Bimbang (2)

1.1K 91 1
                                    


Kadang kita terlalu buta untuk sekedar menyadari arti tiap orang dihidup kita. Kita lupa pada sesuatu yang kita butuhkan hanya karena menginginkan hal lain. Dan pada akhirnya, kita menyesel.

Salsa tidak ingin menyesal, maka hari ini ia memutuskan untuk pergi ke rumah Nathan. Ia harus membicarakan sikap Nathan yang semakin hari semakin menjauh darinya sekaligus menjenguk sahabatnya itu.

Ocehan Yohan membuat Salsa tersadar dari lamunannya, ia langsung meninju pelan lengan Kevin saat menyadari Kevin sudah menghabiskan setengah siomay dan orange juice-nya.

Kevin nyengir tanpa dosa, memamerkan deretan giginya yang rapi ditambah lesung pipi andalanya, "Dengerin bacotan Yohan juga butuh tenaga, Sa."

Salsa mendelik tajam, "Ya nggak siomay sama orang juice gue juga!"

Jevin terkekeh lalu mengusap pelan pucuk kepala Salsa. Salsa menoleh, "Nanti aku pulang sama Olin. Iyakan, Lin?" Salsa menatap Olin penuh arti.

Olin mengangkat alisnya lalu mengangguk sedangkan Jevin mengangguk mengerti, "Jam lima gue jemput," ucap Jevin.

"Kemana?"

"Studio," jawab Jevin singkat.

"Serasa dunia punya berdua, yang lain mah ngekos!" sindir Yohan.

Pelototan tajam Salsa seakan tidak cukup, Yohan masih bersorak memancing keributan, "Gue sama Nabila aja nggak upgrade upgrade, enak banget lo berdua mesra mesraan dideoan gue?!"

Olin kesal setengah mati. Demi Tuhan, sekali lagi Yohan bicara, akan ia sumpal mulut ibu ibu lahiran itu dengan bakso mercon yang sedang ia santap.

Dirga terbahak sebentar, "Bilang aja pelet lo nggak ngaruh!"

Dimas mengangguk setuju sambil terkekeh, "Dari sekian banyak temen dukun lo, masa nggak ada yang manjur sih, Han?"

"Lo tau kenapa?" tanya Kevin misterius.

Semua menggeleng terkecuali Olin dan Steve, "Lo JELEK." Sahut Olin dan Steve berbarengan dengan nada datar.

Semua orang saling berpandangan lalu terbahak keras. Tentu saja terkecuali Yohan yang sedang mengerucutkan bibir manja seakan minta dihancurkan wajahnya.

***

Olin menatap Salsa datar, "Ngapain bohong?"

Salsa menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Gue mau jenguk Nathan, Lin."

"Berangkat sama gue. Besok, bilang dulu sama Jevin," ucap Olin. Olin tau betul kebimbangan yang ada di benak Salsa, tapi Salsa tidak bisa berbohong seperti ini. Saat ini, Salsa bukan sedang dalam posisi memilih. Salsa sudah memilih Jevin.

Salsa menggeleng, "Nggak usahlah, dia tau Nathan pernah nyatain perasaannya ke gue."

"Sa, lo lagi bingung sama perasaan lo. Gue tau. Nathan itu berharga buat lo. Dia sahabat lo, banget. Tapi itu bukan berarti lo bisa bohongin Jevin kan?" tanya Olin lembut.

"Sekali ini aja."

Olin mengangguk pasrah, "Tapi hari ini gue nggak bisa."

"Nggak papa, yang penting nanti turunin gue di minimart sekitar sini."

Dengan tatapan penuh arti, Olin menatap Salsa, "Jangan sampe lo kehilangan Jevin cuma karena kebohongan bodoh lo ini, Sa."

Salsa hanya diam.

Bibir Olin kembali terbuka, "Pikirin, lo kehilangan Nathan sebagai sahabat atau sebagai seseorang yang paling lo butuhin? Karena kadang kita terlalu buta untuk tau apa yang paling kita butuhin." Lalu Olin beranjak memasuki kelas untuk mengikuti pembelajaran terakhir.

Salsa masih diam, tidak membantah. Olin memang selalu punya cara untuk membungkamnya. Kehilangan Jevin? Salsa bahkan tidak pernah berpikir demikian. Tapi bukan berarti juga ia harus kehilangan Nathan kan?

Dengan tetap mematung dan sorot mata sendu Salsa membatin,

Maaf, Ju.

***

Langkah kaki Salsa berhenti ketika tiba didepan sebuah rumah megah yang nampak kosong seperti tak berpenghuni. Bukannya melangkah pergi, Salsa justru memasuki rumah itu dengan santai sampai tibalah ia di depan pintu bercat hitam bertempel tulisan Nathan Sang Pangeran Gantenk serta tulisan kecil dibawahnya yang Salsa tulis sendiri ketika pertama kali berkunjung ke rumah Nathan. Salsa Cantik Imut Gemes! Begitu tulisannya.

Salsa membuka knop pintu dan mendapati Nathan dengan wajah pucat pasi yang meringkuk tak nyaman di kasurnya.

"Nath," panggil Salsa.

Yang dipanggil menoleh lalu tersenyum lemah.

Salsa duduk dipinggiran tempat tidur Nathan lalu meletakkan punggung tangannya di dahi Nathan, "Ke dokter ya?" tawar Salsa.

Nathan menggeleng sambil tersenyum samar, perlahan ia mendudukkan dirinya lalu menarik Salsa kedalam dekapannya, "Susah ya, Sa."

Salsa merasakan suhu panas dari tubuh Nathan mengenai kulitnya sambil memasang ekspresi bingung, "Susah apa?"

"Lupain lo."

Dan seketika Salsa benar benar tidak bisa bernafas ketika Nathan kembali bersuara, "I still love you, Alika Salsabila."

Salsa mengerjapkan matanya setelah beberapa detik, mengumpulkan kesadaran. Salsa melepas pelukan Nathan, "Gue buatin bubur," sahut Salsa lalu pergi ke dapur.

Nathan kini sedang memakan bubur ayam buatan Salsa dengan lahap sambil menonton televisi. Ditemani Salsa disebelahnya yang sibuk mencak mencak pada Nathan karena terus menghindarinya. Nathan hanya nyengir polos, terkekeh, dan berkata, sorry saat menanggapinya.

"Lo nggak ada niatan 'pulang'?" tanya Salsa serius.

Nathan menoleh menyadari perubahan topik pembicaraan mereka, "Gue udah di rumah, Bego!" sahut Nathan setengah bercanda.

"Gue serius, Nath."

Kali ini Nathan bungkam.

"Lo nggak bisa gini terus. Kalo lo sakit lagi dan gue nggak tau, lo mau mati disini?"

"Mending mati, Sa, daripada kesana," Nathan masih sempat terkekeh.

"Gue khawatir, Nath."

Nathan menatap Salsa lekat, "Kalo gitu, temenin gue hari ini."

Salsa mengangguk, melupakan seorang laki laki yang terduduk pasrah dibalik kemudi mobil sambil mengetikkan sesuatu diponselnya.

Jeju<3

Ke studionya nggak jadi. Gue capek.



CUDDLES : The Warmest Hug Ever!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang