24 . Lembutnya Hati

6 2 0
                                    


•Jerat Rindu•

Ig @windanur_halizah

Selamat dan semangat membaca!

****

"Uti udah sehat?" Giana berjalan ke arah meja makan, melihat neneknya sudah di sana ikut membantu ART menyiapkan makanan.

"Sudah. Ayo sarapan dulu.!" Ajak Rasmi.

Giana menarik kursi dan duduk di sana. Di sampingnya Ginanda yang sedang sibuk mengotak-atik laptopnya. Giana mendengus pelan. Tidak bisakah kakaknya ini tidak terlalu memaksakan diri?, Wajahnya saja tampak pucat.

"Nanda, sarapan dulu. Itu di lanjutkan nanti!" Ginanda mengangguk.

Baru sadar saat di samping kirinya Giana tengah duduk, Ginanda kaget namun dia juga senang. Jarang sekali adiknya ini mau berdekatan dengannya.

"Biar kakak ambilin ya?" Tawar Ginanda dan saat adiknya mengangguk senyumnya tak bisa dia sembunyikan lagi.

Mereka sarapan dengan tenang, sesekali mengobrol masalah perusahaan yang saat ini di jalankan oleh Ginanda. Giana hanya menyimak.

Namun ada hal yang sedari tadi mengganggu pikirannya, Ginanda tampak lebih pucat dan sesekali meringis saat makanan baru saja ia suap. Apa Ginanda kambuh?

Mengingat setelah pulang dari rumah sakit waktu lalu Ginanda selalu sibuk dengan pekerjaannya.
Giana khawatir namun tidak berani untuk menanyakannya. Dia berdiri, berpamitan untuk segera ke kampus.

"Gi, bawa ini juga ya?" Ginanda menyodorkan kotak bekal. Giana masih diam, melirik Rasmi yang tersenyum ke arahnya. Giana menghembus napas pelan.

"Assalamualaikum." Ucap Giana setelah menerima bekal itu.

****

Giana masih diam mendengar penuturan Ranti dan Aldo bergantian, mereka saat ini masih berada di ruang musik kampus.

"Please Gi, Lo mau ya gantiin Rizki?" Bujuk Ranti tak henti-hentinya meminta Giana untuk menggantikan posisi Rizki sebagai gitaris.
Giana tak masalah, tapi ini bukan acara manggung seperti biasanya. Hari ini tepat acara wisuda di universitas mereka. Dan mereka tampil sebagai salah satu pengisi acara. Otomatis banyak orang yang akan menyaksikan nanti dan Giana tidak siap. Dia tidak pernah ikut manggung barang sekalipun mereka berlatih musik bersama.

"Apa perlu gue panggil Rizki kesini buat bujuk Lo supaya mau gantiin dia?" Tawar Aldo.

Giana menggeleng cepat, ia tidak mungkin membiarkan Rizki datang saat kondisinya masih dalam pengawasan dokter. Penyakit lambung Rizki kambuh dan untuk menggantikan posisinya Ranti dan Aldo menunjuk Giana.

Giana menghembuskan napas pelan, "Iya gue mau."
Ranti dan Aldo tampak berbinar, segera Ranti memeluk Giana. "Makasih Giana, gue tahu Lo nggak akan nolak apapun yang berkaitan dengan Rizki." Giana mengulas senyum tipis.

Bagaimana dia bisa melupakan semua kebaikan Rizki. Bahkan dari sekolah dasar hanya Rizki satu-satunya teman yang Giana punya. Rizki mengikuti tempat kemana Giana sekolah agar cowok itu bisa tetap bersama Giana.

Aldo, Ranti, dan Giana segera mempersiapkan diri.

Giana berkeringat, tangannya dingin saat mereka mulai menaiki panggung. Dengan jantung yang masih berdetak cepat. Giana memberanikan diri menatap puluhan bahkan ratusan pasang mata yang mengarah ke panggung. Dengan tanpa persiapan apapun Giana mulai memainkan gitarnya saat suara nyanyian Aldo memulai.
Giana menunjukkan kepiawaiannya dalam bermain gitar sambil mengamati para wisudawan yang tampak berbinar memakai toga kebanggaannya di temani orang tua mereka.

Andai orang tuanya mau melihat apa yang Giana inginkan, dan mau memberi sedikit saja kasih sayangnya. Giana akan bahagia, membayangkan saat acara wisudanya nanti orang tuanya menemani dan mengatakan jika mereka bangga.

Giana mendongak menghalau air mata yang akan jatuh. Giana harus kuat. Giana harus bisa merelakan semuanya dan memaafkan mereka.

Saat Giana mengedarkan pandangan, dia tertegun saat netranya bertemu dengan salah satu pria yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya. Siapa lagi kalau bukan Erdi. Pria itu duduk di kursi barisan paling depan sambil tersenyum ke arahnya.

Dia wisuda tahun ini, gumam Giana dalam hati.

Giana memutus kontak mata saat pria itu menyunggingkan senyum sambil mengangkat kedua jempolnya. Entah kenapa hatinya berdesir bahkan jantungnya seakan ingin lepas dari tempatnya dan wajahnya juga memanas. Sebenarnya apa yang terjadi padanya?. Giana menggelengkan kepala, dia harus bersikap profesional.

Setelah tiga lagu, akhirnya Giana selesai. Giana tak langsung pulang, dia mampir dulu ke tempat favoritnya di bawah pohon beringin, meninggalkan keramaian di dalam gedung dan menikmati sejuknya udara yang melewatinya.

Giana mengeluarkan kotak bekal yang tadi pagi kakaknya bawakan. Giana membukanya. Dengan perlahan Giana memakan bekal itu dengan tenang.

Perlahan tapi pasti, Giana mylai merasakan ketenangan setelah sikapnya yang barangsur membaik pada Ginanda. Apa ini cara Allah mengingatkannya?

****

8 Juli 2020

Jerat Rindu ( Telah Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang