26. Blood of Fairy

38 10 0
                                    

Nathan langsung bergerak mendekati ranjang saat menyadari Pyto yang berbicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nathan langsung bergerak mendekati ranjang saat menyadari Pyto yang berbicara. Ia tersenyum karena sosok yang menjadi harapannya sebagai sumber informasi, akhirnya terbangun. Perasaan laki-laki itu terasa membuncah bahagia, bahkan sangat bahagia. Pikirannya sudah membayangkan dirinya akan segera bebas dari dunia aneh ini.

Pyto yang melihat Nathan terlihat antusias ketika dirinya bangun menggelengkan kepala. Demon tua itu tertawa sebentar, kemudian berhenti karena merasa tidak ada respons dari remaja di hadapannya. Beberapa menit selanjutnya, ia duduk dan menyandar ke dinding yang menempel dengan ranjang yang ditidurinya.

"Kau tampak senang melihatku lagi, padahal waktu kita bertemu di penjara bawah tanah, kau tampak tidak suka padaku." Pyto berbicara santai, seperti tak pernah mengalami sakit.

Nathan berdeham sambil menetralkan ekspresi agar terlihat biasa saja. "Aku hanya senang karena kau bilang akan mengembalikanku ke duniaku. Kau terlihat sangat sehat dan tidak terlihat lemah, apa kemarin kau pura-pura sakit?"

Demon tua itu menyisir rambut ke belakang dengan tangannya yang berkuku tajam. Ia memandang langit-langit ruangan, kemudian beralih pada Nathan. "Tidak, aku tidak berpura-pura sakit. Racun itu memang berbahaya. Beruntung, aku keluar lebih cepat dari sana. Aku perlu memberitahumu beberapa hal."

"Bicara saja, aku akan mendengarkan. Kalau racun itu berbahaya, apa berefek pada peri-peri kemarin? Aku melihat mereka baik-baik saja tadi pagi." Nathan berkata dengan wajah mengerut heran.

"Jangan percaya siapa pun di sini, kecuali aku. Itu pun jika kau mau percaya padaku. Racun itu adalah salah satu kekuatan demon di sini, sama seperti peri yang memiliki kekuatan khusus untuk mengelola negerinya. Racun itu berbahaya bagi siapa pun yang menghirupnya, termasuk para peri. Namun, aku heran kenapa aku bisa bertahan dan para peri yang kau temui baik-baik saja. Mungkin, para demon juga kehilangan kekuatan," balas Pyto.

Setelah mendengar itu, Nathan termenung beberapa saat. Matanya menyorot ke wajah Pyto, berusaha meneliti kebenaran di sana. "Dia terlihat jujur, aku sudah melangkah sejauh ini, jadi aku harus percaya padanya." Ia membatin.

Demon di depan Nathan mengerutkan dahi, kemudian mulai membuka suara lagi. "Kalau kau tidak percaya pada—"

"Aku percaya padamu. Jelaskan semua yang ingin kau beritahukan dan aku ingin bertanya banyak hal padamu." Remaja laki-laki itu menyela cepat.

"Sebelum itu, aku ingin memperkenalkan diri. Namaku Pyto dan kau bebas memanggilku apa pun. Aku seorang peri yang dikutuk hingga berakhir di sini. Aku dulu seorang raja di kerajaan Rosehill Timur."

Nathan tertawa mendengar itu, menghentikan Pyto yang akan berbicara. "Apa kau bercanda? Berhentilah! ini bukan waktunya."

"Aku tidak bercanda. Anakku bernama Elsya, menantuku bernama Sullivan, dan cucuku bernama Viona Arselin. Kejadian mengerikan 17 tahun lalu membuatku terjebak di sini." Wajah Pyto yang tampak serius membuat Nathan tak berkata-kata lagi. "Sebuah ramalan yang pernah kudengar dari klan tanah saat aku menjabat sebagai raja, membuatku nekat memanggil bantuan. Aku tidak tahu kalau kau yang terpanggil, padahal aku berharap Alvian yang datang."

Wajah Nathan mendadak pucat, matanya tak berkedip. "K-kau tau nama ayahku?"

Pyto mengangguk. "Dulu, dia pernah ke sini ketika remaja, wajahnya mirip denganmu. Aku mengerahkan kekuatan yang kupunya hanya untuk memanggilnya karena aku tidak bisa memperingatkan Rosehill Timur dengan ramalan itu. Seperti yang kau tahu, semuanya terlambat."

Tangan Nathan meremas kuat celana yang dipakainya. Rasa penasaran dan rasa ingin tahu menguasai benak laki-laki itu. Penjelasan Pyto selanjutnya tidak terdengar karena fokus remaja itu hanya pada kata 'ayah'. Selama belasan tahun, tak pernah sekali pun ia melihat ayahnya, bahkan hanya lewat foto.

Sebuah tepukan di bahu menyadarkan, membuatnya kembali mendengar suara Pyto. "Kau sepertinya tidak fokus setelah aku mengatakan Alvian pernah ke sini. Apa dia tidak bercerita?"

"Aku ... tidak tahu dia di mana. Lanjutkan pembahasannya, kita harus cepat menyelesaikan pembicaraan kita," ucap Nathan dengan ekspresi serius.

Pyto menyadari perubahan ekspresi sosok di depannya. Ia berpikir sejenak, lalu mengembuskan napas perlahan. "Ayahmu adalah orang baik, Anak Muda. Dia menolongku, meski tidak ada yang banyak berubah. Ia juga tidak meminta imbalan apa pun atas semua pengorbanannya yang beberapa kali hampir mati. Akan kuselesaikan semuanya dengan cepat. Aku masih perlu bantuanmu untuk menyelamatkan keberlangsungan Rosehill, tidak ada yang boleh punah, baik itu peri atau demon."

"Aku akan bertanya padamu tentang ayahku lain kali. Aku akan fokus membantumu sebisaku, jadi ayo selesaikan! Apa yang harus kulakukan? Kenapa tidak ada yang boleh punah?"

"Itu sudah ketentuan semesta, jika salah satu ada yang punah atau salah satu menguasai yang lain, Rosehill akan punah. Yang perlu kau lakukan adalah melemahkan semua demon."

Mata Nathan membulat sempurna ketika mendengar ucapan Pyto. "Bagaimana mungkin aku bisa melemahkan mereka yang jumlahnya begitu banyak? Peri dan Demon sudah menyatakan perang. Apa aku harus ikut? Siapa yang harus aku dahulukan?"

"Dengarkan aku baik-baik, berpihaklah dulu pada demon. Untuk melemahkan demon, kau hanya perlu melakukan satu hal. Kita perlu strategi untuk keberhasilan yang sempurna. Kau tidak perlu berbuat apa pun sebelum perang, selain diam. Kita perlu membuat mereka bertemu untuk berdamai dan kembali menaati perjanjian. Aku memohon padamu untuk itu."

"Apa semua itu akan berhasil?" tanya Nathan.

Pyto menghela napas berat, kemudian menatap Nathan dengan lekat. "Semua kemungkinan bisa terjadi, kalah atau menang, semuanya bergantung pada usaha yang kita lakukan."

"Baiklah, kau bilang aku hanya perlu melakukan satu hal untuk melemahkan demon. Apa itu?"

***

Vion memakan roti gandum yang tersedia di meja makan. Tak seperti biasa, kali ini ia melihat banyak sekali makanan di meja. Sosok yang berada di sana juga hanya dirinya dan ibunya,mereka makan bersama setelah acara pelukan tadi karena secara tidak sengaja, perut Vion berbunyi karena sedari pagi belum diisi makanan.

"Makanlah dengan benar, Arselin. Kau tampak kurus dan kurang makan." Setelah mengatakan itu, sang ratu tertawa.

"Aku tidak kurus, Bu. Hanya ... tidak gemuk." Vion tersenyum ketika membalas lelucon ibunya. Kali ini, ia benar-benar merasa santai dan nyaman bercengkrama.

"Ibu senang kau mulai beradaptasi. Apa kau mau bertemu ayahmu setelah ini? Sepertinya, dia akan senang sekali kalau tahu kau mengunjunginya."

Vion mengangguk cepat. "Aku sangat ingin bertemu ayah, tetapi bolehkan nanti aku bertemu juga dengan adikku? Sepertinya dia akan kesepian karena aku ada di sini."

Sang ratu menaikkan sebelah alis. "Kau tidak punya ... ah, maksudmu Emma? Dia juga tinggal di istana mulai sekarang."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Blood of Fairy [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang