Sepulang sekolah tadi,Anin mengirim pesan ke Darren menyuruhnya untuk bertemu di taman belakang sekolah. Dan sekarang Ia duduk di salah satu bangku sambil menunggu kekasihnya itu."Kenapa bohong?" Tanya Anin tanpa basa-basi saat Darren sudah berada tepat di sampingnya.
"Aku minta maaf," Ucap Darren sambil meraih tangan Anin dan mengenggamnya erat.
"Kenapa bohong,Darren?" Tanya Anin sekali lagi. Anin bingung dengan Darren,Ia bertanya dan pertanyaan itu membutuhkan jawaban. Tapi malah kata maaf yang keluar dari mulut kekasihnya itu.
Darren diam. Ia tidak tahu jawaban apa yang pantas untuk pertanyaan Anin.
"Kenapa diem? Punya mulut kan? Tau cara gunainnya kan?" Sarkas Anin yang kesal melihat Darren yang hanya diam tanpa berniat menjawab pertanyaannya.
"Oke,kalau gitu aku ganti pertanyaannya." Ucap Anin yang jengah melihat Darren yang sedari tadi menatapnya tanpa berniat menjawab pertanyaannya. Mungkin sulit.Batin Anin.
"Kemarin makannya sama siapa?"
"Sama temen," Jawab Darren yang akhirnya membuka suara.
"Sama temen ya?" Ucap Anin yang hanya diangguki oleh Darren.
"Kalau sama temen,kenapa harus bohong? Terus kenapa muka kamu tiba-tiba tegang,saat kamu tau kalau aku juga ada di sana?"
Darren yang mendengar ucapan Anin itu,sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Ia kalah telak. Haruskah Darren berkata jujur?
"Aku sama temen Nin,percaya sama aku ya?" Ucap Darren yang dihadiahi gelengan oleh Anin.
"Berkata jujur apa susahnya sih?! Kalau kamu ngeles terus gak ada selesainya!" Ucap Anin yang mulai emosi mendengar segala ucapan Darren yang menurutnya tak masuk akal.
"Aku gak bohong Anin. Aku sama temen kemarin makannya."
"Iya sama temen," Anin menghela nafasnya sebentar, "Temen selingkuh kan?" Lanjut Anin yang membuat Darren emosi.
"ANIN!" Bentak Darren yang membuat Anin refleks mundur.
Anin melepaskan tangannya yang sedari tadi di genggam Darren dan langsung berdiri.
"Dengan kamu yang emosi seperti ini,aku sudah tahu jawabannya." Setelah mengucapkan itu,Anin berjalan tanpa menoleh ke Darren. Meninggalkan cowok itu sendirian."Argh! Bego! Darren bego! Kenapa gak jujur aja sih tadi?!" Sesal Darren sambil meninju udara. Berharap emosinya mereda.
###
Lexi menatap heran adiknya yang sedari tadi diam merenung sejak pulang sekolah sampai menjelang malam,tidak seperti biasanya. Sepertinya adiknya itu sedang dalam keadaan mood yang buruk. Buktinya saat Lexi bertanya hanya dijawab seadanya atau gelengan dari Anin. Bukan hanya itu,Lexi yang tidak sengaja meyenggol bahu Anin mendapat bentakan dari Anin."Lo kenapa sih ngegas mulu? Kalau gak ngegas ya diem aja seperti patung." Frustasi Lexi melihat perilaku adeknya yang aneh hari ini.
"Bacot!" See? Anin sangat sensitif saat ini.
"Gue turun dulu,perbaikin mood lo yang berantakan itu. Bisa bahaya kalau ayah lihat lo seperti ini." Setelah mengucapkan itu,Lexi meninggalkan Anin sendirian di sofa lantai atas.
Anin menghela nafasnya. Ia juga tidak mengerti kenapa Ia menjadi sensitif sekali. Mungkin akibat pertengkarannya dengan Darren tadi. Tapi biasanya mood Anin tidak sampai seburuk ini. Anin meraih ponselnya lalu membuka kalender. Matanya melebar,lalu bangkit berlari menuju kamar mandi.
"Pantes aja,tamu gue datang," Ucap Anin saat keluar dari kamar mandinya. Pantas saja moodnya benar-benar buruk,hari ini dia kedatangan tamu bulanannya.
Merasa lebih tenang,Anin mengecek ponselnya yang sedari tadi berbunyi. Ada beberapa pesan dari grup yang beranggotakan Anin,Daffa dan Lani yang belum ia baca. Ada juga beberapa pesan yang menurutnya tidak penting.Tapi sekarang perhatiannya beralih,menatap pesan yang baru saja masuk. Lebih tepatnya dua pesan dari orang yang berbeda.
Darren🖤
Anin,kamu di rumah? Aku ke sana ya,boleh kan?Kak Alro
Anin.Anin menatap dua pesan tersebut secara bergantian. Lama menatap kedua pesan tersebut,Anin memutuskan hanya akan membalas salah satu pesan tersebut dan mengabaikan pesan yang satunya.
Kak Alro
Anin.
Apaan ?
Lo di mana?
Di rumah,kenapa?
Gue mau ke pasar malam,
lo mau ikut?Engga.
Lexi bilang lo butuh hiburan,
yakin gak mau ikut?Oke,gue ikut.
Yup! Pesan yang dibalas Anin adalah pesan dari kakak sepupunya,Alro. Ia memilih untuk mengabaikan pesan Darren. Menurutnya menghindari Darren untuk saat ini adalah keputusan yang tepat. Ia juga masih sakit hati atas diamnya Dareen saat sepulang sekolah tadi. Jadi,mengiyakan pesan Alro adalah pilihan yang tepat. Anin juga merasa ke pasar malam bukan ide yang buruk,setidaknya itu akan membuat moodnya kembali membaik.
"Cepetan Nin,jalan kayak siput aja lo! Gue udah nunggu lama ini," Omel Alro melihat Anin berjalan menuruni tangga.
"Gue lama juga karena lo ngajaknya dadakan tau!" Sahut Anin yang tak mau kalah.
"Oh,jadi lo mau dikabarin satu minggu sebelumnya gitu?"
"Ya gak gitu juga,tapi tadi itu dadakan banget."
"Heh cebong,dadakan dari mana coba? Yang namanya dadakan itu gue langsung kesini tanpa ngasi tau lo,tapi tadi gue kasih pesan dulu kan? Itu artinya gue mau lo siap-siap dulu."
Apa Alro bilang? Cebong?
"Cebong,cebong. Lo pikir gue kecebong?!" Anin yang tak terima dengan perkataan Alro sontak memukul keras lengan cowok itu.
"Aw! Sakit anj-"
"STOP! Lo berdua kapan berangkatnya kalau adu bacot terus hah?!" Ucap Lexi yang sedari tadi sudah jengah melihat adegan adu bacot antara adiknya dengan sepupunya itu.
Alro menarik tangan Anin,membawanya segera keluar dari rumahnya sebelum Lexi mengomeli mereka lagi.
"ALRO HATI-HATI! TUH ANAK LAGI SENSIAN!"
Tanpa menoleh,Alro yang mendengar hal tersebut mengangkat jari jempolnya sebagai tanda mengerti apa yang dimaksud oleh Lexi.Melihat mobil Alro sudah melaju meninggalkan pekarangan rumahnya,Lexi menutup pintu dan berjalan menuju tangga.Namun,langkahnya terhenti mendengar bel yang berbunyi.
"Tuh anak kenapa lagi sih?"
Lexi berbalik badan dan berjalan menuju pintu. Setibanya di depan pintu,Lexi langsung membukanya. Lexi sedikit terkejut melihat bukan Alro atau Anin yang memencet bel. Melainkan seorang pria yang tengah berdiri dengan senyum manis yang terpampang di wajah tampannya.
"Darren?"
KAMU SEDANG MEMBACA
"A Regret"
Teen Fiction-- "Kita selesai," "Kali ini,kita benar-benar selesai Darren." Setelah mengucapkan itu,Anin berlalu meninggalkan Darren yang mematung ditempatnya.