Luv 19

657 70 21
                                    


Happy Reading...

***

Ini hari kelima mereka libur, dan ini juga akan jadi rencana terakhir mereka, tak peduli akan gagal atau berhasil, karna mereka sudah yakin akan berhasil.

Lesti tengah berdiri disamping jalan, mengenakan baju pegawai khas Restoran bintang lima terkenal Jakarta. Beruntung Lesti adalah anak sipemilik restoran, jadi akan lebih mudah mejalankan rencana yang Ia susun bersama kawan2 yang lain.

Lesti berlagak seperti orang membagikan brosur. Hingga orang yang menjadi target pun muncul. Dengan senyum kecil, Lesti menghampiri orang tersebut lalu menyapanya. "Selamat pagi bu."

Dewi hanya menoleh, sifatnya memang tak terkenal ramah, masih untung ia menatap orang asing yang tak dikenalnya itu.

"Ada apa?" Ketusnya.

"Ini Bu, saya mau bagi-bagi brosur makan gratis ditempat saya kerja."

"Mana?, cobak saya liat."

"Ini bu..." Lesti menyerahkan selembar brosur yang sudah disiapkan. Lesti yakin pemiliki sekolahnya itu pasti tak akan menolak. Apalagi ini restoran ternama dan berkelas.

"Ini serius kan?" tanya Dewi ragu.

"Tentu saja bu, kalau tidak yakin bisa hubungi sipemilik restoran yang sudah tertera dibawahnya.

"Hem... iya sudah, kalau begitu terima kasih." Dewi langsung pergi begitu saja, sambil membawa brosur yang diterimanya tadi.

Melihat bu Dewi sudah jauh, Lesti membuka topinya. Menyisakan hijab coklatnya yang ditata secara sederhana. Wajahnya yang manis ditambah dengan gigi gingsulnya yang menambah manis saat tersenyum karena berhasil menjalankan rencana awalnya.

"Huh untuk aja buk Dewi percaya." Abdi berjalan mendekat sambil membawa dua botol air minum. "Ni airnya."

"Emang loe kira gue bakal gagal?" tanya Lesti setelah menegak sedikit air yang ia terima tadi Abdi.

"Ya bukannya gitu, soalnya bu Dewi udah sering kena jebak kita. Dan siapa tau, kali ini dia lebih hati-hati gitu." Jelas Abdi.

"Kita liat aja nanti." Lesti menarik tangan Abdi untuk pergi dari tempat itu. Pasalnya matahari sudah mulai menyengat. Ia lantas mengajak Abdi ketempat mobilnya terparkir. Tepatnya dibawah pohon besar yang rindang dan sejuk.

"Loe kok langsung narik tangan gue?, bukannya cuma ngajakin?"

"Kelamaan..." balas Lesti yang sudah bersender nyaman dimobil putihnya.

"Bohong...." tungkas Abdi merasa tak percaya.

Lesti menghembuskan nafasnya kasar, menatap Abdi kesal. "Terserah."

Setelahnya tak ada pembicaraan lagi. Semilir angin yang lembut membuat mereka memejamkan mata nyaman. Kata orang, hembusan angin itu sama dengan belaian sang pencipta pada umatnya. Sangat lembut dan menyejukan hati.

Netra Abdi kembali terbuka, menatap Lesti yang masih memejamkan mata karna nyaman dengan belaian angin yang menerpa wajahnya.

Abdi terus memandangi wajah itu. Wajah milik seseorang yang selalu ia ajak bertengkar selama satu bulan lebih. Hingga akhirnya mata Lesti juga terbuka, membuat mata mereka saling bertemu tak bisa berpaling. Namun tak berlangsung lama, keduanya sama-sama memutus kontak karna rasa malu.

"Ya allah perasaan apa ini?" batin Lesti.

"Kenapa ada rasa yang berbeda saat melihat wajah itu?" batin Abdi.

***

Dewi benar-benar mendatangi alamat Restoran dari brosur yang Ia dapat tadi siang. Karena menurutnya itu kesempatan langka dan harus diambil. Dengan gaun hitam ketat yang menjuntai sampai mata kaki, dan langkah anggun yang menimbulkan suara sepatu hak tinggi yang bergesekan dengan lantai. Sesuai dengan isi brosur, Ia duduk dimeja nomor 7. Ya, walau sejujurnya ia benci nomor itu.

Nomor tujuh dulu jadi momen penuh bahagianya. Nomor tujuh merupakan tanggal saat dirinya jadian dengan Reza. Dan nomor tujuh pula mereka berhubungan. Selama 7 tahun ia berpacaran dengan Reza, namun harus putus saat itu juga.

Dewi tak ingin larut. Jadi ia memilih memandang kesekitar yang sepi, tak ada satupun pengujung disana. Hanya ada lilin-lilin berbentuk hati diatas meja, dengan taburan bunga disekilingnya. Berbeda dengan mejanya yang hanya setangkai mawar yang dimasukkan kedalam vas bunga, dan juga taburan bunga mawar disekelilingnya.

"Apa ini penipuan dan hanya jebakan?," batin Dewi yang mulai was was. Namun itu tak berlangsung lama, saat seorang lelaki dengan jas hitam dan terselip bros mawar didada kirinya tengah jalan dengan terburu-buru.

Keduanya masih belum tau siapa yang ada didepannya, karna suasana restoran yang didesain romantis dengan pencahayaan minim dan dibantu oleh lilin.

Mata mereka saling bertemu. Namun saat wajah pria itu tersorot lampu, seketika Dewi terperangah dan hendak pergi. Ia tak mau terjebak lagi dengan pria itu.

"Dewi tunggu." Reza mencekal tangan  Dewi lembut, hanya sekedar untuk menghentikan Dewi pergi.

"Masih sebenci itukah dirimu padaku?" Dewi tak bersuara, hati dan pikirannya tengah perang hebat, adu argumen tentang perasaanya kini.

Dan tanpa diduga ruangan yang tadinya sudah minim penerangan kini gelap total, menyisakan lilin-lilin sebagai penerang.

"Apakah ini rencanamu?" tanya Dewi yang sekarang malah memandang Reza dengan tatapan sendu.

"Jawab aku!" Reza hanya menggeleng, membuat Dewi menghembuskan nafasnya kasar.

"Bohong!" sarkas Dewi mendorong pundak Reza.

"Aku yakin, ini pasti rencanamu agar aku mau kembali denganmu. Iya kan?" Masih tak ada jawaban dari bibir Reza.

Ia yang merasa sudah muak pun beranjak pergi, namun lagi dan lagi langkahnya terhenti saat mendengar musik romantis serta poto-poto kemesraan dirinya bersama Reza terpampang jelas dibeberapa tembok Restoran.

Baik Reza maupun Dewi, mereka sama-sama terpaku dan berbalik badan, saat sebuah lampu sorot mengarah kepanggung yang sudah disusun sedikian rupa. satu-satu persatu lampu sorot itu terpecah, menyinari setiap orang yang ada dipanggung.

Sebuah kesalah pahaman mungkin dapat memecah kebersamaan, namun jangan biarkan mengahancurkan segalanya~~ Afisan.

Jangan kau jadikan sebuah kesalah pahaman sebgai penghancur cinta, yang telah kalian dibangun selama tuju tahun~~ Rara.

Ada saatnya kesalah pahaman menghacurkan, tapi jangan selamanya~~ Selfi.

Karna ego bukan segalanya, masih ada cinta diatasnya~~ Randa.

Kalian lebih tau diri kalian sendiri, kalian mengerti perasaan kalian yang ada dihati kecil kalian~~ Ridwan.

Jadi, untuk apa kalian menyiksa diri kalian sendiri dengan rasa rindu, hanya karna sebuah kesalah pahaman~~ Weni.

Ayo bersatu kembali, saling mejelaskan dan hilangkan dinding penyekat, karna kalian sudah cukup saling memendam dan hidup sendiri, menunggu sebuah ketidakpastian~~ All.

Alunan piano yang dimainkan oleh Randa kembali terdengar, dibarengi suara gitar Afis, dan alat musik lainnya. Sedangkan Rara dan Weni menjadi penyanyinya. Mereka menyanyikan lagu-lagu kenangan dari Reza dan Dewi.

Semua lampu kembali menyala terang, bersamaan dengan hujan bunga yang menambah suasana romantis.

Tanpa sadar kedua kekasih itu sudah berpelukan, sama-sama menangis dalam kebahagiaan.

___End___

Eittt... masih ada satu part lagi, yaitu epilog ^^
Tunggu yaa ♡ luv

"Hate Or Luv♡" [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang