6 . Penguntit?

15 2 0
                                    


"Minggu depan kita manggung di balai kota." Rizki bicara dengan mata yang masih mengarah ke ponsel.

"Serius."

"Manteb tuh."

"Kita sering manggung ke banyak tempat, tapi kenapa rasanya masih gugup ya?"

"Lo aja, gue enggak." Ranti berdecak, ucapan Rizki itu terkadang pedas. Meski begitu dia orang yang bisa diandalkan diantara mereka.

Mereka mendirikan band dua tahun lalu tepatnya saat mereka baru memasuki universitas ini. Karena hobi dapat menyatukan mereka yang semula tidak mengenal menjadi dekat.

"Lo ikut ya Gi,  sekali-kali kita main berempat." Ucap Aldo. Giana mana mungkin mau, itu hanya alasannya saja supaya tidak canggung nantinya pada Ranti.

Giana menggeleng pelan, "Enggak." Sudah Aldo duga
Tidak heran Giana menolak.

Mereka tidak ingin memaksa Giana  sedikitnya mereka tahu masa lalu Giana meski Giana tidak pernah cerita. Dia mengikuti band hanya untuk menghibur hatinya. Dan teman-temannya menghargai itu.

"Gue duluan ya?" Pamit Giana sambil memasukkan bukunya

"Katanya udah nggak ada kelas?"

"Mau ke perpus, mau ikut?" Tawarnya pada Ranti

"Enggak." Giana meninggalkan mejanya setelah salam

"Dasar kutu buku!" Giana mendesis

Hari Jumat seperti ini memang kelas Giana hanya ada satu matkul saja. Jadi Giana leluasa untuk melakukan kegiatan yang dia sukai, pergi ke perpustakaan dan membaca buku misalnya.

Selama perjalanan menuju perpustakaan Giana merasa seperti ada yang mengikuti, saat dia menoleh tidak ada orang. Segera dia melebarkan langkah.

Saat baru memasuki ruangan, Giana bersitatap dengan laki-laki yang menawarinya payung waktu itu. Langkahnya terhenti. Jantungnya berdegup kencang, kenapa orang ini ada disini? apa orang ini mengikutinya?  Gimana menggeleng. Mungkin saja dia mahasiswa di kampus ini, dilihat dari tampilannya dia memakai celana panjang dan atasan Hoodie hitam merah. Tapi anehnya orang itu mengulas senyum saat melihat Giana. Giana bergeming, lalu melangkah masuk.

Giana harus berjinjit untuk menaruh bukunya, dia mengedarkan pandangan, lagi-lagi laki-laki itu terus menatapnya. Dia melangkah maju mendekati meja yang ditempati laki-laki itu. Menatapnya datar menyiratkan dingin lewat netranya.

Sreett!

Giana menarik kursi disebelahnya, membawanya ke arah rak buku tersebut. Laki-laki itu melongo, Giana tak peduli. Dia menaiki kursi tersebut, menaruh buku ke tempat asalnya.

****

18 Mei 2020

Jerat Rindu ( Telah Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang