SATU [OPEN PO]

2.3K 162 64
                                    

UPDATE! KUY RAMAIKAN DENGAN VOTE dan KOMEN.

Masih pemanasan.. 😂

🐧🐧🐧

Rasa pening yang wanita ini rasakan membuatnya berhenti berjalan setiap beberapa langkah. Kurang tidur juga kelelahan membuatnya seperti ini.

Ya, semenjak beberapa hari terakhir ini, restorannya selalu ramai pengunjung. Entah karena libur panjang atau karena ada beberapa rekreasi baru di dekat restorannya.

Berulang kali wanita ini memejamkan mata seraya memijat pangkal hidungnya. Ia mencoba kembali berjalan menuju pintu apartemen yang tak jauh dari dirinya berdiri dan kembali berjalan sembari berpegangan pada tembok.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya seseorang yang cukup wanita ini kenal. Ia menatap ke arah kiri dan mendapatkan Anjar—kekasihnya yang sudah seminggu ini tak ada kabar. Wanita ini hanya bergumam lalu meminta sang kekasih untuk membawanya ke kamar.

Anjar langsung memeluk wanita itu seraya memapahnya menuju di mana kamarnya berada. Membaringkannya di atas ranjang lalu pergi menuju dapur, mengambil satu baskom air dingin serta handuk kecil untuk mengompres kening wanita itu.

Dengan telaten Anjar melakukan itu sampai dirasa suhu tubuh sang kekasih membaik. Selama menunggu suhu tubuh sang kekasih turun, Anjar memilih membuatkan bubur karena Arya mengirimi pesan padanya sesaat sang kekasih pulang dari restoran.

Setengah jam berlalu, Anjar membawa satu mangkuk bubur, air putih hangat dan obat penurun demam untuk wanita itu. Di tepuknya pipi sang wanita seraya mengatakan jika ia membawa bubur untuknya.

Wajah dan mata merah wanita itu sukses membuat Anjar melenguh panjang. Lelaki ini sudah menaruh nampan di atas meja nakas lalu membantu sang kekasih untuk bangun. Lelaki ini mengulang permintaannya dan langsung diangguki oleh wanita itu.

"Baca doa dulu," ujar sang lelaki sebelum menyuapi bubur ke mulut Cantika. Tatapan tajam dari sang kekasih membuat Cantika menelan bubur itu, walaupun rasanya tak enak di lidah. Cantika memilih meraih gelas lalu meminumnya untuk mendorong bubur memasuki lambungnya.

"Udah, ya." Cantika sudah memohon pada Anjar, tapi diabaikan oleh lelaki itu. Dengan terpaksa Cantika memakan bubur itu seraya memejamkan matanya.

Rasa mual juga pahit sudah ia rasakan sejak pertama kali merasakan bubur itu dibibirnya. Bukan karena masakan Anjar tidak enak, Cantika tahu masakan sang kekasih cukup enak. Tapi, saat seperti ini semua makanan enak pun akan terasa pahit dimulutnya.

"Tiga kali lagi." Mau tak mau Cantika menuruti permintaan sang kekasih. Dalam hati ia berdoa agar tidak mengeluarkan isi perutnya saat ini juga.

Suapan terakhir dari tangan Anjar, Cantika tahan. Wanita itu kembali meraih gelas lalu meminumnya hingga tandas. Wanita itu kembali memohon agar Anjar tidak memaksanya memakan bubur itu. Anjar pun mengangguk seraya menaruh mangkuk di atas nakas.

Anjar menatap wajah Cantika yang terlihat sedikit pucat. Di usapnya wajah wanita itu seraya bergumam, "Jangan sakit lagi, aku sedih liatnya, nanti kalau aku—hmm ... gimana restoran?" Anjar memilih mengalihkan pembicaraan, lelaki ini tersenyum lalu meraih obat dan menyodorkannya pada Cantika.

Cantika pun menerimanya lalu menelan obat itu, "Nggak pernah sepi," jawab Cantika tersenyum. Wanita itu memilih merebahkan kembali tubuhnya di atas ranjang, rasa pening di kepalanya masih bisa ia rasakan.

Anjar tersenyum lalu mengusap rambut sang kekasih, ia pamit untuk menaruh mangkuk bubur juga baskom. Cantika mengangguk seraya memejamkan matanya. Tak berselang lama bunyi telepon yang berada di atas nakas membuat Cantika terusik, ia raih ponsel itu, menatap siapa yang tengah menghubunginya.

CANTIKA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang