Prolog

14.3K 469 19
                                    

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاٰلِهٖ وَصَحْبِهٖ وَسَلِّم

🌴🌴🌴

Sunyinya malam selalu menemani saat rindu mulai datang meronta menginginkan temu dengan tuannya, tidak ada hal lain yang dapat kulakukan selain berdo’a kebaikan untuk orang yang kini kurindukan. Balkon rumah milik pamanku inilah yang selalu menjadi saksi bisu melihat kelemahanku, saat air mata mengalir ketika melihat cakrawala langit mesir yang tiba-tiba berubah menjadi senyuman indah di wajah seseorang yang aku rindukan selama hampir empat tahun ini. Dan satu lagi, di sisi hatiku yang lain masih ada satu rindu yang sudah lama atau bahkan sangat lama aku menyimpannya, rindu ini belum juga menemukan tuannya. Semenjak aku tsanawiyah hingga sekarang di perguruan tinggi, aku tidak pernah sekalipun melihat wajah seseorang yang sudahsepuluh tahun aku rindukan.

Seseorang itu adalah sahabat kecilku, dulu aku sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri karena usiaku yang terpaut empat tahun lebih tua darinya. Pertama kali aku bertemu dengannya saat aku masih berusia sepuluh tahun, ketika keluargaku mudik ke kediaman orang tua dari Ummahku yang berada di luar kota. Saat itu aku bermain sepak bola bersama kakakku, aku menendang bola ke arahnya tapi bola itu melenceng ke jalanan dan mengenai kepala seorang gadis kecil yang sedang menyebrang jalan membawa iqra’ dan mukenah. Melihat gadis itu terjatuh, aku hendak pergi untuk menghindari kesalahan yang aku perbuat, tapi kakakku mencekal tanganku dan menyuruh untuk meminta ma’af serta menolongnya. Dengan keberanian aku menghampirinya dan meminta ma’af, tapi aku takut saat menolongnya untuk berdiri, karena dia merintih kesakitan yang disebabkan luka kecil di tangannya. Aku mengajaknya duduk di bangku yang ada di pinggiran jalan dan memberikan sapu tangan kesayanganku untuk membersihkan luka di tangannya. Semenjak kejadian itu, aku bersahabat dengannya dan setiap kali aku ke sana aku selalu bermain bersamanya.

Bertambahnya hari dalam pertemuanku dengannya, membuat rasa yang tak biasa dalam hatiku, mungkin ini adalah hal naif yang pernah aku rasakan saat usiaku masih menginjak angka dua belas. Kini rasa itu berubah menjadi rasa cinta, dan aku tidak pernah menyesali rasa yang saat ini bertengger di hatiku, walaupun harus ada rasa sakit saat menahan perihnya rindu. Takdir memang sudah digariskan oleh sang Maha Segalanya, tapi usahaku tak pernah selesai untuk berdo’a agar takdirku sama dengan takdirnya.

Imamah Shabirah Izzah. Kau, Ningku!

🌴🌴🌴

🏡 Jember,
📝 02 Juni 2020M/10 Syawal 1441H.

Kau, Ningku! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang