Vion menguncang tubuh Theo dengan rasa khawatir yang memuncak. Suasana gelap membuatnya tidak bisa memastikan sendiri bagaimana keadaan peri dari klan tanah itu. Sehingga, yang kini dilakukan hanya meyakinkan diri dengan harapan sahabatnya baik-baik saja.
"Theo, bangunlah! Kau kenapa? Theo, jangan buat aku khawatir! Theo!" Namun, tidak ada respons dari si pemilik tubuh.
"Apa mungkin Theo kena racun ruangan ini seperti demon tadi? Kalau iya, apa kita juga akan mati seperti itu?" Asby merasa takut kali ini, ia terduduk sambil memeluk lutut dengan begitu erat.
Vion terdiam sejenak sambil memikirkan kata-kata Asby. "Tidak! Theo mungkin kehabisan tenaga saat menghubungi ayahnya. Iya, mungkin itu yang terjadi. Jangan menyerah! Kita pasti akan keluar dari sini dan bisa menyelesaikan—"
Ucapan itu terhenti ketika sebuah cahaya ditangkap mata. Ia mendongak sambil memicing untuk memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. Jantung Vion terasa akan lepas ketika melihat sosok yang berdiri dengan gagah di sana. Meskipun sosok itu membelakangi cahaya, ingatannya tidak mungkin salah, itu adalah Nathan.
"Hei, kau! keluarkan aku dari sini!" Bukan suara Vion, tetapi itu suara Asby. Laki-laki dari klan air itu sudah berubah posisi, kini tengah berdiri sambil mengacung-acung telunjuk ke arah Nathan.
Vion memandang Nathan yang hanya berdiri mematung. Peri putih itu menggeleng karena berpikir untuk meminta tolong. Ia menunduk, langsung menatap wajah sahabatnya yang terlihat pias. Tangan mungil itu bergerak menepuk pipi Theo dengan pelan. "Bangunlah, Theo! Aku mohon bangun."
Tubuh Theo tidak bergerak sama sekali. Wajah yang biasa garang kini terlihat begitu damai terpejam. Guncangan dan teriakan yang dilayangkan Vion tak membawa pengaruh apa pun. Bahkan, setelah beberapa kali dicoba, hasilnya nol besar, laki-laki dari klan tanah itu tetap pada posisinya yang terbaring lemah.
"Pintu akan kututup jika kalian ingin mati di sana!" Nathan bersuara dengan nada ketus.
Vion mengembuskan napas berat sambil menggapai dan meletakkan tangan lemas Theo di pundaknya. Peri dari klan tanpa kekuatan itu memeluk sahabatnya, lalu terbang di belakang Asby. Benar, peri air itu sudah terbang mendahului tanpa membantu. Namun, tidak ada yang protes, bahkan sekadar berkomentar untuk menanggapi kelakuan peri itu.
"Cepatlah! Kalian lelet sekali," ucap Nathan geram sambil berkacak pinggang dan melotot tajam, seakan semua itu bisa mempercepat kejadian di depannya.
Asby sampai di papan kayu lebih awal, diikuti Vion yang memapah Theo dengan kepayahan. Mereka melewati pintu tanpa terpental atau terluka. Ruangan yang pernah mereka lihat sebelum masuk ke ruangan gelap menjadi suguhan setelah beberapa kali melangkah. Cahaya di sana lebih terang jika dibandingkan dengan ruangan yang mereka tempati tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood of Fairy [COMPLETE]
FantasyPerjalanan hidup Vion tak lepas dari kekecewaan. Peri itu dikenal tak memiliki kemampuan, tak memiliki orang tua, dan tak banyak orang yang mau berteman dengannya. Suatu hari, seorang laki-laki dengan fisik berbeda muncul. Vion merasakan rasa antusi...