Bab 05

4.3K 304 8
                                    

Tinggalkan jejak berupa vote dan comment 🤗
Mohon bantuan dan mohon maaf jika ada kesalahan kata maupun susunannya🤗
Author mohon jangan ada yang silent readers ya, kita saling menghargai 🤗

Selamat membaca❤️

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاٰلِهٖ وَصَحْبِهٖ وَسَلِّم

🌴🌴🌴

Shabi POV.

Ternyata yang menepuk pundakku adalah perempuan yang kutemui saat menuruni bis tadi, dia dengan wajah tak berdosanya menampilkan senyum sumringah setelah membuat bagian organ jantungku berdetak di atas kecepatan rata-rata.

"Hehe maaf ya mbak, mbak kaget ya?"

"Iya gak apa-apa, cuma sedikit kagetnya."

"Ih mbak ini, selalu jujur kalau bicara," katanya sambil menepuk lantang lenganku.

Seketika aku sedikit merintih kesakitan setelah mendapat tepukan darinya.

"Astagfirullah, sakit ya mbak?"

"Emm enggak, gak sakit," bohongku sambil menampakkan wajah baik-baik saja.

"Ya sudah kalau gak sakit, saya gak minta maaf. Sini barangnya saya bawakan."

Tas yang kubawa langsung diambil paksa oleh perempuan aneh yang membuat aku sedikit geram padanya.

"Eh gak usah, saya masih mau ke Ndalem."

"Ya sudah, mbak ke Ndalem saja dan tasnya saya bawa ke pesantren."

"Tapi-" Belum selesai aku bicara, dia langsung pergi dengan membawa tas milikku.

"Assalamu'alaikum," salamnya setelah tercipta jarak antara aku dengannya.

"Wa'alaikumsalam," jawabku pasrah.

"Mbak Shabi," panggil seseorang dari arah belakangku, dan aku yakin pasti itu Gus Syafiq.

Astagfirullah, aku sampai lupa kalau aku hendak ke Ndalem.

"Emm iya Gus," jawabku setelah membalikkan badan.

"Mari masuk."

"Iya Gus."

Aku mengekor di belakang Gus Syafiq dengan jarak yang cukup jauh. Sesampainya di ruang tamu Ndalem, aku tetap berdiri menunggu Gus Syafiq memanggil kedua orangtuanya.

"Abah, Ummah... Ini mbak Shabi," kata Gus Syafiq memperkenalkanku kepada orangtuanya yang tak lain adalah pengasuh pesantren Darussalam.

Ketika aku mendongakkan kepala dan hendak memberi salam hormat kepada pengasuh pesantren yang akan ku tempati, tiba-tiba tenggorokanku tercekat saat melihat wajah yang selama ini tidak asing lagi dalam kehidupanku.

"Mbak Shabi," panggil Gus Syafiq.

Jadi ternyata, Gus Syafiq adalah saudara kembar dari kak Sakhi. Air mataku sudah membanjiri pelupuk mata, tapi ini bukan saatnya untuk menjatuhkan air mata itu. Dengan mengatur kembali hatiku yang sudah tak karuan, aku menghembuskan napas agar aku lebih tenang dan bisa memberi salam kepada pengasuhku.

Kau, Ningku! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang