bersuara.

Jevin masih tetap pada posisi awalnya. Bersandar pada sandaran sofa sambil memejamkan matanya. Ia menghembuskan nafas kasar.

"Ngomong kek, Jev. Lo kira kita kita ini dukun yang bisa nerawang isi otak lo?" Yohan meneguk minumannya lalu mengerling jahil. "Sini cerita sama abang."

Kevin melotot. "Diem!"

"Tau nih! Gak tau situasi banget!" Dirga memanas manasi.

Yohan memandang kesal kearah Dirga. "Kompor mleduk!"

"Apa lo?!" Dirga memelototi Yohan.

Steve berdecak sebal lalu memandang tajam kearah Yohan dan Dirga, membuat mereka berdua menggerutu saling menyalahkan.

"Lagi?"

Jevin membuka matanya. Menoleh pada Steve. Steve, Kevin, dan Jevin sudah berteman selama empat tahun. Maka tidak heran pula jika Steve dan Kevinlah yang lebih banyak tau mengenai kehidupan dan kebiasaan Jevin.

CUDDLES : The Warmest Hug Ever!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang