ENAM BELAS

597 62 20
                                    

Selamat membaca. Kuy ramaikan kolom komentar.

Jangan lupa share ke temen kalian, ya.

***

Tubuh Anjar menegang ketika mendengar ucapan sahabatanya itu. Kilasan beberapa minggu lalu terputar dikepalanya membuat lelaki itu menggeram, sepertinya ia sudah meminta wanita itu untuk meminum obat yang ia berikan saat itu juga. Tapi ia begitu lengah hingga tak menyadari jika Diana bukanlah Cantika yang selalu menuruti semua perkataanya.

"Diana hamil," buka Anjar ketika sambungan teleponnya terhubung. "Gue nggak tahu kalau dia membuang obat yang gue kasih," lanjutnya ketika tak ada jawaban dari seberang sana. Anjar memejamkan matanya dengan napas memburu, tak tahu harus melakukan apalagi.

"Gue nggak tahu, lagipula hubungan gue sama Cantika sudah lebih baik. Ya ... mungkin seperti itu." Anjar kembali berucap ketika seseorang di seberang sana bertanya kelanjutan hubungannya dengan Diana.

Anjar pikir Baim akan memberikan solusi yang baik, tapi, mendengar ocehan lelaki di seberang sana membuat Anjar memutuskan sambungannya sepihak. Kepalanya semakin sakit memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan ia lakukan agar Diana mau menggugurkan kandungannya.

"Bangsat!" Anjar mencengkeram ponselnya, ia tak ingin kehilangan Cantika untuk kedua kalinya. Ya, Anjar sudah berjanji akan tetap di samping Cantika apapun yang terjadi walaupun harus berurusan kembali dengan adik dari sang kekasih.

Hari sudah semakin siang dan Anjar tetap tidak bisa berkonsetrasi. Sudah berulang kali ia mengembuskan napasnya lalu mengalihkan pikirannya tentang wanita itu. Tak tahan dengan semua ini membuat lelaki itu pergi meninggalkan ruangannya. Ia butuh seseorang yang bisa membuatnya lupa akan masalah ini.

Masih sama seperti tadi pagi, Anjar mengendarai motornya membelah jalanan Ibu Kota. Ia harus segera menghampiri wanitanya, karena sejak dulu hanya wanita itu yang bisa membuat amarah juga rasa lelahnya reda.

Anjar memilih duduk di meja yang biasa ia gunakan ketika bersama wanitanya, menunggu sang kekasih menghampiri. Berkali-kali Anjar menatap jam di pergalangan tangannya. menghitung berapa lama lagi Cantika akan datang. Rasanya begitu lama, dan ia tak suka menunggu.

Wajah tak bersahabat dari Cantika menjadi pemandangan yang pertama kali Anjar lihat, tak ada senyum bahagia seperti dulu ketika mereka bertemua. Anjar mengembuskan napas pelan lalu menarik lengan Cantika yang masih berdiri di hadapannya. Tak membutuhkan waktu lama Anjar sudah memeluk pinggang Cantika yang sudah duduk di atas paha lelaki itu.

"Aku lelah, Tik," gumam Anjar semakin mengeratkan pelukkannya. Ia memejamkan kedua matanya, menikmati aroma Cantika yang sudah ia rindukan beberapa hari ini.

"Anjar," bisik Cantika pelan, wanita itu sudah menyentuh bahu lelaki itu lalu mendorongnya. Banyak pasang mata yang tengah menatap interaksi mereka dan itu cukup membuat Cantika kesal.

Selama mereka pacaran Anjar bahkan tak pernah seperti ini, lelaki itu lebih memilih memeluk pinggang atau mengenggam tangannya ketika berada di sini. Anjar mengembuskan napasnya lalu menuruni Cantika, lelaki itu memilih menggenggam tangan Cantika lalu membawanya ke ruangan wanita itu.

Cantika menarik tangannya dari Anjar lalu mengusapnya menggunakan baju yang ia gunakan. Anjar yang melihat itu memejamkan matanya, pemandangan yang ia lihat barusan seolah menandakan jika Cantika jijik akan sentuhannya.

Wanita itu membuka pintu ruangan lalu duduk di sofa, ia menatap ke arah lain dengan kedua tangan bersedekap. Walaupun ia menerima tumpangan dari lelaki itu tadi pagi, bukan berarti ia menerima Anjar kembali. Rasa sakit yang lelaki itu berikan masih terasa hingga saat ini.

CANTIKA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang