48 . Aku, Kamu, dan Rindu (Selesai)

11 2 0
                                    

Selamat dan semangat membaca!

****

Sejak kepulangan kerabatnya sore tadi, rumah benar-benar sepi. Suasana menjadi hening. Rasmi istirahat di kamarnya, Erdi.. Giana tidak tahu kemana, sejak pulang dari makam ia tak melihat batang hidungnya.

Selepas sholat isya, seperti ada yang membawanya Giana terus berjalan keluar kamar. Giana berhenti tepat di depan kamar Ginanda.

Giana menelan ludahnya gusar, ia tertegun. Kala mengingat kakaknya itu hatinya kembali sakit, menyesal dengan segala apa yang pernah ia perbuat padanya ketika masih hidup.
Perlahan Giana membuka pintu itu dan memasukinya. Aroma khas Ginanda menguar di penciumannya. Ia duduk di tepi petiduran kakaknya mengamati setiap sudut kamar yang hampir tak pernah ia masuki kurang lebih sepuluh tahun. Giana baru tahu sadar kalau kakaknya orang yang rapi, terdapat beberapa piala di dalam etalase yang Giana tebak adalah piala olimpiade Ginanda.

Giana takjub dengan isi kamar ini, sangat tertata juga beberapa foto yang terpasang di atas bantalan kasur.

Ternyata kakaknya memasang banyak fotonya di sini. Mulai dari foto kecil, saat ia wisuda SMK sampai candid. Giana terkekeh kecil namun entah kenapa air matanya ikut menetes.

Giana meraih foto yang ada di atas nakas, foto saat Ginanda wisuda satu tahun lalu. Tampak jelas terpancar bahagia di sana saat Ginanda tersenyum sambil memakai toga kebanggan di tambah lagi Ginanda mampu menyelesaikan kuliahnya dalam waktu tiga tahun.

Giana mengusap air matanya. Tiba-tiba ia rindu pada kakaknya. Saat ia meletakkan foto itu kembali matanya tak senjaga mengarah pada kertas putih yang ada di sebelah foto itu. Giana mengambilnya, sebuah surat yang bertuliskan namanya. Ini untuknya?
Dengan gemetar Giana membuka surat itu.

_____

Dear, Giana

Giana, kakak tahu kamu kecewa. Kakak tahu kamu marah. Kakak terima memang ini salah kakak yang nggak peka sama perasaan kamu.

Kakak mohon, kamu boleh benci, marah, kecewa sama kakak, tapi jangan benci dengan ayah ibu. Mereka orang tua kita.

Dan safu lagi. Maaf kakak nggak jujur. Jauh sebelum ayah sama ibu meninggal, kakak punya hubungan dengan Erdi. Erdi mencintai kakak begitupun sebaliknya. Saat orang tua kita meninggal kakak terpuruk dan hampir menyerah.

Erdi datang dengan kesungguhannya akan menikahi kakak, kakak menolak karena kakak sadar umur kakak nggak akan lama. Tapi kakak buat perjanjian sebagai wujud cinta Erdi, kakak minta dia buat nikah sama kamu supaya bisa jagain kamu setelah kakak nggak ada.

Setelah kamu sama Erdi nikah, kakak kira bakalan kuat, nyatanya kakak nggak melihat aura paksaan dari Erdi. Kakak semakin hancur, kakak sakit.

Ternyata nggak semudah itu melepas orang yang kita cintai. Pikiran kakak kalut, dengan nggak tahu diri kakak meminta Erdi untuk kembali sama kakak lagi.

Dan apa kamu tahu Giana, apa jawaban Erdi waktu itu?

Tidak. Erdi menolak kakak karena dia telah jatuh cinta sama kamu, Giana.

Mungkin ini hukuman untuk kakak karena telah menyia-nyiakan orang tulus seperti Erdi.

Mulai saat itu kakak sadar, kalau Erdi memang tidak di takdirkan sama kakak, tapi sama kamu.

Kakak menyesal, kakak bodoh yang telah merebut suami adiknya sendiri hanya karena cinta yang nggak semestinya.
Kamu boleh benci sama kakak, kakak terima. Maafkan kakak Giana, kakak memang jahat.

Entah kamu mau memaafkan kakak atau tidak, tapi bolehkan kakak meminta dua hal?

Jaga Uti Giana, jangan biarkan dia sedih karena kakak belum bisa membahagiakannya.

Dan yang terakhir.. jangan pernah lepas orang yang mencintaimu, Erdi benar-benar telah mencintaimu.

Salam,

Ginanda.

_____

Giana membekap mulutnya dengan satu tangan memegang dada. Ia menangis sejadi-jadinya, hatinya benar-benar hancur. Apa yang selama ini ia duga adalah salah, semua pemikiran yang bersarang di pikirannya semua tidaklah benar.

Bisa Giana bayangkan betapa sakitnya kakaknya dulu saat ia berkata seolah yang paling salah dengan semua masalah ini adalah Ginanda.

Giana benar-benar orang yang jahat, ia menyakiti dua orang sekaligus di waktu yang sama.

Sungguh ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri apalagi dengan orang lain?
Giana mengusap air matanya, melipat surat itu dan meletakkan kembali di atas nakas.

Ia bangkit dari duduknya. Ia tahu sekarang apa yang harus ia lakukan, dan siapa orang yang ingin ia temui.
Dengan tergesa ia keluar kamar kakaknya.

Namun saat ia berbalik setelah menutup pintu, seorang pria sudah berdiri di belakangnya. Giana sedikit terkejut.

"Erdi.." panggil Giana serak, air bening lolos begitu saja melewat pipinya.

Seakan tahu apa yang ada di benaknya, pria itu berdiri di depannya tanpa bicara apapun, tatapan mereka beradu dengan mata Erdi yang berkaca-kaca.

Secepat kilat Giana berlari dan memeluk Erdi erat, menumpahkan segala sesaknya yang selama ini ia pendam sendiri. Rasa salahnya pada pria itu tak akan mengubah sesalnya yang pernah ia perbuat.

"Maaf.." ucap Giana masih dalam pelukan.

Erdi balas memeluk Giana, hatinya seketika menghangat bersamaan dengan air matanya yang menetes.

Ia kecupi kepala Giana yang masih dalam pelukannya. "Aku mencintaimu Giana. Rinduku telah terjerat padamu, jadi.. jangan pergi lagi."

S e l e s a i

****

1 Agustus 2020



Jerat Rindu ( Telah Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang