10 . Flavor

12 2 0
                                    


Kau tidak membencinya
Hanya saja hatimu sedang kecewa

•Jerat Rindu•
Ig @windanur_halizah

****

Rasmi mengulas senyum bahagia saat menyaksikan Giana yang tertidur di petiduran bangkar sambil menggenggam tangan Ginanda. Ginanda sejak kemarin masih belum sadar, Giana semalam bahkan tidak tidur hanya untuk memastikan kondisi kakaknya.

Memang. Sejauh apapun jarak, tidak akan sanggup memutuskan jalinan yang terikat oleh darah. Mengingat betapa kecewa seorang Giana Rasfi pada orang tuanya juga kakaknya dimasa lalu. Namun hanya dengan satu gertakan dari Tuhan, mampu menyatukan kembali hubungan yang pernah senggang. Allah tahu apa yang terbaik bagi hambanya. Yang menurut hambanya baik belum tentu baik bagi Allah, yang tidak baik bagi manusia justru yang terbaik yang telah Allah tetapkan.

Rasmi bersyukur Allah punya cara-Nya sendiri untuk menyatukan kembali cucu-cucunya.

"Gi, sudah subuh." Giana berdehem menggeliat khas bangun tidur

"Uti."

"Sholat dulu, terus langsung ke kampus."

"Tapi.. kakak!"

Rasmi tersenyum,"Biar Uti yang jaga. Kamu nggak mungkin ninggalin kuliah kamu kan?" Giana mengangguk.

Selanjutnya dia menyalami Utinya lalu meninggalkan rumah sakit.

Sebelum benar-benar meninggalkan rumah sakit, Giana melaksanakan sholat subuh di mushola rumah sakit. Karena setelahnya dia akan pulang terlebih dahulu untuk bersiap-siap, tidak mungkin dia sholat setelah sampai di rumah, terlalu memakan waktu yang ada setelah Giana sampai rumah waktu subuh habis.

Setelah bersiap Giana segera melajukan mobilnya. Hari ini Giana memutuskan untuk mengendarai mobil sendiri karena mengejar waktu. Badannya juga sakit-sakit, dia ingin segera tiba di kampus dan mengistirahatkan diri.

Giana sedikit menjadi pusat perhatian kala dia keluar dari mobil. Wajar, karena mahasiswa lain hanya tahu jika Giana selalu datang dengan angkutan umum. Giana tak terlalu memperdulikan, selama dia tidak diusik oleh orang lain maka dia akan baik-baik saja.

Giana memutuskan untuk sarapan di kantin terlebih dahulu. Tadi pagi dia tidak sempat memasukkan apapun ke perutnya. Kepalanya sedikit pusing, tadi malam sampai pagi Giana tidur dengan posisi duduk. Mungkin secangkir kopi akan meredakan peningnya.

"Tumben bawa mobil sendiri."

Giana terjingkat saat seseorang menginterupsinya dari belakang. Dia menoleh.

Mau apa dia pagi-pagi begini!. Batin Giana

Giana mencebik. Erdi terkekeh melihat ekspresi Giana.

"Maaf." Erdi mensejajarkan langkahnya dengan Giana agar mereka bersisian. Erdi melirik Giana sebentar, namun Giana tampak acuh juga raut wajah dingin dan tak peduli mendominasi.

Erdi hanya diam dengan terus mengikuti langkah Giana kemanapun gadis itu melangkah.  Sepertinya Giana juga tidak terganggu dengan perbuatannya dan tidak senang juga. Giana sesekali memiringkan kepalanya ke kanan ke kiri, sepertinya pundaknya sakit.

Giana berhenti disalah satu bangku kantin setelah memesan makanan. Giana melepas ransel dan menaruhnya diatas meja hendak dia jadikan tumpuan kepala.

Namun sebelum itu dia mengurungkan saat melihat Erdi yang ikut duduk didepannya sambil memainkan poselnya, tampak tak terganggu dengan adanya Giana didepannya. Pria itu bahkan terus mengikutinya sejak di tempat parkir tadi. Giana menghembuskan nafas berat.

Jerat Rindu ( Telah Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang