"Nin kita pamit dulu ya,udah malem soal nya." Pamit Lani karena ayahnya sedari tadi menelponnya menyuruhnya untuk segera pulang.
"Makasih makanan dan minumannya Nin,besok lagi ya hehe." Ucap Daffa tidak tau malu.
"Gue close home besok,sana pulang hus hus hus." Usir Anin yang tampak menahan ngantuknya.
"Yaudah deh,kita pamit yah Nin." Lani berjalan mendahului Daffa yang masih diam di tempat.
"Mau kemana lo besok?"
"Daffa ganteng anaknya om Andra daripada lo wawancara gue sampai besok gak kelar-kelar,lebih baik lo pulang sana! Gue ngantuk banget ini." Ucap Anin sambil mendorong Daffa keluar dari rumahnya.
"Gue pulang ya nyett." Daffa berlari kecil menyusul Lani yang sudah berada di dalam mobil.
Di dalam mobil, Daffa merasa aneh dengan gerak gerik Lani yang tidak bisa diam. "Lo kenapa kayak orang cacingan gitu?" Tanya Daffa.
"Tadi yang gue liat bukan cuman Darren."
"Maksud lo?"
Lani menarik nafasnya panjang kemudian menceritakan yang sebenarnya pada Daffa. "Bukan cuman Darren yang gue lihat di halte itu,tapi juga ada cewek yang kelihatannya deket banget sama Darren."
Daffa yang mendengar penuturan Lani lantas memberhentikan mobilnya di pinggir jalan. "Lan ini gak lucu."
"Gue gak nge lucu Daf, gue gak ngomong jujur di Anin tadi karena gue takut Anin bakalan sakit hati lagi."
###
Hari ini Anin melintasi koridor sekolahnya dengan senyum manis yang tak pernah hilang dari bibirnya. Ia sangat bersemangat dikarenakan nanti Ia akan pergi dengan Darren sesuai janjinya kemarin.
"Kenapa lo senyam-senyum kayak gitu? Nyeremin tau." Ucap Lani yang jengah melihat senyuman Anin yang tak pernah sirna dari bibir mungilnya.
"Gue mau jalan bareng Darren nanti hehe." Ucap Anin sambil memperlihatkan semua giginya.
"Dih,kayak gak pernah jalan aja lo. Dasar bucin tingkat dewa."Sinis Daffa.
"Iri bilang bos!" Ejek Anin yang sedang memeletkan lidahnya ke Daffa yang dihadiahi sentilan yang cukup keras di dahinya.
"Yang iri siapa si bambang."
"Sakit anjir." Ucap Anin sambil mengelus dahinya yang terkena sentilan Daffa.
"Dih cuman gitu doang dibilang sakit."
"Eh lo tuh yah! Lo kira ini gak sakit apa hah?!"
"Ya gak lah,cuman sentil doang."
"Oh cuman sentilan doang ya? Nih mama tuh sentilan!" Anin menyentil dahi Daffa lebih keras dibandingkan yang dilakukan Daffa tadi.
"Aw! Sakit monyet!" Aduh Daffa yang kesakitan.
Lani memutar bola matanya melihat tingkah laku kedua sahabatnya. "Bisa diam gak sih kalian?"
"GAK BISA." Ucap Anin dan Daffa bersamaan yang membuat Lani menghela nafasnya.
"Serah kalian deh,gue mau ke kelas Exa." Lani bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar kelas,namun baru selangkah tangannya ditahan oleh Anin.
"Eh eh? Ini pelajaran Bu Santi loh Lan." Anin mencegah Lani untuk keluar kelas karena takut sahabatnya yang satu ini dihukum oleh guru killer.
"Lo lupa ya? Bu Santi tuh lagi ada tugas seminar diluar kota." Kata Lani sambil melepaskan tangannya yang terus dipegang oleh Anin.
"Oh gitu ya,yaudah semangat yaa bucinnya."
"Gue pergi dulu ya,byebyee!" Pamit Lani.
"Bucin harus saling menyemangati sesama bucin ya? Baru tau gue." Ucap Daffa sambil mendudukan dirinya disamping Anin.
"Iyalah,makanya punya doi." Jawab Anin yang sedang sibuk mengeluarkan dua novel dari tasnya.
"Dih gak mau gue,nanti seperti kalian lagi bucinnya minta ampun."
"Yaudah sih."
"Tapi gue tuh kadang mer-"
"Diem gak lo? Gue mau baca nih dengan saksama. Jangan berisik." Titah Anin yang membuat Daffa diam seketika.
"Daff kantin yuk,bosen nih gue." Ajak Anin yang sudah bosan membaca novelnya.
"Yuk,gue juga laper." Daffa berdiri lalu menarik Anin menuju kantin.
Anin dan Daffa berjalan beriringan menuju kantin dan mendapati Darren yang sedang duduk berdua dengan sahabat kecil Anin.
"Daff lo duluan ya? Gue mau kesana bentar." Tunjuk Anin dan langsung meninggalkan Daffa.
"Darren nanti mau kes-" Ucapan seorang gadis terpotong dengan kehadiran Anin.
"Eh Kak Alenta,lama gak ketemu ya padahal satu sekolah hehe." Ya gadis itu adalah Alenta Khaira sahabat kecil Anindira.
"Eh iya hehe." Jawab Alenta.
"Kak Alenta ngapain sama Darren?" Tanya Anin sambil menatap Alenta dan Darren bergantian.
"Anin." Peringatan Darren.
"Gak ada kok,cuman ngobrol bentar." Jawab Alenta dengan senyuman.
"Oh gitu ya."
"Ohiya kak,Alinta gimana kabarnya?" Tanya Anin lagi.
"Ya gitu-gitu aja Nin,gak ada perkembangan." Tiba-tiba raut muka Alenta berubah menjadi sendu mengingat keadaan adiknya, Alinta Khaira.
Anin merasa bersalah ketika melihat perubahan raut muka Alenta. "Kak,Anin gak bermaksud-"
"Gak papa Nin." Ucap Alenta dengan senyuman.
"Kak,Anin boleh gak jenguk Alinta? Udah lama banget gak kesana." Ucap Anin sambil menatap memohon ke arah Alenta.
"Boleh banget kok,Alin juga udah lama cari kamu."
Anin menoleh ke Darren, "Anterin ya? Gak usah jalan deh nanti."
Darren hanya menjawabnya dengan anggukan lalu menarik Anin berdiri dan meninggalkan Alenta.
"Kak,gue ke kelas." Pamit Darren sambil menarik tangan Anin.
Dalam perjalanan Anin hanya memandang tangan Darren yang menarik tangannya di sepanjang koridor. Hari ini Darren lebih diam dari biasanya.
"Nanti jam berapa mau kesana?" Tanya Darren sambil menatap lembut Anin.
Anin tampak berpikir sebentar, "Eum,jam 4 deh."
"Yaudah nanti aku jemput yaa,Aku ke kelas dulu." Darren mengecup singkat pipi Anin sebelum meninggalkan Anin. Anin yang diperlakukan seperti itu tersipu malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
"A Regret"
Teen Fiction-- "Kita selesai," "Kali ini,kita benar-benar selesai Darren." Setelah mengucapkan itu,Anin berlalu meninggalkan Darren yang mematung ditempatnya.