NONA PORCODIO

2.2K 275 34
                                    

Saphira yang sedang berwujud seekor rubah putih, kini hanya duduk diatas kursi didepan jendela.
Menatap keluar. Menatap salju yang semakin menipis.
Bahkan rasa dingin sudah mulai berkurang meski sebenarnya masih menusuk kulit. Membuatnya mematikan perapian hanya dengan satu kedipan mata.

Ia menengok kearah sofa. Disana, ia kembali melihat beberapa potong roti yang ditinggalkan oleh Shello untuk makan siangnya.
Karena menurut Shello, itu akan lebih mudah diambil saat Saphira sedang menjadi rubah.

Ya, meskipun ia tidak suka dengan roti, tapi ia harus menghargai apa yang sudah Shello berikan. Ia tidak mau lagi membuat Shello sedih atau marah seperti semalam.

Ia sadar, Shello masihlah seorang gadis yang menempuh pendidikan. Dan itu adalah kewajiban serta tugas utamanya. Bukan bekerja seperti yang dilakukannya sekarang.

Meski Shello menuruti maunya. Membelikan makanan mewah untuknya terlalu sering. Tapi mengapa ia tak pernah memikirkan keadaan Shello?
Mengapa ia tidak pernah memikirkan apakah Shello sedang punya uang atau tidak.

Pantaslah Shello marah semalam. Meski tak mau memakan roti itu terlihat sepele, tapi itu benar benar membuat Shello marah marah.
Ah, mungkin saja Shello sedang kelelahan sehabis kuliah dan bekerja. Atau mungkin lelah dengan sikap kekanakannya?

Padahal Shello selalu terlihat sabar menghadapinya. Tidak pernah marah.
Ya Shello memang pernah marah. Dulu, saat ia mengaku jika ia adalah siluman rubah putih miliknya. Dan membuat Shello sulit percaya.
Dan semalam Shello kembali marah karena ia tak mau makan roti.

Saphira jadi berpikir, sepertinya mulai sekarang ia harus lebih bisa memahami Shello. Selama ini ia sudah merepotkannya. Maka kini ia tak mau membuat Shello semakin repot dan susah karena sikapnya. Ia tidak akan lagi meminta makanan mewah seperti yang sering ia lihat di televisi.

Saphira lalu melompat turun dari kursi. Berjalan mendekat ke sofa, lalu mulai memakan roti itu.

'maaf untuk sikapku selama ini,
Shello, maafkan aku'

****

Shello berjalan cepat meninggalkan Petrus karena Tobhias memanggilnya. Memberitahunya jika bos mereka telah datang.

Shello berjalan dibelakang Tobhias, mengikuti seluruh pekerja ke bagian samping restauran. Dimana biasanya bos mereka akan datang lewat bagian samping.

"Nona Porcodio tidak lewat depan saja?" Bisik Shello pada Tobhias.

Tobhias yang berjalan didepannya pun menoleh.

"Menurut Nona Porcodio, jika ia datang lewat depan, itu akan mengganggu para pengunjung. Makanya ia sengaja meminta dibuatkan ruangan disana agar ia bisa leluasa saat masuk kemari" jawab Tobhias dengan berbisik pula.

"Oh begitu ya" ucap Shello. Dan Tobhias mengangguk.

Shello berdiri dibarisan belakang saat seluruh pekerja restauran menunggu Nona Porcodio masuk.
Semua pekerja dan staff restauran termasuk Nona Ilse, sang manager tampak sangat rapi. Mereka tidak ingin membuat Nona Porcodio kecewa.

Shello mencoba menguping  saat terdengar bisikan beberapa pekerja. Memang ada beberapa pekerja baru yang belum pernah melihat Nona Porcodio. Sedangkan ia sendiri adalah yang paling terakhir diterima bekerja disana.

"Itu bos kita?"

"Waaah cantik sekali"

"Dia terlihat sangat elegan"

"Cantik dan glamour, dia pasti sangat kaya"

Ada beberapa bisik bisik dari teman temannya yang didengar Shello. Maka ia ikut menatap kearah pintu saat semua mata tertuju pada seseorang.

SAPHIRA : Di Antara Sinar BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang