Bag. 26

40 11 2
                                    

Tolong dong jangan numpang lewat doang, klik bintangnya boleh kali awokawokawokk🌚🌚

_________________________

Setidaknya jika ingin tetap pergi berikan alasan dahulu
Jangan diam lalu membiarkan aku berfikir sendiri


•••

"Gue udah dandan cakep gini, masih aja lo ngelirik cewek lain. Gua colok tuh bola mata lama-lama" Tasya terus memperhatikan lelaki di sampingnya dengan kesal. Ini sebabnya dia malas jika harus jalan berdua dengan Bobi si mata keranjang.

Menggaruk kepalanya yang tidak gatal "Apasi beb, mata kan fungsinya buat melihat. Harus melihat hal-hal yang bagus gak boleh yang jelek" cengirnya.

Tasya menunjuk salah satu pelayan caffe yang sedari tadi di perhatikan oleh sang pacar "Jadi menurut lo bagusan mbak-mbak itu daripada gue? Oke"

"Mbak" ucap Tasya dengan menaikkan tangan kanannya.

"Anjir ngapain kamu panggil?"

Tasya acuh tak mempedulikan pertanyaan Bobi.

Saat si pelayan telah menghampiri mereka dengan senyum ramah. "Cowok gue suka tuh sama mbak, katanya id line nya berapa" Ucap Tasya lalu berdiri meninggalkan meja, menuju pintu keluar.

Bobi kaget dengan kelakuan Tasya barusan. Bahkan ia malu saat si pelayan menatapnya dengan bingung. "Maaf mbak, pacar saya lagi ngambek jadi suka gak jelas"

"Iya mas gapapa" jawab si pelayan singkat.

Setelah meminta maaf atas ulah pacarnya, Bobi keluar untuk mencari Tasya yang nyatanya berada di dalam mobil yang terpakir.

"Udah puas mandangin mbaknya? Tambah cantik kan kalo dari deket?" Tanya Tasya dengan kedua tangan bersedekap di dada.

Kini mereka duduk di dalam mobil yang terparkir disamping caffe.

Bobi menoleh menatap Tasya yang hanya menatap lurus kedepan. "Jangan ngambek gitu ah. Nih ya, walaupun mata gue jelalatan, tapi hati gue mah cuma ada elu"

"Jijik gue dengernya"

Bobi mendekatkan wajahnya kearah Tasya "Perlu aku sun dulu nih biar ngambeknya ilang?"

"Apasi? Sonoan gak tuh muka" ucap Tasya dengan tangannya yang berada di wajah Bobi, berusaha mendoronya menjauh.

Bobi kembali duduk ke posisi semula. Menyalakan mesin mobilnya dan keluar dari area cafe. "Liat tuh mukanya, baru digituan aja udah merah. Belum juga kena" ucapnya dengan tertawa puasa.

"Muka gue merah karna nahan emosi. Gak mau tau pokonya kita putus"

Bobi menoleh sekilas kearah Tasya, meletakkan tangan kirinya kepuncak kepala sang pacar. Mengelusnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Dirinya tau jika Tasya hanya asal bicara tidak sepenuhnya serius. Ia maklum, karna ia tau emosi tidak boleh dibalas dengan emosi. "Iya kita putus terus langsung kawin"

"Hehh"

"Kan kalo punya anak harus kawin. Kucing aja kawin dulu baru punya anak"

"Yaudah kawin aja sono sama kucing"

"Kucingnya gak mau. Katanya aku terlalu ganteng buat dia"

Mereka terus membicarakan hal-hal random di dalam mobil, obrolan biasa tapi bermakna karna dapat saling tertawa.

Entah tujuannya kemana yang penting mereka berdua. Itu prinsipnya.

••

"Dimakan" perintah Hillo saat Jessi hanya diam dengan melipat kedua tangannya di dada.

"Langsung ke intinya aja. Mau ngapain?"

"Sejak kapan lu deket sama Tami?"

Jessi menaikkan alisnya sebelah "cuma mau nanya itu? Gak penting banget. Gua cabut" Jessi berdiri hendak meninggalkan meja cafe. Ia tak bisa jika harus terus-terusan bersikap sok cuek dihadapan Hillo. Tak sanggup.

"Duduk gua bilang!" suara berat yang penuh penekanan itu, Jessi merindukannya. Ingin sekali berbincang menghabiskan waktu tapi Jessi tak bisa karena ia telah bertekat untuk melupakan Hillo.

Jessi tak menghiraukan perintah Hillo, ia tetap berjalan keluar cafe. Hillo tak tinggal diam, ia langsung mengejar Jessi ingin masalah ini cepat selesai.

"Mau kemana? Gua belum selesai ngomong Jess"

Jessi berbalik saat dirasa tangannya ditahan oleh seseorang. "ada janji sama Tami"

Jawaban tersebut langsung membuat Hillo muak. "Lu itu masih pacar gua, ngapain jalan sama cowok lain terus, mau belajar selingkuh? Gak usah kebanyakan tingkah"

"Sejak lu gak ada kabar, lu bukan lagi cowok gua"

Hillo memejamkan matanya. Memijat pelipisnya singkat lalu menarik tangan Jessi menuju mobilnya, ia tak akan membiarkan Jessi bertemu lagi dengan Tami.

••

Jessi menatap sekeliling, semua masih sama. Kamar dengan cat berwarna hitam dan perlengkapan dengan posisi yang masih sama sejak beberapa tahun lalu. Tak ada yang berubah.

"Duduk" perintah Hillo. Ia membawa Jessi kedalam kamarnya. Kamar yang dulu sering Jessi kunjungi saat mereka masih sma.

Kini Jessi duduk diujung ranjang dengan Hillo yang berdiri menjulang di depannya. Keadaan menjadi hening, mereka hanyut dengan pemikiran masing-masing. Dengan Hillo yang berdiri sambil menatap Jessi dengan tajam dan Jessi yang terduduk menunduk takut.

"Mau ngapain lu ngajak gua kesini?" tanya Jessi membuka suara.

"Sejak kapan ngomongnya lu gua? Siapa yang ngajarin?"

"Biarin. Biar gak keliatan bego. Biar gak keliatan polos. Biar gak gampang di begoin sama mantan lagi"

"Emang siapa mantan lu?"

"Tuh setan didepan gua yang lagi diri"

"Gua masih cowok lu"

"Pacar mana yang tega gak ngasih kabar berhari-hari abis itu dateng-dateng malah pamer pacar bule"

"Itu bukan pacar gua. Gua gak selingkuh Jess"

"Terserah"

"Jadi lu pacaran sama Tami?"

"Otw"

"Oke gua ganti pertanyaannya. Mau jadi pacarnya Tami?"

"Mau"

"Kenapa?" tanya Hillo mencoba bersabar.

Hillo menatap Jessi lekat. Jessi tak menjawab pertanyaannya. Perempuan dihadapannya hanya diam menunduk dengan meremas jari tangannya.

"Jess.." panggil Hillo lembut, kini ia berjongkok di depan Jessi, membenarkan helai rambut yang menutupi wajah cantik Jessi.

"Jessi kangen Hillo saat itu. Jessi sampe gak makan males buat kuliah, cemburu liat Tasya sama Bobi, Jessi kayak gak ada semangat buat jalanin aktivitas waktu Hillo susah buat dikabari" Hillo hanya diam ia juga merasa bersalah saat itu.

Hillo mendengarkan semua apa yang Jessi ceritakan. "Perempuan itu bukan pacar baru Hillo kan?" tanya Jessi dengan menatap Hillo.

Jessi yakin jika kini matanya pasti sudah berkaca-kaca. Dia tak bisa terus menerus untuk mendiamkan Hillo, ia terlalu lemah untuk melakukan hal itu.

"Jessi kangen Hillo, kalo emang mau pergi seenggaknya pamit dulu sama Jessi jangan langsung pergi gitu aja terus ngebiarin Jessi mikir sendirian Jessi salah apa sama Hillo sampe Hillo bisa setega itu sama Jessi"

Hillo menghela nafas pelan, ia tak habis pikir seperti apa keadaan Jessi saat itu.

"Masih inget akun ig Pratama?" tanya Hillo.

__________________




Pratama? Siapa? •Jessi







•Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang