Bab 08

3.8K 277 14
                                    

Tinggalkan jejak berupa vote dan comment 🤗
Mohon bantuan dan mohon maaf jika ada kesalahan kata maupun susunannya🤗
Author mohon jangan ada yang silent readers ya, kita saling menghargai 🤗

Selamat membaca❤️

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاٰلِهٖ وَصَحْبِهٖ وَسَلِّم

🌴🌴🌴

Sakhi POV.

Selepas sholat Dhuha aku berpamitan pada kakek dan nenek, dan kini jiwaku berpijak di pesantren Darussalam, rumah yang selama ini aku rindukan. Keadaan saat ini memang sedikit berbeda dengan empat tahun yang lalu, gapura pesantren sudah direnovasi menjadi lebih megah dari sebelumnya. Aku berjalan sendiri menuju rumah melewati halaman Pesantren yang sepi, hanya ada satu dua santri yang membersihkan halaman, dan itu pasti santri khadim yang sudah mengabdikan diri untuk pesantren, karena pada jam-jam seperti ini para santri masih bersekolah.

Ketika beberapa langkah lagi aku menaikkan kaki di lantai rumah, retinaku menangkap punggung seoarang santri berjilbab merah muda yang sedang menyiram tanaman di taman depan rumah. Ia seperti sangat menikmati kegiatan yang ia lakukan, ia juga melantukan sholawat tibbil qulub yang berhasil membuatku tersenyum mendengar keindahan suaranya.

"Assalamu'alaikum," salamku di depan rumah yang membuat santri itu langsung menghentikan kegiatan menyiram dan menyanyinya.

"Wa'alaikumsalam," jawabnya saat membalikkan badan ke arah dimana aku berdiri.

Dan ternyata ...

Ya Allah, dia... Dia perempuan yang selama ini aku rindukan, perempuan yang telah mengisi hatiku. Dan sekarang, Engkau  mempertemukan kembali dengannya. Andai waktu bisa ku hentikan, aku ingin menghentikannya untuk saat ini saja.

Mataku tiba-tiba menjatuhkan air mata tanpa kendaliku, aku sudah tidak tahu lagi perasaan apa yang kini sedang aku rasakan. Ingin memeluknya tapi jarak mengharamkan untuk mendekat, ingin menghapus air matanya tapi masih ada penghalang yang juga belum menghalalkan.

"Shabi ... "

"Kak Sakhi ..."

Panggil kami satu sama lain secara bersamaan, tapi bedanya dia memanggilku dengan nada suara serak dikarenakan tangisnya semenjak mengetahui keberadaanku.

Aku tak sanggup mengucapkan sepatah katapun saat ini, semua bentuk kalimat yang ingin ku ucapkan padanya terasa tercekat di tenggorokan. Aku hanya bisa tersenyum ke arahnya, tapi ia malah menangis sejadi-jadinya dan pergi dari tempatnya berdiri.

"Kamu mau kemana? Shabi ...!" Teriakku yang sudah tidak digubris lagi olehnya.

Ya Allah, Shabi... Kenapa kamu pergi? Ada banyak hal yang ingin ku katakan padamu.

"Sakhi ..." Suara Ummah dari dalam rumah yang langsung berlari keluar dan memelukku.

"Ummah," aku langsung membalas pelukan hangat ummah yang sangat aku rindukan, "Sakhi rindu Ummah."

"Iya nak, Ummah juga rindu sama kamu," kata ummah setelah melepas pelukannya, "ayo masuk."

"Iya Ummah."

Kau, Ningku! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang