Bab 04

4.4K 314 13
                                    

Tinggalkan jejak berupa vote dan comment 🤗
Mohon bantuan dan mohon maaf jika ada kesalahan kata maupun susunannya🤗
Author mohon jangan ada yang silent readers ya, kita saling menghargai 🤗

Selamat membaca❤️

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاٰلِهٖ وَصَحْبِهٖ وَسَلِّم

🌴🌴🌴

Sakhi POV.

Matahari menenggelamkan sinarnya, membuat keindahan langit dengan lukisan warna yang sangat indah. Suara adzan magrib berkumandang menandakan waktu sholat telah tiba. Kini aku sudah berada di musholla rumah Nisa untuk melaksanakan kewajibanku sebagai seorang muslim. Sedangkan Nisa dan ayahnya berangkat ke masjid terdekat untuk sholat berjamaah, mereka menyuruhku untuk sholat di rumah karena mereka masih mengkhawatirkan keadaanku yang belum stabil, padahal aku merasa tubuhku sudah sangat sehat.

Seusai sholat aku menuju ke ruang tamu untuk menunggu kedatangan Nisa dan ayahnya. Sesampainya aku di ruang tamu, aku melihat sebuah figura foto wisuda Nisa saat Aliyah dan aku tahu persis siapa yang menyematkan gordon padanya.

"Assalamu'alaikum." Salam Nisa dan ayahnya saat memasuki rumah.

"Wa'alaikumsalam," jawabku.

"Bagaimana keadaanmu nak?" tanya ayah Nisa yang kemudian duduk di sampingku.

"Alhamdulillah saya sudah sehat, terimakasih pak, Nis."

"Alhamdulillah kalau begitu," kata Nisa yang duduk bersebrangan denganku.

"Nis.. saya mau tanya, apakah kamu Alumni dari pondok pesantren Darussalam?"

"Kok kamu tahu?"

"Dari foto itu," kataku sambil menunjuk foto yang tadi kulihat.

"Mmm iya.. aku dulu mondok disana, tapi setelah Aliyah aku putuskan untuk boyong, padahal aku masih ingin mengabdi disana."

"Kenapa?"

Nisa tidak menjawab pertanyaanku dan ia langsung menundukkan wajahnya. "Nis?" panggilku hati-hati.

"Bapak masuk dulu ya," paamit ayah Nisa padaku.

"Iya pak."

"Nisa.. kamu gak apa-apa kan?"

"Gak apa-apa kok," jawabnya dengan menyeka air mata yang jatuh dari kelopak matanya.

"Kok kamu sedih?"

"Enggak." Aku yakin pasti ada yang disembunyikan oleh Nisa.

"Kamu cerita sama aku, aku siap dengerin cerita kamu."

"Aku malu."

"Gak usah malu, aku temanmu."

Beberapa detik kemudian Nisa sedikit mendongakkan wajahnya.

"Terimakasih Sakhi."

"Iya sama-sama."

"Jadi.. alasan aku memutuskan untuk boyong adalah.. Gus Syafiq."

Aku membelalakkan mata saat Nisa menyebut nama kakakku.

"Kakakmu," lanjutnya yang membuatku terdiam seribu bahasa.

"Sebenarnya aku tahu saat pertama kali melihatmu, dan aku menjadi lebih yakin bahwa kamu adalah saudara kembar Gus Syafiq saat kamu menyebutkan nama, tapi... aku berlagak seperti tidak tahu apapun saat itu, karena pada dasarnya aku tidak ingin mengingat kejadian dahulu. Sungguh, saat melihatmu saat ini pun aku teringat pada Gus Syafiq." Nisa kembali menitikkan air mata.

Kau, Ningku! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang