Belum Selesai

1K 93 3
                                    

Yohan terus menyumpah serapahi Jevin yang membatalkan keberangkatannya ke Amerika. Sejak dibandara tadi, Dirga dan yang lainnya sudah berusaha menutupi wajah mereka dengan segala macam benda karena malu dengan umpatan umpatan Yohan yang sama sekali tak layak untuk didengar.

"Kalo tau nggak jadi, gue kan nggak usah bangun pagi pagi buat nganter Jevin. Malah gue udah siap tisu sekotak lagi!" cecar Yohan kesal.

Dimas yang duduk disebelah Yohan mendelik kesal, "Nggak ada yang nyuruh!"

"Heran gue, kalo gue jadi Jevin, gue bakal tetep berangkat sih. Kan enakan bule. Perbandingan Salsa sama bule itu jauh anjir! Emang bucin!" Yohan masih kekeh pada rasa kesalnya pada Jevin.

"Pengen banget lo, kalo Jevin sampe berangkat?" sindir Dirga.

"Buk—AAA!!!" pekik Yohan.

Bibir Yohan yang baru terbuka setengah terhenti setelah rambutnya dijambak ke belakang oleh perempuan galak disebelahnya, Olin. Olin memang duduk disebelah Yohan karena tikus seperti Yohan akan kalah dengan harimau paling galak dimuka bumi seperti Olin.

"Bisa diem nggak sih lo?!" bentak Olin kesal.

"Si bangsat kalo lagi ngobatin anak kecil gimana ya? Keburu ngompol tuh bocah kalo diginiin," ucap Yohan sambil mengelus kulit kepalanya yang terasa hampir copot.

Omong omong, mereka berlima sedang berada di rumah Jevin-ehm salah, apartment Jevin. Hanya berlima. Kevin, Steve, Dimas, Yohan, dan Olin. Jevin dan Salsa belum juga sampai meski berangkat lebih dulu.

Sepuluh menit berlalu, mulut Yohan masih mengisi keheningan ruangan. Isi kalimat panjang yang Yohan ucapkan hanya tentang, Yohan. Dan Nabila. Putus.

Mapang sekali nasib Yohan, setelah dua tahun mencoba move on dan dua tahun berjuang, ia akhirnya mendapatkan Nabila. Namun baru dua minggu berjalan, Nabila meminta putus darinya dengan alasan kamu terlalu baik buat aku.

Tak bisa lagi menyembunyikan tawa, seluruh manusia yang awalnya acuh dengan ocehan tidak berguna Yohan akhirnya tertawa.

"Temen gue pada laknat."

Pintu apartment terbuka, menampilkan figur sepasang kekasih yang kentara sekali sedang kasmaran. Dengan tangan saling menggenggam dan senyum di wajah Salsa, mereka memasuki apartement itu.

"Enak banget jalan jalan dulu, kita yang karatan nungguin kalian," Yohan mulai bicara ngawur lagi.

"Banyak omong, ambil pizza-nya dimobil gue," Salsa melempar kunci mobilnya ke arah Yohan.

Kevin berdecak, "Kenapa nggak sekalian lo bawa sih?"

Salsa mengangkat tangannya yang digenggam Jevin, "Penuh," jawab Salsa dengan cengiran khasnya.

Mata Yohan berbinar, "Jadi kalian telat karena beliin kita pizza?" Yohan berlari ke arah pintu keluar, "Gue yang ambil!" Lalu ia menghilang dibalik pintu.

Salsa tertawa terbahak bahak, membuat yang lain menatapnya curiga.

"Jangan jangan,,," Dimas menggantungkan ucapannya.

Salsa mengangguk, "Kunci pintunya!"

Dirga dengan semangat bangkit dan mengunci pintu apartment Jevin. Tak lama, terdengar jeritan Yohan dari luar apartment.

"ALIKA SALSABILA!!! PIZZA-NYA NGGAK ADA! MATI LO SAMA GUE!"

Membuat semuanya terbahak sampai tersedak liurnya sendiri.

***

Satu jam telah berlalu tapi Salsa tak sedikitpun beranjak dari tempatnya. Ia tengah menyelesaikan design terakhir dari tiga design yang sudah ia persiapkan sebelumnya. Nantinya, salah satu dari keempat hasil design itu akan ia tawarkan ke masing masing sponsor untuk mengikuti fashion week di masing masing kota bahkan negara yang berbeda.

Sentuhan dipundaknya menyadarkan Salsa, dilihatnya Jevin dengan wajah datar dan sorot mata tajam menatapnya, "Makan."

Salsa menggeleng, "Lima menit lagi, nanggung banget, Ju."

"Dua puluh tiga kali."

Salsa mengerutkan keningnya bingung.

"Kamu ngomong gitu."

Salsa menghela nafas, "Iyadeh makan," Salsa menyerah.

Jevin terkekeh, ia lalu membuka kotak styrofoam lalu menyajikannya pada Salsa.

"Nanti aku ada operasi," kata Jevin saat Salsa mengunyah makannya.

Salsa menoleh sambil tersenyum tulus, "Aku bisa pulang sendiri. Sukses ya operasinya!" Ucap Salsa menyemangati.

Jevin menatap Salsa yang sibuk memakan buburnya. Saat Salsa selesai meneguk air mineral pemberian Jevin, tubuhnya seketika tertarik masuk kedalam dekapan super nyaman. Beruntung sekali Dani jari ini sedang bertugas keluar.

Jevin memeluk Salsa dan meletakan kepalanya di ceruk leher Salsa untuk menghirup aroma yang selalu bisa menenangkannya.

Seolah mengerti, Salsa mengelus rambut Jevin pelan sambil mengeratkan pelukannya, "Capek ya?"

Dapat Salsa rasakan anggukan dipundaknya.

"Mau tidur dulu?"

Jevin menggelang, "Gini aja dulu."

***

Salsa melirik jam disudut ruangan lalu mulai mengemasi barang barangnya. Saat keluar dari gedung , matanya hampir menggelinding keluar melihat Nathan yang bersandar pada mobilnya.

"Hai, Sa! Aku pulang," sapa Nathan dengan senyum andalannya.

Sedangkan Salsa diam membisu. Mengapa ia melupakan kesempatan yang ia beri pada Nathan malam itu?

Ternyata ini belum selesai.

Hai guys!
Maaf up nya malem bangettt
Aku udah publish daritadi tapi hasil ketikanku tiba tiba hilang😭😭😭
So aku nulis ulang part ini lagi karena aku lagi nggak ngetik di laptopp

Makasih banget buat yang udah rajin Vote dan Comments
Semakin rajin ngevote dan comments, aku bakal semakin semangat nulisnya

Okay this is my longest curhatan selama aku nulis 'cuddles'.

So enjoy the story and i love you guys!

CUDDLES : The Warmest Hug Ever!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang