Nomor 37 Dirundung Satu Sekolah

34 25 0
                                    

Lanita menangis makin kencang. Kedua tangan Lanita langsung mengalung di leher Rama, kakinya sedikit berjinjit agar Lanita bisa memeluk Rama sepuas yang ia mau. Di bawah derasnya hujan, angin kencang yang menerpa, dua manusia ini hanya bisa saling memeluk tanpa perlu berkata-kata lagi.

Rama melepaskan pelukan perlahan. Memandang Lanita lekat. "Lo bisa sakit lagi."

Kepala Lanita menggeleng. "Kalo sakitnya gue bisa bayar dosa yang udah gue buat, nggak papa. Gue salah. Gue pantas dapatin ini semua."

"Gue nggak mau lo sakit!" sela Rama cepat. "Jangan buat gue khawatir."

Dibalik bulu matanya yang basah, Lanita menatap lekat sosok Rama dihadapannya. Melihat tangan mereka yang saling menggenggam begitu erat.

"Ayo masuk." Rama mengajak Lanita masuk. Walaupun mereka kehujanan, tangan Rama terasa hangat ketika bersatu dengan tangan Lanita yang dingin. Mereka seolah sudah ditakdirkan untuk saling mengisi dan melindungi.


Saat Rama dan Lanita sudah masuk ke dalam rumah, ketiga temannya ternyata sudah menunggu, dan mereka rupanya tahu kenapa Rama tiba-tiba mengambil jaket dan keluar rumah.

Syahdan berdecih begitu melihat tangan mereka saling bertaut. Ia yang sedang duduk di sofa sembari bersedekap memalingkan muka. "Bucin, anjir."

"Lo kenapa bawa dia lagi?" Tunjuk Sandi yang masih murka pada Lanita.

"Dia kehujanan. Bisa sakit," jawab Rama datar.

"Biarin aja! Emang gue peduli? Dia aja nggak peduli soal kita, kenapa kita harus peduli sama pengkhianat?" Syahdan berujar ketus.

"Dan, lo masih punya hati, kan? Kalo lo emang mau usir Lanita, setelah hujan." Rama nampak tak suka sekarang dengan sikap Syahdan yang semena-mena.

"Lo kenapa sih, Ram?" Syahdan berdiri dan maju. Matanya berkilat marah. "Lo kenapa masih mau berhubungan dengan pengkhianat yang udah hancurin kita semua?! Dia udah pantas dimusuhin!"

"Jaga omongan lo, ya!" Tunjuk Rama memperingatkan.

"Apa? Lo nggak suka, hah?" Syahdan malah menantang. "Lo terlalu dibuat gila sama dia, Ram. Sampe yang seharusnya lo marah malah nggak bisa, balas dendam pun nggak bisa, karena atas dasar cinta bullshit lo ini!"

"Lo bener-bener." Rama maju dengan wajah berang.

"Eh, eh, udah. Jangan berantem." Tora berdiri di tengah dan melerai. Rama dan Syahdan saling melempar kebencian.

"Lo yang buat kita kecewa, Ram. Emang pantas sih, orang gila bersatu sama yang gila," dengkus Sandi ikutan kesal dengan Rama.

"Kenapa sih kalian semua?" tanya Rama marah menyugar rambutnya yang basah.

Helaan napas Tora keluar. "Kita cuman nggak habis pikir sama lo, Ram."

"Gue masih punya hati, jadi gue bawa Lanita ke dalam. Gue nolongin dia. Apa kalian nggak bisa ngerti?" Kepala Rama rasanya mau pecah.

"Iya dan hati lo cuman buat Lanita!" bentak Tora.

Rama diam sejenak. Pegangannya dengan Lanita bukannya mengendur, tapi makin erat. Seolah membuktilan ucapan Tora barusan.

BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang