9 . VIP

17 2 0
                                    

Kebanyakan orang kagum saat kau tertawa. Tapi aku bahagia saat gadis es itu marah

Jerat Rindu
Ig @windanur_halizah

Selamat membaca 💜

****

Setengah tergesa Giana membuka pintu. Giana mematung melihat kakaknya berbaring tak sadarkan diri diatas bangkar dengan beberapa alat medis.

Sejak kematian orang tuanya, Ginanda sering masuk rumah sakit, sakit-sakitan sampai dokter memvonis leukimia. Yang Ginanda butuhkan saat ini adalah dukungan dari keluarganya.

Air menyusuri pipi putih milik Giana membentuk anak sungai. Matanya memanas, dadanya sesak. Sebesar apapun rasa kecewanya pada Ginanda, hatinya seperti diremas menyaksikan kakaknya yang berjuang melawan penyakitnya sendirian.

Giana berjalan mendekati bangkar Ginanda, meraih tangan kakaknya mengecupnya pelan. Dia menangis, menenggelamkan kepalanya diatas tangan kakaknya. Hatinya perih.

Rasmi menepuk punggung Giana, dia mendongak dengan mata sembab. Cepat dia memeluk neneknya, menangis disana.

"Ginanda baik-baik aja. Kita berdoa ya!" Rasmi mengusap air mata Giana

"Kamu udah sholat." Giana menggeleng

"Sholat dulu gih, nanti keburu habis waktunya." Titah Rasmi. Giana mengangguk patuh. Sebelum mbuka pintu dia menatap kakanya lagi lalu melenggang pergi.

****

"Giana!" Saat hendak kembali ke ruangan Ginanda, suara menginterupsinya dari belakang, Giana membalikkan tubuhnya.

Giana terkejut, namun segera dia menetralkan dengan tetap melanjutkan berjalan.

"Tunggu!" Erdi berlari kearahnya menyamakan langkah kaki. Giana mendesis.

"Kamu ngapain disini, sakit?" Tanya Erdi kepo.

"Enggak." Giana tak mengindahkan jawabannya.

"Terus siapa yang sakit? Nggak mungkin kan kamu tiba-tiba datang ke rumah sakit kalau nggak ada perlu."

"Bukan urusan kamu!" Jawab Giana ketus.

"Ya urusan lah, aku calon dokter kalau kamu yang sakit aku bisa rawat kamu, VIP." Erdi membisikkan kata terakhir ke telinga Giana, Giana mendelik.
"Jangan deket-deket!"

Erdi tertawa.

Giana mengumpat dalam hati. Kenapa di tempat seperti ini di bisa bertemu dengan laki-laki menyebalkan ini. Ingin rasanya dia berlari jika tak ingat ini rumah sakit, ruang pun seakan tak memihaknya, sejauh dia melangkah rasanya sangat jauh untuk mencapai ruangan Ginanda.

"Iya aku tahu, kalau kamu deket-deket sama aku, kamu grogi kan? Aku juga sama sih."

"Sok tahu."

"Aku tahu. Aku bisa baca dari gerak tubuh kamu."

"Hish."

Mereka berjalan beriringan namun tak sedikitpun Giana melirik ke arah Erdi.

"Ngomong-ngomong soal pertemuan kita ini. Kamu nggak sengaja kan ketemu sama aku, aku juga. Apa ini tanda kalau kita jodoh?" Ujar Erdi

"Nggak mungkin!"

"Kenapa?"

"Kita nggak boleh percaya gitu aja sama takhayul."

"Emang itu tadi takhayul?" Erdi mengangkat sebelah alisnya.

"Bisa jadi. Tanda-tanda yang kamu sebutin tadi sama sekali gak guna, juga belum terbukti benar." Gianae menjelaskan.

Erdi terseyum mendengar penuturan Giana.

"Kenapa senyum-senyum." Fiks, dugaan Giana benar jika Erdi memang pshyco. Dari tadi Erdi terseyum tanpa alasan ke arahnya.

"Aku belum jadi siapa-siapa kamu, tapi kamu udah mau nasehatin aku."

Giana terkekeh."Sudah tugas manusia kan?"

"Lalu kapan tugas sebagai istri?"

Giana menghentikan langkahnya, berbalik menatap Erdi dibelakangnya tajam. Erdi pun juga menghentikan langkahnya.

"Ngajak berantem ya?" Erdi tertawa lagi, kali ini sampai mengundang perhatian dari orang-orang yang berpapasan dengan mereka. Giana melanjutkan langkahnya.

"Giana!"

"Berisik! Kenapa sih kamu ngikutin aku. Lebih baik kamu pergi!"

"Kamu lupa atau nggak ingat. Rumah sakit ini milik Pramuda, jadi aku bebas keluar masuk rumah sakit ini." Giana tersentak. Dia tak ingat sama sekali bahwa rumah sakit yang dia masuki adalah Pramuda Hospital. Nama belakang Erdi juga Pramuda. Itu artinya rumah sakit ini milik keluarga Pramuda.

Giana berdehem untuk menetralkan rasa malunya karena telah mengusir pemilik dari rumah sakit ini.

"Kamu belum jawab pertanyaan aku." Giana mengangkat sebelah alisnya.

"Siapa yang sakit sampai kamu harus ke rumah sakit?"

"Kamu nggak perlu tahu! Sekalipun kamu tahu itu nggak penting."

"Perlu dan penting. Kalau nggak ada yang sakit, berarti kamu memang sengaja datang kerumah sakit ini untuk ketemu aku."

"Bahkan aku baru tahu kalau rumah sakit ini milik keluarga Pramuda."

"Aku percaya, kamu pasti punya tujuan yang lain kan?"

"Enggak ada."

"Buktinya kamu baru tahu rumah sakit ini, tapi kamu berani masuk kesini. Apalagi tujuannya kalau bukan bertemu Herdinan Pramuda." Ucap Erdi jumawa, dia memang sengaja memancing amarah Giana karena saat gadis es ini marah, dia terlihat lucu di mata Erdi. Dan Erdi menyukai itu.

"Jangan ngaco! Kakak aku sakit dia dirawat disini."

"Oh .. kakak kamu. Ginanda." Ucap Erdi lirih namun masih bisa terdengar oleh Giana.

"Kamu kenal?" Erdi terlihat gelagapan

"Eh? Eng--,"

Drrtt.. drrtt..

Erdi merogoh sakunya, menatap posel yang berdering tanda panggilan masuk.
"Ada telfon penting. Kalau gitu aku duluan ya? Maaf nggak bisa anterin kamu." Erdi menempelkan ponselnya di telinga dan berjalan berbalik arah. Giana menggedikan bahu.

"Terserah."

***

5 Juni 2020

Jangan lupa vote dan komen 👌

Jerat Rindu ( Telah Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang