Written by tapak_Kata
Waktu terbuang percuma tanpa sebuah kegiatan atau obrolan apa pun. Ruangan itu menjadi sangat hening, padahal banyak sekali penghuni. Beberapa saat kemudian, suara dehaman terdengar, membuat beberapa di antaranya menoleh.
"Sudah kuingatkan, jangan pernah menggunakan kekuatan kalau tidak mendesak!" Suara itu menggelegar, memekakkan telinga.
"Aku tidak sengaja. Aku hanya sedang mencoba ilmu baru itu, Yah." Theo membela diri.
Nathan mengamati sosok-sosok di ruangan itu, selain Vion, semuanya tampak memiliki baju, sayap, dan mahkota yang berwarna cokelat. "Sepertinya mereka sejenis dengan Theo. Semuanya tampak mirip." Nathan membatin.
Theo yang tadi menatap sosok di hadapannya, kini beralih menatap Nathan. "Aku bisa mendengarmu, Nath. Mereka bukan sejenis denganku, tapi satu klan denganku. Aku lebih sempurna dari mereka." Suaranya terdengar ketus.
Laki-laki yang memiliki rambut hitam itu menepuk jidat dengan telapak tangan. "Ah, aku lupa kalau kau bisa membaca pikiranku. Apa kita akan mati sekarang?" Nathan bertanya dengan santai, menyembunyikan rasa takutnya.
"Maksudmu?" Pertanyaan itu bukan berasal dari Theo, tetapi dari peri yang ada di depan Theo.
"Kami tadi dibawa lari oleh Theo. Dia bilang, ia bisa dibunuh ayahnya jika masih di tempat yang mirip gua tadi. Aku pikir kaulah ayahnya karena Theo memanggilmu ayah. Apa aku salah?" Nathan bertanya dengan nada percaya diri, tidak memedulikan Theo yang sedari tadi sudah mengkode agar ia menutup mulut.
Beberapa peri lain terkejut, apalagi sosok yang tadi bertanya pada Nathan. Ia mendengkus. "Jadi secara tidak langsung kau bilang ayah adalah seorang pembunuh, Theo?" Tampak kemarahan dalam suaranya.
"Tidak, aku tidak bilang seperti itu!" Raut wajah Theo tampak ketakutan, tangannya melambai di depan dada. "Aku tidak pernah berbicara seperti itu."
"Tapi, Aww! "
Nathan berhenti bicara saat ada yang mencubit lengan bawahnya. Laki-laki yang tidak memiliki sayap itu menoleh ke samping dan melihat Vion menggeleng. Seolah mengerti, Nathan akhirnya berhenti berbicara.
Suasana menjadi hening lagi, tidak ada yang berbicara. Ayah Theo yang bernama Gian merentangkan tangan kanan dengan telapak yang mengarah ke atas dan terbentuklah gumpalan asap bercahaya. Asap itu semakin besar, seperti akan meledak.
Namun, suatu hal janggal terjadi. Gumpalan asap besar yang berada di atas telapak tangan kanan Gian langsung lenyap. Semua orang terheran-heran karena asap itu tidak akan lenyap tiba-tiba, apalagi itu adalah kekuatan besar.
"Ada apa ini?" Gian bertanya dengan tatapan yang mengarah pada telapak tangannya.
"Itu tidak mungkin terjadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood of Fairy [COMPLETE]
FantasyPerjalanan hidup Vion tak lepas dari kekecewaan. Peri itu dikenal tak memiliki kemampuan, tak memiliki orang tua, dan tak banyak orang yang mau berteman dengannya. Suatu hari, seorang laki-laki dengan fisik berbeda muncul. Vion merasakan rasa antusi...